Epilog

Bab ini ditulis oleh PhiliaFate

Dicopy sama persis ke:
Passionate CEO
Night with CEO
The Wicked CEO

"Baik, Mike. Aku serahkan semua kepadamu, pastikan pengacara Axel melakukan bagiannya." Mysha berbicara melalui telepon selular sambil terus memperhatikan angka-angka di hadapannya. "Tolong sampaikan kepada orang tua Axel bahwa semua wasiat sudah dipenuhi. Terima kasih."

Mysha menutup telepon lalu mematikan laptopnya lebih cepat dari yang seharusnya, berdiri dan berjalan menuju ke jendela sambil merenggangkan tubuh. Wanita itu melepaskan kacamata dan memijat pelan keningnya yang capek. Dilihatnya langit senja kota New York dari ketinggian, gedung-gedung menutupi pandangan hampir seluruhnya, tapi Mysha tetap bisa menikmati keindahan warna merah yang membias. CEO itu menghela napas, sebelum memakai kembali kacamata berbingkai hitam hadiah ulang tahunnya yang ketiga puluh dari William. Dia menutup matanya sejenak mengingat hal-hal yang sudah berlalu.

Rasanya masih seperti kemarin ketika dia memeluk tubuh Axel yang mendingin, menjerit histeris meminta pria itu kembali membuka mata. Namun, hanya kesunyian yang menjawabnya. Axel tetap beku dengan seulas senyum di wajah. Tak lama kemudian William masuk bersama perawat yang segera mengecek tanda vital Axel. Pukul 01.12, waktu resmi kematian pria yang pernah mengisi hati dan pikirannya. Mysha masih ingat bagaimana dia menangis dalam pelukan William dan pria itu menenangkannya. Dengan efektif, William mengatur pemakaman Axel dan Mysha hanya membiarkan dirinya terbawa arus. Dia masih ingat mendengar eulogi yang disampaikan oleh William, bersalaman dengan keluarga Axel yang juga terguncang dengan kematian tiba-tiba Axel. Mysha menghela napas, bahkan pria itu menyembunyikan hal sepenting ini dari keluarganya.

Wanita itu menutup matanya. Sang pengacara menyerahkan barang-barang peninggalan Axel sesuai dengan wasiat. Seluruh harta pria itu dibagikan-bagikan kepada keluarga, observatorium dan yayasan amal. Mysha sendiri menerima sepucuk surat yang saat ini berada di tangannya. Butuh berbulan-bulan baginya untuk mendapatkan keberanian membaca isinya, saat ini adalah saat yang terbaik. Mysha menyobek hati-hati amplop dan mengeluarkan isinya, beberapa lembar kertas putih. Ketika dibuka, dia dapat melihat tulisan tangan Axel.

To Mysha.

Wanita itu menahan napas. Sebuah surat dari Axel. Dia sudah dapat menduga kalau pria itu akan menulis kepadanya, alasan mengapa dia menunda-nunda membaca agar bisa mempersiapkan hati.

Ketika kau membaca surat ini, itu berarti aku sudah tidak lagi bersamamu. Aku sudah memastikan surat ini hanya akan tiba di tanganmu ketika aku sudah meninggal, sebagai penjelasan yang terlambat.

Mysha terdiam sejenak. Dia dapat membayangkan kondisi Axel ketika menulisnya. Mungkin ketika pria itu masih bisa memegang pena. Di kamar perawatannya, di atas tempat tidur, sambil menghadap ke jendela. Mysha dapat merasakan rindu kembali menyusup dalam benaknya. Betapa dia ingin melihat Axel tersenyum dan menyapanya. Wanita itu menggelengkan kepala, mengusir rasa sesak yang mulai menggumpal dan kembali membaca surat di tangannya. Tulisan Axel yang membawa kenangan ....

Axel berhenti sejenak, mengangkat penanya, terdiam dan berpikir. Ini kertas kesekian yang sudah dia tulisi, sisanya berakhir di tong sampah sementara yang lain dipenuhi coretan panjang. Terlalu banyak yang ingin dia tulis bagi Mysha, terlalu banyak utang yang harus dia jelaskan. Pria itu tersenyum pedih. Enam bulan yang lalu dia memilih untuk melukai Mysha sedemikian rupa hingga wanita itu tidak bisa lagi memercayainya. Kesunyian yang dia habiskan untuk berjuang melawan penyakitnya, membuat dia tahu betapa berharga Mysha bagi dirinya. Axel tersenyum miris, itulah alasannya mengapa dia harus menyingkirkan Mysha dari hidupnya. Wanita itu terlalu berharga untuk ikut menanggung akibat dari perbuatannya di masa lalu. Axel menghela napas lalu melanjutkan menulis.

Pertama-tama aku minta maaf karena sudah memilih untuk menyakitimu. Keputusan yang mungkin egois, tapi aku tidak bisa membayangkan dirimu ikut menderita denganku. Aku tidak ingin dirimu menghabiskan masa depanmu denganku di ranjang pesakitan. Melihatmu menangis karena kondisiku yang makin buruk. William berkali-kali memintaku untuk menjelaskan segalanya padamu, tapi aku tidak sanggup melihatmu bersedih. Kondisiku semakin menurun dan aku memutuskan untuk menulis selagi aku bisa.

Tangannya kembali berhenti, napasnya terengah. Bahkan untuk kegiatan sederhana seperti ini pun dia kewalahan. Axel beristirahat sejenak, menyandarkan tubuhnya pada bantal yang disusun tinggi. Ketika dia siap, barulah dia menulis lagi.

Penyesalan memang selalu datang terlambat. Jika aku tahu bahwa aku akan bertemu dan jatuh cinta kepadamu, aku tidak akan membiarkan diriku melakukan hal-hal bodoh di masa lalu.

Tatapan Axel menerawang jauh. Teringat bagaimana dirinya mulai mencoba-coba kenikmatan dunia atas desakan teman-temannya, hingga akhirnya dia menjadikannya kebiasaan, sesuatu yang dijadikan bahan untuk berbangga di hadapan sahabat-sahabatnya. Siapa wanita yang sudah ditaklukkan dan bagaimana pengalaman mereka di atas ranjang. Dada Axel terasa sakit, betapa bodohnya dia dulu. Seharusnya dia bisa seperti Mysha yang menjaga dirinya hanya untuk satu orang yang memang layak diperjuangkan.

Axel tersenyum miris. Pengaman pun tidak membantu walau dia tidak pernah absen memakainya. Seharusnya dia tidak menggantungkan nasibnya pada selaput tipis terbuat dari karet itu dan lebih menjaga kelakuannya. Andai saja dia sehat, saat ini mereka sedang menikmati bulan madu mereka. Pria itu berusaha mengenyahkan rasa perih, kehilangan masa depan yang dia impikan tepat saat dia hendak menggenggamnya. Seandainya dia mau mendengar saran untuk memeriksakan diri secara berkala, penyakit ini tentu sudah bisa dideteksi lebih awal. Axel mengutuki keangkuhannya yang memilih untuk tidak melibatkan dokter, berharap pada kebiasaannya menjaga kesehatan dapat membantunya. Lagi-lagi dia hanya bisa mendesah dan kembali menggenggam pena.

Aku tahu surat ini mungkin akan kau buang karena begitu bencinya dirimu padaku. Aku pantas menerimanya, Mysha. Aku sedih ketika Will bercerita bahwa kau masih sering memikirkan diriku, membuat dirimu sibuk dengan pekerjaan hingga lupa waktu. Mysha, setelah kamu menerima surat ini, aku ingin kau melanjutkan hidupmu. Kau terlalu berharga untuk lelaki sepertiku. Biar aku saja yang tersiksa dan bagianmu adalah tersenyum. Biar aku saja yang patah hati dan menahan rindu untuk bertemu denganmu. Apa pun yang terjadi, kau harus bahagia. Itu adalah keinginanku yang terakhir, alasan aku tetap bertahan walau penyakit ini menggerogotiku. Will tidak pernah lalai melaporkan keadaanmu padaku dan ....

Lagi-lagi Axel berhenti, sebuah senyum muncul di wajahnya.

... dia adalah pria yang baik. Dia benar-benar mencintaimu, Mysha. Aku sudah mendengar cerita tentang masa lalu kalian dan bagaimana dirinya menunggumu kembali. Berbahagialah dengan Will dan lupakan aku. Aku mendesak Will untuk lebih aktif mendekatimu, tapi dia menolak karena aku masih hidup. Bodoh, dia terlalu bersikap ksatria.

Axel tertawa kecil mengingat wajah kaku William. Pria yang tidak diduga menjadi sahabatnya dalam masa sukar.

Aku mencintaimu, Mysha. Ribuan kali pun akan tetap aku akan berkata bahwa aku mencintaimu. Kau boleh memakiku, membenciku, dan mengutukku, tapi aku tetap akan mencintaimu hingga napas terakhir. Cinta inilah yang membuatku berharap kamu melanjutkan hidupmu, biarkan aku menjadi bayang-bayang di masa lalumu.

Surat Axel berhenti di sana. Mysha menempelkan kertas-kertas itu ke jantungnya seakan menyerap setiap perasaan, setiap kata yang ada di sana ke dalam dada. Dirinya belajar untuk merelakan Axel. Dia tidak benar-benar bisa menerima keputusan Axel untuk menyembunyikan segalanya tapi dia mengerti bahwa Axel melakukannya karena cinta. Mysha tersenyum getir, tidak semua hal dapat dia terima, tapi setahun ini membuatnya belajar untuk memaafkan.

Perlahan, Mysha melipat dan memasukkan kembali surat itu ke dalam amplop dan meletakkannya dengan hati-hati di dalam laci bagian dalam. Dia akan memenuhi permintaan Axel yang terakhir kalinya.

"Selamat tinggal," bisiknya lembut sambil membayangkan senyum pria itu, sebelum menutup laci kantornya.

Wanita itu mengangkat kepala dan tersenyum. Tepat pada saat itu William masuk.

"Sudah selesai?" tanyanya, berjalan ke arah Mysha, mengambil tangan kiri wanita itu dan mengecup cincin platinum bermata berlian di jari manisnya. Seketika wajah Mysha memerah karena malu. Dia masih perlu menyesuaikan diri dengan perlakuan manis William padanya.

"Ya," balas Mysha sambil mengecup pipi pria itu. "Siap untuk melihat-lihat dekorasi gedung pernikahan kita?"

MASIH ADA GIVEAWAY

MASIH ADA GIVEAWAY

MASIH ADA GIVEAWAY

Akhirnya cerita ini benar tamat

Ceritakan dong bagaimana perasaan kalian yang sudah mengikuti sampai akhir di sini

Aku tahu endingnya membawa banyak kontroversi tapi tolong hargai pilihan ending yang ditulis author. Kami memutuskan ini adalah ending yang paling logis dari segala alternatif yang ada

Axel mendapatkan penyakit karena perbuatannya dan happy ending menurut kami adalah bagaimana dia bisa berdamai dengan masa lalunya ^^

Sampai jumpa di cerita kami lainnya

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top