CEO Games 30 - Menata Hati yang Terluka

WRITTEN BY AstieChan

Mysha terkejut sendiri dengan reaksinya. Apa yang telah ia lakukan? Menampar atasannya untuk kali kedua. Wanita itu menarik tangannya, kemudian menatap Axel dengan kecemasan yang berusaha disembunyikan.

Axel memegangi pipinya yang terasa pedih. Rasa pedih yang menjalar hingga jauh ke dalam hatinya. Dua kali ia telah merasakan tamparan tangan berjemari lentik itu. Jika yang pertama dulu, kabut dendam memenuhi hatinya, kali ini CEO tampan itu justru merasakan kepedihan.

Dia tak mengerti mengapa Mysha berubah begitu cepat. Pagi tadi wanita itu masih menanyakan kabarnya bahkan beberapa kali seperti ingin membuka percakapan yang sayangnya tak ia tanggapi. Sore ini Mysha bukan hanya mengabaikannya, bahkan menampar dan memilih pergi bersama pengacara sialan itu. Namun Axel menangkap sesuatu yang lain di mata keemasan gadis itu, ada kesedihan sekaligus amarah.

"Mengapa kau menamparku, Mysh? Aku hanya ingin bicara," erang Axel.

"Dia tak ingin bicara denganmu, Brengsek! Jauhi dia atau aku yang akan menghajarmu!" ancam Michael menjawab Axel.

"Aku tak ada urusan denganmu, Sialan!" balas Axel tak mengacuhkan  ancaman Michael. "Mysha, please jawab aku. Aku tak peduli jika kau menamparku seribu kali, tapi aku tak rela jika kau pergi dengan orang ini. Aku bisa mengantarmu!" serunya menuntut penjelasan dari Mysha.

"Kau...!" Michael mengepalkan tangannya, siap meninju mulut besar Axel yang terus memojokkan Mysha.
Melihat itu, Mysha yang awalnya bergeming angkat bicara. Ia tidak ingin ada keributan di kantor ini, apalagi yang melibatkan dua petingginya. Akan sangat memalukan jika para karyawan melihatnya.
Mysha menyentuh telapak tangan Michael yang terkepal lalu menggelengkan kepalanya sambil menatap Michael penuh harap agar pria yang biasanya selalu ramah itu tidak menuruti emosinya.

"Apa pedulimu, Mr. Delacroix? Mengapa aku tak boleh pergi dengan Michael sementara kau bisa berkencan dengan wanita cantik mana pun?" Mysha menjawab pertanyaan dengan pertanyaan.

Kata-kata Mysha menghunjam jantung Axel. "Damn!" ujarnya lirih.
Mysha melihatnya bersama Olivia tadi. Apa saja yang sudah diketahui wanita berkacamata itu? Axel tak berani memikirkannya lebih jauh.

"Kau salah paham, Mysh. A- aku bisa jelaskan," jawab CEO tampan itu.

"Cukup, simpan saja penjelasanmu untuk wanita lain!" balas Michael ketus.

Segera saja pengacara itu mengajak Mysha pergi menjauh, sebelum Axel membuat wanita itu kembali meneteskan air mata.

Axel menelan kekesalannya terhadap Michael. Namun pria bermata biru itu sadar, mengkonfrontasi Michael hanya akan membuat Mysha semakin menjauh. Ia tak ingin wanita yang kini didekatinya semakin marah. Tunggu, jika Mysha marah karena melihat dirinya bersama Olivia, bisa jadi karena wanita itu cemburu. Kata orang cemburu tanda cinta, artinya Mysha mencintai dia.

Axel merasa lega setelah memikirkan kemungkinan itu. Sebuah senyum tipis menggantung di sudut bibirnya. Ia akan segera meluruskan kesalahpahaman ini. Namun sebelum itu ia harus membereskan lebih dulu masalahnya dengan Olivia.

Axel mengendarai mobil mewahnya, berputar-putar tak jelas arah tujuannya. pria itu membutuhkan waktu dan sudut pandang lain untuk berpikir. Masalahnya dengan Olivia begitu pelik. Axel memutar otak menyusun rencana. Ia tak bisa bertindak gegabah, jika tak mau Olivia sampai membeberkan kehamilannya kepada pers.
Olivia wanita yang cerdas, berpengalaman, dan memiliki koneksi yang luas dari berbagai kalangan. Axel yakin takkan mudah menangani wanita ambisius itu.

Axel menekan fast dial nomor 5 di ponselnya.

"Daniel Resto, kutunggu di sana pukul 07.00 malam ini!" kata Axel tanpa basa-basi begitu suara lembut wanita di seberang menjawab teleponnya. Kemudian menutupnya tanpa menunggu jawaban.

"Masuklah, lalu istirahat," kata Michael ketika mereka tiba di apartemen Mysha.

"Thanks so much, Mike. Entah apa jadinya aku jika tak ada kau tadi," ujar Mysha sambil memasukkan kartu untuk membuka pintu apartemen.

"Apa kau baik-baik saja, Mysh? Wajahmu pucat. Apa perlu kutemani dulu?"

Mysha mengangguk kemudian tersenyum, meyakinkan Michael bahwa ia tidak apa-apa. "Aku tahu kau mengkhawatirkanku, tapi aku sedang ingin sendiri. I'm okay, Mike, hanya terlalu banyak menangis, mungkin." Cengiran Mysha membuat Michael ikut tersenyum.

"Baiklah, tapi ingat jika kau perlu bantuan, just call me and I'll come," ujar Michael. Setelah yakin dengan keadaan wanita yang sedang rapuh itu, Michael membelai wajah Mysha sebelum berbalik meninggalkannya.

Mysha merebahkan dirinya di sofa. Tubuhnya menjadi lemas karena hati dan pikirannya galau. Seakan seluruh gairah hidupnya hilang.

"Oh Tuhan ..." Mysha mengerang, mencengkeram kepalanya yang terasa berdenyut-denyut. Bayangan Axel mencium wanita itu kembali berputar di kepalanya. Air mata kembali merembes di pipinya, meski sebenarnya ia tidak ingin menangis lagi.

Ia mungkin bukan siapa-siapa bagi Axel, hanya gadis polos dari kota kecil yang ingin ditaklukkan untuk melengkapi rekornya mendapatkan wanita. Mati-matian Mysha menjaga diri agar tidak termakan oleh pesona pria yang mampu membuat setiap wanita bertekuk lutut. Ternyata hatinya tak juga kebal terhadap sihir pesona pria itu.

"Aku tak mau menjadi bukan siapa-siapamu, Axel. Aku tak mau jadi selingan bagimu. Sial... Entah mengapa meski kutahu kau bersama wanita lain, aku tetap merindukanmu. Aku benci di dekatmu, tapi aku tak bisa membiarkanmu menjauh. Aku harus bagaimana?" Mysha kembali terisak.

Axel memarkir mobilnya dengan layanan valet ketika tiba di restoran yang menyajikan makanan khas Perancis itu. Bangunan bertingkat yang memiliki banyak jendela itu, terlihat biasa saja dari luar. Lobinya diapit oleh tanaman hias di dalam pot-pot besar. Restoran itu sangat penuh pada jam makan seperti ini. Bagian interior restoran itu didominasi dengan lampu-lampu di dinding maupun langit-langit membuatnya menawan. Sebuah bar yang memajang berbagai minuman dari berbagai merk terlihat di salah satu sisinya.

Axel meminta resepsionis memilihkan tempat yang tidak terlalu ramai, agak tersembunyi, agar ia bisa bicara dengan tenang dengan Olivia.
Olivia datang tak lama setelah Axel duduk di mejanya.

"Apa kabar, Sayang? Apa kau sudah memesan makanan?" tanya  Olivia sambil menyentuhkan jemarinya ke rahang Axel.

Axel menggeleng. Ia memang tak berniat makan malam bersama Olivia.

"Kalau begitu biar aku yang memesankan." Olivia memanggil seorang waiter yang berdiri tak jauh dari meja mereka. Ia memesan semua makanan istimewa hari itu.

"Jangan pernah sekali-sekali lagi mencariku di kantor!" ancam Axel tanpa basa-basi. "Ikuti caraku, maka kau akan mendapat keinginanmu," lanjutnya.

"Bukan kau yang memegang kendali di sini, Axel! Jika kau macam-macam, aku akan mengirimkan ini kepada wartawan," balas Olivia. Ia memperlihatkan video saat Axel menyuruh Olivia menggugurkan kandungannya. "Beri sedikit air mata, maka wartawan dan para penonton akan berpihak padaku."

"Dasar kau ular licik, Olivia. Kau pikir aku takut dengan ancamanmu? Aku yakin bukan hanya aku laki-laki yang pernah tidur denganmu, Baby. Aku pasti akan bertanggung jawab jika benar janin di dalam kandunganmu adalah anakku. Kapan kau punya waktu? Kita akan sama-sama menemui Obsgyn(*)."

Olivia tak bisa menyembunyikan keterkejutannya mendengar pernyataan Axel. Wajahnya memucat, dan terlihat resah.

(*) Obsgyn adalah singkatan yang digunakan untuk dokter ahli Obstetri dan Ginekologi. Meskipun keduanya spesialisasi yang terpisah, sering digabungkan karena sama-sama berhubungan dengan sistem reproduksi wanita. 

++++++++++++++++++++++++++

YEAH! CEO project dah sampe chapter 30! Itu berarti genap 10 minggu atau 2,5 bulan sejak kami pertama kali nulis ini ^^ makasih buat para pembaca yang sudah memberi dukungan pada kami.

FYI, cerita ini udah memasuki babak tengah dari keseluruhan cerita :3 nantikan hal-hal yang lebih seru!

Jangan lupa voment ya ^^

See you at Tuesday!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top