Dilemmatic CEO 27 - Ketika Cinta Diuji

WRITTEN BY AstieChan

Tanpa menjawab apa-apa, Axel memutus sambungan telepon. "Shit!" makinya sambil menyentakkan kabel earphone yang terpasang di telinga. Ia memukul setir mobil sebagai sasaran kekesalannya.

Axel terpaksa kembali ke kantor meski sebenarnya ingin sekali pulang ke apartemen untuk memukul heavy bag sampai hilang semua amarah di dada. Tidak mungkin ia ikut cuti setengah hari seperti Mysha, William tak akan memercayainya.

Axel berusaha menenggelamkan diri dalam pekerjaan. Semakin sibuk maka semakin sedikit otaknya berpikir hal-hal lain yang memang ingin diabaikan. Sayang kenyataannya Axel justru menjadi sulit berkonsentrasi.

Kalimat terakhir Olivia terus terngiang di kepalanya. Mau tak mau membuat Axel itu mengingat-ingat lagi kebersamaan terakhirnya bersama wanita berkaki jenjang itu.
Sejujurnya Axel menikmati saat-saat bersama Olivia. Wanita itu sangat pas dengan seleranya. Penampilan fisiknya bisa dibilang sempurna, 9 dari 10 menurut penilaian Axel, otaknya berisi, dan supel sehingga menyenangkan diajak bicara. Wanita yang berkarier di dunia modeling itu pun sangat berbakat, tak heran ia menjadi model papan atas bukan hanya di Amerika tetapi juga di Roma dan Milan. Jelas menikah dan punya bayi bukanlah prioritasnya saat ini.
Axel melihat kalender meja di hadapannya. Baru dua minggu yang lalu, ia dan wanita yang menerornya itu menghabiskan waktu bersama. Bercumbu hingga satu sama lain kehabisan napas dan hasrat terpuaskan saat mereka berdua mencapai puncak di sofa ruang kerja ini. Tepat pada hari Michael menyodorkan CV seorang GM baru yang harus diterimanya.

Axel akui bukan sekali itu saja ia dan model cantik itu menghabiskan waktu bersama. Mereka telah berhubungan kurang lebih selama setahun. Meski sama-sama sibuk, mereka selalu bertemu setiap Olivia sedang melakukan peragaan busana rancangan desainer-desainer ternama di New York.

Namun akhir-akhir ini entah mengapa minatnya terhadap wanita itu tak ada lagi. Beberapa kali Olivia mengajaknya bertemu, tapi Axel tak mengacuhkannya. Hingga kini tiba-tiba ia mengaku hamil dan menuntut tanggung jawabnya. Bagaimana mungkin wanita itu hamil, padahal Axel selalu memakai pengaman.

Daniel resto at 7 pm. Kutunggu kau di sana, atau aku akan membeberkan rahasia ini pada pers.

Sebuah pesan singkat di layar tipis ponsel pintar itu sontak membuat CEO tampan itu semakin geram. Olivia mengancamnya, dan Axel tahu wanita itu mampu melakukan ancamannya. Axel tak mau berita ini menyebar. Untuk saat ini ia harus berkompromi dengannya.

Prove it! Kalimat Mysha kembali menggantung di ingatan Axel. Apa yang akan terjadi pada wanita itu jika mendengar berita ini? Mysha pasti akan menjauhinya. Padahal baru saja hubungan mereka mulai terbangun. Susah payah Axel berusaha mendapat kepercayaan gadis polos itu, ia tidak akan membiarkan siapa pun menghancurkannya. Mysha tidak boleh tahu.


Seorang karyawan restoran mengantarkan Axel ke meja yang sudah dipesan oleh Olivia. Wanita itu sudah memesan tempat yang terpisah dari pengunjung lainnya, sehingga mereka tetap mendapat privasi. Tak sulit bagi Olivia melakukannya, koneksi yang dimiliki tersebar di semua kalangan.

Ketika Axel tiba, di meja sudah terhidang ember berisi es dan sebotol wine, juga peralatan makan yang tertata dalam posisi terbalik. Olivia tampak memesona, riasannya begitu serasi dengan pakaiannya. Warna bibirnya senada dengan cairan merah di dalam gelas yang dimainkan oleh jari-jari lentiknya.

"Kau terlambat sepuluh menit, Sayang," sapa Olivia begitu Axel tiba. "Aku sudah memesan makanan untuk kita, seperti biasa."

"Aku sibuk. Cepat katakan maumu, aku tak punya banyak waktu." Axel berkata ketus.

"Sibuk? Kau selalu menggunakan alasan itu untuk menghindariku. Ada apa denganmu, Axel? Kau Tak pernah menjawab teleponku, bahkan mengabaikan pesan-pesanku," kata Olivia jengkel. Air mata menitik dari mata bulatnya.

"Ada apa denganku? Seharusnya aku yang bertanya. Kau terus-menerus menerorku dengan pesan-pesanmu. Don't kidding me, Baby! Menurutmu aku harus bagaimana?" sahut Axel frustrasi.

"Aku tahu kabar ini mengejutkanmu. Aku pun begitu. Aku tidak akan menuntutmu jika aku bisa mengatasinya sendirian." ujar Olivia sambil mengusapkan tisu untuk mengelap air mata yang berlinang.

"Bohong! Kau tidak mungkin hamil. Aku selalu memakai pengaman. Bagaimana mungkin aku memercayaimu?" geram Axel.

"Kau meragukanku? Atau karena kau sudah memiliki wanita lain, sampai-sampai ingin membuangku dan calon bayi kita?" Olivia tersedu. Lantas mengeluarkan sebuah amplop coklat bertuliskan nama rumah sakit. "Ini, bukalah!"

Axel mengambil amplop itu lalu membukanya. Surat pernyataan dokter dan foto USG terpampang menjelaskan umur janin di dalam kandungan. Rahang Axel mengeras menahan amarah yang entah harus ia tujukan untuk siapa.

"Ini tak ada hubungannya dengan wanita lain. Kau tahu, kita berdua sama-sama belum siap untuk punya bayi. Jadi kurasa -" Axel menelan gumpalan sesak di dadanya. "Kurasa sebaiknya kaugugurkan saja."

Olivia sangat kecewa mendengar pernyataan CEO yang menjadi most wanted para wanita lajang di New York itu. Wanita dengan iris mata berwarna hazel itu diam menatap tajam ke arah Axel. Dengan pandangan yang masih mengabur karena air mata, ia mencoba mencari kesungguhan di mata lawan bicaranya.

"Tega sekali kaubicara begitu. Aku tak menyangka ternyata kau seorang pengecut. Kau bahkan tidak mau bertanggung jawab."

"Maafkan aku, Olivia. Jika tanggung jawab yang kau maksud adalah dengan menikahimu, aku tak bisa. Aku belum siap. Tapi jika kau ingin merawat anak itu dan menuntut nafkah, tentu aku bersedia menanggung nafkah untuk kalian berdua."

"Brengsek kau, Axel! Aku tak butuh nafkahmu. Kau tahu penghasilanku lebih dari cukup untuk membiayai kehidupan mewahku. Ingat, aku bisa saja menyebarkan berita ini." Tanpa sadar Olivia mengeraskan suaranya, membuat beberapa pasang mata menoleh tak acuh pada mereka.

"Pelankan suaramu atau kita akan memancing para pemburu gosip!" Axel membekap mulut Olivia. "Maaf Olivia, kurasa pembicaraan kita saat ini tak akan menemui titik terang. Sebaiknya aku pergi, nanti aku akan menghubungimu lagi."

Axel meninggalkan Olivia tepat pada saat makanan pembuka dihidangkan. Olivia menatap punggung Axel yang semakin menjauh. Air mata yang semula menetes tiba-tiba disekanya kasar. Wajah yang semula terlihat berduka berubah dingin tanpa ada rasa cemas bergelayut. Matanya berkilat penuh amarah. "Akan kubalas kau, Axel!" ucapnya lirih.

Mysha sudah merasa lebih segar. Setelah makan siang tadi, ia tertidur cukup lama. Saat terbangun perasaannya jauh terasa ringan.

"Ya Tuhan, rupanya aku benar-benar sakit karena cinta," gumam Mysha sambil menatap kotak ginseng pemberian Axel.

Mysha memeriksa ponselnya. Ada beberapa panggilan tak terjawab dari Michael. Lalu ada pesan singkat yang juga dari Michael. Selain itu ada beberapa surat elektronik dari William dan sekretarisnya tentang pekerjaan. Ia membalas pesan dari Michael dan beberapa email yang mendesak.

Wajahnya kecewa. Nama yang dicarinya tak ada dalam daftar notifikasi di layar ponsel. Hatinya diliputi kerinduan. Sungguh aneh, padahal mereka baru saja bertemu siang tadi. Apakah Mysha sudah benar-benar menyerahkan hatinya untuk pria arogan, menantang tapi sungguh memesona itu?

Telepon saja dia. Bujuk hatinya.

Jangan! Jaga harga dirimu. Logikanya menolak.

Mysha menimbang-nimbang untuk menghubungi Axel lebih dulu. Sepanjang akhir pekan lalu Axel berkali-kali mengirimkan pesan singkat untuknya. Pria yang jarang tersenyum itu ternyata cukup ramah dan menyenangkan dalam percakapan di media sosial. Apa yang akan dipikirkan pria itu jika Mysha menghubunginya? Mysha takut mengganggu waktunya.

Mysha akhirnya menekan tanda Phone untuk menghubungi Axel. Logikanya lagi-lagi terkalahkan oleh dorongan hati. Berkali-kali ia merapal doa agar tidak gugup saat mendengar jawaban dari suara berat nan seksi. Satu kali... dua kali... tiga kali.

Terdengar nada panggilan, tetapi tak satu pun juga dijawab. Mysha jadi khawatir jangan-jangan ia telah mengganggu waktu Axel.

"Bukankah ini sudah bukan jam kerja," gumam Mysha sambil melirik waktu di sudut layar ponselnya. Apakah ia sedang meeting dengan klien? Atau justru sedang bersama wanita lain?

Ini kesempatan terakhir untuk ikutan Giveaway di chapter 22 ^^

Tetap dukung CEO Project yaaa~~~

See you!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top