Confused CEO 25 - Tanya dalam Jiwa
WRITTEN BY Shireishou
"Kau sedang tidak enak badan?" Axel menatap Mysha yang tampak hanya memainkan pisau dan garpunya di atas daging steak Kobe yang lembut.
Wanita itu tersentak dan kembali fokus memotong secuil daging dan menyuapkannya ke mulut. Harus diakui, steak yang harganya bisa menanggung jatah makan Mysha seminggu penuh itu sangat enak. Kelembutan yang sesuai dengan kematangan sempurna. Namun, semua kelezatan itu sama sekali tak membuat wanita berambut keperakan itu bahagia. Ada perasaan resah bergelayut di batinnya.
Axel membawanya pergi cukup jauh ke sebuah restoran dengan gaya khas Amerika di era Koboi. Pria itu bahkan mem-booking sebuah ruangan privat khusus untuk mereka. Mobil mewahnya dijaga oleh dua body guard berbadan besar di tempat parkir.
Mysha tak bisa percaya bagaimana Axel rela repot-repot mencarikan restoran yang sesuai dengan seleranya. Daging steak ini pun dipesan khusus karena mereka biasanya hanya menggunakan daging sapi grade A di sini.
"Kalau steak-nya tak sesuai dengan seleramu, aku bisa pesankan sup krim jamur." Axel menghentikan makannya. "Sup krim di sini terkenal enak. Siapa tahu nafsu makanmu bisa kembali."
Ya Tuhan! Mysha kembali harus membaca semua doa yang diingatnya. Mendengar bagaimana Axel memperhatikannya, melihat bagaimana pria luar biasa tampan itu mengkhawatirkannya, jantungnya bertalu kencang. Bukankah harusnya Mysha menjadi wanita paling bahagia di dunia?
Mysha benci jika ia tak memahami perasaannya sendiri. Padahal seharusnya ini bukanlah sebuah masalah pelik. Namun, ia teringat tujuannya semula bekerja di CLD.
Ya ... Harusnya Mysha tetap berpegang pada tujuannya itu. Ia bisa masuk ke CLD setelah melalui banyak kesulitan bukan sekadar untuk mencari jodoh.
"Ada yang kau pikirkan?" Axel sungguh-sungguh ingin segera memesankan sup krim dan meminta Mysha memakannya. Namun, ia teringat bahwa sikap memaksa hanya akan membuat perempuan itu semakin menjauh.
"Eh tidak, Sir." Mysha menyesap jus jeruknya. "Mungkin Anda benar, saya sedang tidak enak badan." Ia bisa merasakan sekujur tubuhnya menggigil dan ngilu. Rasa nyeri seperti ditusuk banyak jarum kecil di penjuru badan. Meriang. Mungkin ini gejala awal ia terkena flu.
Terdengar helaan napas disusul embusan yang tak kalah lanjang. "Kalau begitu, aku akan pesankan sup. Setelah makan, kita pulang."
Mysha mengangguk. Ia merasa sup jauh lebih nyaman dimakan daripada steak gurih dengan rasa yang begitu kental.
Dengan berat hati Mysha menyingkirkan makanannya. Meminta pelayan membungkusnya meski Axel sempat mengerutkan dahi heran. Meski Mysha sedang tak enak badan, ia tak tega membuang makanan. Mungkin ia bisa menghangatkannya untuk makan malan di apartemen.
Sepanjang makan, Axel cenderung diam. Ia hanya menanyakan hal sederhana seputar makanan. Apa Mysha nyaman dengan supnya, perlukah membawa satu porsi lagi, dan perhatian kecil lainnya.
Mysha merasakan pikirannya semakin kalut. Axel memintanya makan siang bersama dengan dalih pekerjaan, tapi nyatanya sampai detik ini tak sekali pun mereka membahas hal itu. Mysha ingin secepatnya pergi dan kembali ke kantor. Memusatkan konsentrasinya pada tumpukan angka dan tabel-tabel di laptop. Melupakan sumber kegundahannya yang sedari tadi justru menatapnya khawatir.
"Yakin kau tidak mau membawa satu cup lagi?" Axel mengamati sup yang sudah licin tandas hanya dalam beberapa menit.
Mysha menggeleng tegas. "Saya sedang tidak ingin makan banyak-banyak."
Axel mengangguk maklum. "Baiklah, ayo kita pulang."
Axel mengangsurkan tangannya ingin membantu Mysha berdiri. Perempuan itu menyambutnya dengan ragu. Meski tak ada seulas senyum menghias, Mysha bisa merasakan kehangatan. Bahkan ketika mereka berjalan keluar restauran melintasi banyak pengunjung di mejanya masing-masing, Axel tanpa ragu merengkuh punggung Mysha seolah jika pria itu tak melakukannya GM CLD itu akan pingsan kapan saja.
"Tunggulah di mobil sebentar. I'll be right back."
Axel membimbing Mysha masuk ke dalam mobil dan membiarkan wanita itu beristirahat sejenak.
Axel mengeluarkan kacamata hitamnya dari saku jas. Dikenakan secepat langkahnya menelusuri trotoar menuju salah satu toko yang didominasi warna merah.
"Aku ingin gingseng terbaik di sini." Tanpa basa basi Axel langsung menyatakan keinginannya.
Tak lama Axel sudah menerima kotak merah yang cukup besar. Di dalamnya tampak gingseng dengan ukuran yang sangat mencengangkan.
Mysha tak tahu harus bicara apa saat Axel menyerahkan gingseng yang harganya pasti tak akan pernah bisa ia beli itu.
"I-ini?"
"Untukmu. Gingseng sangat bagus untuk menjaga kesehatan."
"Saya tidak bisa menerima barang semahal ini." Mysha menyodorkan kembali kotak merah itu. "Sungguh, Sir, saya berterima kasih atas perhatian Anda. Namun, saya tidak bisa menerimanya."
Axel mengambil kotak merah yang terus disodorkan ke arahnya, melemparkannya ke bagian belakang mobil. Tanpa melanjutkan bicara, ia memutari mobilnya dan masuk ke belakang kursi kemudi. Mobil pun dilajukan tanpa ada separah kata yang terucap.
Mysha tak bisa menjelaskan perasaannya sendiri. Axel tak melakukan bantahan bahwa dirinya telah lancang menolak hadiah mahal dari pria itu untuk kali yang kedua.
"Bukankah kita harusnya kembali ke CLD?" Mysha terkejut tatkala melihat mobil bergerak ke sisi lain.
"Kita akan pulang." Axel berujar tenang. "Aku akan mengantar ke apartemenmu. Kau cuti setengah hari."
Tanpa meminta persetujuan Mysha, Axel membelokkan kendaraannya menuju apartemen wanita itu.
"Apa yang Anda lakukan?!" Mysha nyaris menjerit histeris, tapi ia berhasil menguasai dirinya. "Saya harus menyelesaikan laporan dan menyerahkannya pada Mr. Davis A.S.A.P."
Tiba-tiba Axel menghentikan kendaraannya. Buku jari yang memegang setir memucat karena ia menekannya kuat-kuat.
Pria itu terlihat menghela napas panjang sebelum akhirnya melajukan kembali mobilnya tanpa mengindahkan protes yang terus dilancarkan Mysha.
"Demi Tuhan, Sir! Saya harus bekerja." Mysha tak juga beranjak ketika Axel sudah memarkirkan mobilnya di tempat yang seharusnya. "Mr. Davis meminta laporan saya A—"
"As soon as possible masih bisa besok!" Kali ini nada perintah terdengar jelas kala Axel membuka sabuk pengamannya. Mysha terdiam.
Satu lagi embusan napas terdengar keluar dari hidung Axel yang mancung sempurna. "Lihat mukamu begitu pucat. Matamu sejak di restoran sama sekali tidak fokus." Axel nyaris saja membelai wajah sepucat susu itu, tapi ia akhirnya memasukkan tangannya ke dalam saku."Sekalipun ke kantor, aku yakin kau tidak akan bisa bekerja dengan baik."
Mysha akui yang dikatakan Axel benar. Ini pertama kalinya masalah di luar pekerjaan bisa memgganggu konsentrasinya. Bahkan membuat Mysha jatuh sakit. Apa ini juga karena ia keluar malam dengan gaun pesta? Entahlah.
Tapi apa yang Mr. Davis katakan jika sampai ia tahu kalau GM baru CLD bisa sakit hanya karena masalah cinta?
Memalukan!
"Saya akan kembali ke kantor." Mysha bergerak hendak membuka pintu mobil, tapi Axel langsung menjulurkan tangannya dan menahan pintu yang menyebabkan wajah mereka saling berdekatan.
"Stop it! I mean it."
Mysha merasakan gelenyar itu lagi kala Axel berbicara dengan suara khasnya begitu dekat di telinga. Suara yang memabukkan. Mysha membeku.
"Aku bisa menelepon Wil di depanmu kalau kau mau. Dia pasti mengerti."
Mysha tak mampu menggoyahkan keinginan Axel. Wanita itu semakin mengerut ketakutan. Sikap defensif dan berusaha menjauh dari kontak fisik dengan Axel.
Menyadari gestur tak nyaman yang dilakukan Mysha, Axel langsung bergerak kembali ke posisinya.
"Sorry."
Mysha mendongak kaget mendengar seorang Delacroix meminta maaf. Perempuan itu menggeleng lemah.
Sungguh Axel tak mengerti kenapa Mysha selalu menjauhinya. Semua cara sudah dilakukan. Bersikap sopan, tidak memaksa, memberikan hadiah sederhana, lebih perhatian, dan banyak hal yang sebelumnya tak pernah ia lakukan pada wanita mana pun. Namun, semua seperti sia-sia. Bagaimana Mysha bisa begitu bertagan terhadap pesona mematikannya?! Dan itu membuat Axel terluka.
"Mengapa kau selalu menghindariku?"
Mysha terpana melihat sorot mata biru yang menyembunyikan duka.
Di ruangan pribadinya, Michael masih mondar-mandir dengan tidak nyaman. Pembicaraannya dengan William menambah masalah baru. Kaki jenjangnya terus menelusuri karpet beledu halus dari ujung ke ujung. Kopi hitam dalam cangkir kristal yang digenggamnya masih mengepulkan asap. Namun, satu sesapan pun belum mampir ke mulutnya.
Pertanyaan bergelayut tentang mengapa dirinya begitu tak acuh saat Mrs. Davis berniat menjodohkan Willian dengan Mysha terus bergaung di kepalanya. Membuatnya terus mencari jawaban pada perasaan yang dipintalnya sendiri.
Apa karena Michael menyangka bahwa William sama sekali bukan tipe yang suka dijodohkan sehingga ia merasa aman mereka tidak akan menikah? Atau karena ia tahu bahwa William tidak sebrengsek Axel sehingga ia rela melepaskan Mysha untuknya?
Tunggu! Melepas?
Michael menenggak kopi panas yang ada di tangannya dengan tergesa. Otaknya perlu disegarkan agsr bisa berpikir lebih jernih.
Sebagai pengacara, biasanya Michael bisa mendeduksi masalah lalu menyajikannya dalam persidangan demi mengungkapkan kebenaran. Namun, ternyata perasaan manusia itu jauh lebih rumit dari pada seluruh kasus yang pernah ia tangani. Ia seperti tersesat dalam labirin pikirannya sendiri. Semua terpusat pada wanita itu. Wanita dengan sinar mata keemasan yang membuatnya langsung merasakan keinginan untuk melindungi.
Bahkan, ia nekat membawa Mysha untuk menjadi GM melompati banyak manager yang sesungguhnya juga kompeten. Yah ... meski Axel pasti menolak semua keberadaan GM yang berusia di atas 40 tahun. Dasar brengsek!
Michael membayangkan jila Mysha berdiri di atas altar pernikahan bersama Axel. Rasanya ia ingin menarik wanita itu dari sana dan membawanya lari. Menjauh dari pria paling tidak menghargai wanita yang pernah ia kenal. Pria yang hanya mencari secuil kenikmatan dunia hanya karena ia diberkati kelebihan fisik oleh Tuhan.
Pria berkacamata itu menenggak habis kopinya gusar. Lalu jika ia berhasil membawa Mysha pergi, apa yang akan ia lakukan selanjutnya? Menikahinya kah?
Tidak.
Michael tak pernah membayangkan akan berdiri satu altar dengan Mysha. Mengucap sumpah sehidup semati dengan Mysha sama sekali tak terlintas di benaknya. Yang pria itu inginkan hanya melindungi gadis polos dari kota kecil yang mati-matian berjuang demi ibunya.
Michael akan memastikan bahwa Axel tidak bisa menyentuh Mysha dan mencampakkannya. Akan menjaga wanita berparas manis itu tidak terluka seperti banyak wanita yang pernah singgah di hati Axel.
Aku masih hectic ...
ASTAGA, APA BESOK BISA UP YA?!!!
*nangis kejer*
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top