Dancing with CEO 20 - Dekapan Saling Mendamba

Mysha menolaknya.

Axel mengetuk-ngetukkan jari kesal di lengan sofa hitam berbalut kulit halus. Punggungnya diistirahatkan pada busa empuk sementara tangannya yang lain mengusap dagunya yang sengaja dicukur rapi. Dia sudah selesai membersihkan diri dan berganti pakaian. Dengan satu set tuxedo hitam, kemeja putih dan vest serta dasi berwarna perak, membuat penampilan Axel makin gagah. Tidak sia-sia memiliki koneksi butik dan make up artist papan atas. Semua keinginan Axel dapat disediakan dalam sekejap.

Pria itu menghela napas, melirik jam tangannya yang menunjukkan pukul setengah tujuh malam. Mereka akan terlambat. Mengutuki kekeraskepalaan Mysha yang menolak memakai gaun yang sudah dia pesan, pemilik butik terpaksa mem-fitting ulang pilihan gadis itu. Padahal, Axel yakin Mysha sangat cocok memakai gaun perak yang sudah disediakan. Gaun itu akan menonjolkan bentuk tubuh Mysha, dada yang ranum dan pinggul yang berisi. Axel menelan ludah untuk memadamkan gairah yang sudah tersulut.

Sial! Mengapa akhir-akhir ini mimpi-mimpinya dipenuhi dengan Mysha terbaring terlentang di bawah tubuhnya tanpa benang sehelai pun, dengan mata yang dipenuhi gairah dan bibir yang bengkak bekas ciuman panas.

"Axel." Sebuah suara membuat imajinasinya terputus.

Good grief. Sangat lucu kalau dia tidak bisa menahan di-

Axel kehilangan kata-kata ketika melihat sesosok wanita yang muncul di balik pintu. Rambut peraknya tersanggul elegan dan pulasan make up flawless yang menonjolkan bentuk wajah namun tetap natural. Bibir berwarna pink yang terlihat manis untuk dikecup, serta mata emas yang berkilau tanpa kacamata yang menghalangi.

Axel kehilangan napasnya.

Ketika pandangannya turun, leher jenjangnya tidak terhalang apapun, membuat Axel ingin meninggalkan jejak-jejak kepemilikan di sana. Potongan sweetheart menutupi ukuran dada yang Axel perkirakan berukuran 34D, sempurna sesuai seleranya. Baju itu sepertinya mudah untuk dilucuti, dia menilai. Pandangan Axel turun ke bawah di mana terusan gaun berubah menjadi legging hitam menutupi kaki jenjang Mysha, sementara kain transparan membentuk ekor gaun yang indah dengan brokat hitam elegan menutupi pinggirnya. Dalam hati Axel mengumpat, mengapa dulu dia bisa menghina makhluk cantik di hadapannya?

"Axel?" tanya Mysha sekali lagi, membangunkan Axel dari pikiran cara membuka legging itu dengan cepat. "Apakah aku terlihat aneh?"

Axel berdehem untuk menyamarkan dirinya yang sekali lagi menelan ludah melihat pahatan tubuh ideal di hadapannya, menahan diri untuk tidak menyeret Mysha ke bilik ganti baju dan bercinta di sana.

"Tidak," balasnya dengan suara yang lebih berat dari dugaan, berharap Mysha tidak menyadari percikan api yang sudah ditimbulkan. Apalagi dengan kondisi hubungan mereka yang mulai membaik. Axel tidak ingin Mysha kembali menjauh.

"Baguslah." Mysha tersenyum malu-malu membuat jantung Axel berdebar lebih kencang, membuat Axel merutuk dalam hati. Sejak kapan ada wanita yang membuatnya kalang kabut seperti ini.

"Ayo." Axel mengangkat lengan kirinya, mempersilakan Mysha menyelipkan tangan di sana.

Sesuai dugaan Axel, mereka terlambat. Walikota sudah menyelesaikan pidatonya dan para tamu sudah bersantap. Kedatangan Axel dan Mysha disambut oleh seorang pelayan yang memastikan undangan mereka. Di tengah lantai teratas sebuah gedung mewah yang disewa, dia dapat merasakan pegangan Mysha yang mengerat pada lengannya, menyadari rasa gugup yang dialami wanita itu. Ruangan dengan dekorasi kain merah anggur dan warna emas berisi artis dan para petinggi kota New York, wajah-wajah yang biasa ditemui di televisi. Axel sendiri dapat melihat beberapa pengusaha yang menghiasi sampul majalah Forbes di sana.

Wajar saja bila Mysha tidak nyaman. Tanpa sadar Axel menepuk pelan tangan Mysha dengan tangan kanan, memberi rasa tenang. Mata birunya menangkap kehadiran tuan rumah yang sedang berbincang dengan seorang senator dan segera menyapa pria setengah baya yang masih gagah dalam balutan tuxedo warna hitam, didampingi oleh seorang wanita yang tetap cantik di usia menjelang empat puluh. Dia berbasa-basi sejenak sebelum mengambil minuman yang sejak tadi dibawa oleh pelayan berkeliling ruangan.

Dirinya dan Mysha sedang menyesap mocktail ketika lagu mengalun pelan dan bagian tengah ruangan di kosongkan. Para pelayan dengan sigap menyingkirkan beberapa dekorasi sementara para tamu sadar diri dan segera menyingkir. Intro lagu Perfect dari Ed Sheeran melantun dan sang Walikota bersama sang istri adalah yang pertama kali turun. Mereka berdansa layaknya pasangan yang baru pertama kali jatuh cinta. Senyum tak lepas bibir mereka sementara para tamu memberi tepuk tangan ketika pria itu mengangkat istrinya sebagai bagian dari dansa.

Ada rasa iri menyusup dalam diri Axel melihat sepasang suami istri yang menikmati kebersamaan. Kehangatan dan rasa memiliki yang tidak bisa dia dapatkan dari semua hubungannya selama ini. Cara mereka tertawa, cara mereka memandang satu sama lain, rasa cinta yang terpancar dari kepercayaan untuk saling menjaga hati.

Suara tepuk tangan kembali bergema ketika satu lagu selesai dinyanyikan oleh seorang penyanyi yang sengaja diundang hari itu dan para tamu mulai bergabung dengan pasangan yang sedang berbahagia di sana. Tatapan Axel jatuh pada Mysha yang sedang memperhatikan sang walikota memeluk sang istri sambil terus melangkahkan kaki ala waltz. Wajah Mysha yang melembut membuat Axel bertanya-tanya apakah Mysha juga memikirkan hal yang sama, berharap memiliki pasangan yang menemani hingga usia senja.

"Shall we dance?" tanya Axel menjulurkan tangannya sambil tersenyum tipis.

https://youtu.be/SvvXsyFI3b8

Lagu yang sama mengalun ketika Mysha menerima uluran tangan Axel. Rasa hangat kembali memenuhi dada pria itu ketika dia menggenggam tangan mungil itu, terasa pas, sebelum meletakkan tangan yang lain di pinggang Mysha. Suara penyanyi mulai mengalun dan Axel memulai dansanya dengan langkah waltz sederhana. Mysha ternyata bisa mengikuti gerakannya.

"Bukan pertama kali berdansa, eh?" Lagi-lagi Axel menyunggingkan senyum.

"Aku pernah belajar untuk prom night," jawab Mysha menundukkan kepalanya.

"Siapa?" tanya Axel, menekan nada tajam dalam nadanya. Membayangkan ada pria yang menyentuh Mysha seperti dirinya saat ini membuat rasa sakit menekan dada.

"Ibu." Mysha masih menunduk dalam, tidak menyadari helaan napas lega yang keluar dari bibir Axel.

Axel memutar tubuh Mysha dengan tangan kanan sebelum kembali memeluknya, lebih dekat. Dia dapat merasakan napas Mysha mengembus lehernya sementara dia menyukai wangi tubuh wanita itu. Bagi Axel, hanya ada mereka berdua di tempat itu, ditemani gemintang, sama ketika pertama kali Axel membawa Mysha ke planetarium.

"You looks perfect tonight," bisik Axel di telinga Mysha.

"Thanks."

Senyum tipis kembali muncul di wajah Axel, menggunakan interlude lagu untuk mencuri kecupan pada tangan Mysha, kembali memutar tubuh mungil Mysha sebelum kembali berdansa waltz. Ketika lagu mendekati akhir, Axel sekali lagi menarik Mysha dekat, mendaratkan kepalanya bersandar pada pundak wanita itu. Dia dapat merasakan jantungnya berdetak keras, bersahut-sahutan dengan detak jantung Mysha. Malam ini sempurna. Tubuh wanita itu begitu pas dalam pelukannya, saling melengkapi, saling mengisi.

Alunan melodi berakhir. Mysha menarik diri dari pelukan Axel dan mengangkat wajahnya, menatap dalam ke arah lawan dansanya. Axel sendiri dapat melihat sinar di iris emas Mysha, entah sejak kapan mata itu memberikan sihir padanya, membuat dunia sekitarnya menjadi pudar. Axel mengecup puncak kepala Mysha lembut, melawan dorongan untuk melumat bibir berwarna pink itu.

"Sepertinya kalian sudah selesai." Sebuah suara membuat ilusi kesempurnaan hancur seketika.

Axel menoleh dan mendapati Michael sudah berdiri di hadapan mereka. Secara reflek pria itu menarik pinggang Mysha lebih erat ke arahnya, mempertahankan teritori, atau apapun sebutannya. Axel tidak suka ada pria lain menatap gadisnya seperti yang dilakukan Michael. Wajahnya seketika menjadi kaku dan dingin, menatap lawan dengan tajam.

"Wah, ternyata kamu datang, Mike," balas Axel, tersenyum miring.

"Tentu saja." Michael membalas tatapan Axel dengan senyum percaya diri. "Aku tidak bisa membiarkan wanita baik-baik seperti Mysha menghabiskan malam bersamamu."

"Aku tidak butuh bantuanmu untuk menjaganya," desis Axel.

"Katakan itu pada para wanita yang telah kamu tiduri selama ini, Axel." Suara Michael tetap santai tapi efek kata-katanya membuat Axel melempar tatapan khawatir pada Mysha. Dia tidak ingin wanita itu berpikir salah tentang dirinya.

"Itu bukan urusanmu."

"Tentu saja itu urusanku bila berhubungan dengan Mysha." Michael menoleh ke arah Mysha yang menatap ketakutan ke arah dua pria yang saling memancarkan aura permusuhan. Pria ramah itu tersenyum hangat, berusaha mencairkan suasana. "Mysha, aku bisa mengantarmu pulang, bila kamu tidak keberatan."

"Dia datang bersamaku dan dia juga akan pulang denganku," ucap Axel makin tajam. Alisnya berkerut dan tangannya terkepal.

Michael maju selangkah, masuk ke teritori Axel, menantang lawan bicaranya. "Itu bukan hakmu untuk memutuskan."

Axel menatap tajam ke arah Michael, melepaskan tangannya dari pinggang Mysha dan siap melayangkan tinju.

Plis puter lagunya Ed saat kalian baca bagian Mysha dan Axel dansa :3 cari WiFi kalo ga ada kuota hahahaha


Chapter kali ini kita sama-sama mengintip isi kepala Axel hahahaha~ Sebuah tantangan tersendiri untuk masuk ke kepala si CEO arogan itu. Sigh.

Gimana menurut kalian?

Btw, chapter ini di private. Jika kalian bisa membaca tulisan ini, terima kasih sudah follow kami ^^ Vote dan Komen kalian sangat berarti XD aku selalu baca semua komen yang masuk ^^ walau mungkin tidak semua kubalas karena keterbatasan waktu :'D

See you at Saturday! Kayanya bakal ada scene pukul-pukulan nyahahahahah!!!!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top