CEO Fiancé 40 - Gaun Idaman
Mysha memainkan cincin di jari manisnya sambil mengulum senyum. Rasanya masih tidak percaya kalau dia sudah menjadi tunangan Axel Delacroix. Pria tampan, mapan dan menjadi incaran seluruh wanita di New York. Beberapa kali Mysha mencubit pipinya, memastikan bahwa semua ini bukan mimpi dan untungnya cincin indah itu masih tersemat di sana.
Seusai makan malam kemarin, Mysha diantar pulang oleh Axel walaupun Mysha tahu kondisi kesehatan Axel masih belum pulih. Hari ini pun, pria itu memaksa masuk walau Mysha meminta agar tunangannya beristirahat.
Tunangan ....
Astaga!
Mysha memekik dalam hati sementara rasa panas menjalar di wajahnya. Tinggal menunggu hari sampai dia resmi menjadi Mrs. Delacroix ....
Dering telepon membuyarkan lamunan Mysha, membuat GM itu terlonjak dari tempat duduknya. Mengatur napasnya sejenak, dia tersenyum sebelum mengangkat telepon.
"Miss Natasha, Anda ditunggu Mr. Davis di ruangannya sekarang."
Suara sekretaris William membuat Mysha kembali fokus pada pekerjaan. Mungkin William akan menanyakan tentang data untuk annual meeting atau laporan pajak akhir tahun. Mysha terdiam sejenak, memilah data mana yang kira-kira akan diminta. Dia sudah menyelesaikan hampir semua pekerjaannya jadi dia membawa semua daripada salah.
Dalam waktu lima menit, Mysha mendapati dirinya berdiri di depan pintu kayu dengan plat emas nama William di sana.
"Masuk."
Mysha membuka pintu dan mendapati William sedang duduk dan menandatangani beberapa berkas. Ruang kerjanya masih serapi yang Mysha ingat, hanya ada satu perbedaan di sana. Mesin kopi kuno yang pernah dia perbaiki berganti menjadi model terbaru. Mysha tidak ingin menduga berapa uang yang dikeluarkan untuk benda itu.
"Mr. Davis, saya sudah menyelesaikan rangkuman untuk annual meeting dan berikut ini adalah hasil pajak tahunan dari berbagai macam cabang CLD di seluruh dunia." Mysha menyerahkan tab miliknya kepada William.
Pria berambut hitam itu mengangkat kepalanya singkat dan menerima laporan, membacanya sebentar sebelum mengembalikannya. "Kirim salinannya ke surelku, aku akan membacanya lebih detail nanti." William memundurkan kursinya dan berdiri, membuat Mysha bertanya-tanya apa tujuan atasannya memanggil dirinya.
"Sesuai tawaranku kemarin, hari ini aku ingin mengajakmu mencoba kopi Luwak yang kudapat dari lelang kopi seminggu lalu." William berjalan menuju mesin kopi barunya. "Sekaligus memperkenalkanmu pada Nouva Simonelli Aurelia, mesin kopi resmi pada kontes barista sedunia."
Mysha mengerjapkan mata, bingung memandang antara mesin berbalut besi mengilap dengan tombol-tombol yang tidak dia mengerti atau melihat William dengan senyum tipis yang Mysha yakin memiliki daya pikat yang sama dengan milik Axel. Pria yang biasanya dingin itu tampak senang dengan mainan barunya, membuat Mysha mengulum senyum.
"Aku sudah meminta salah seorang barista temanku mengajari cara menggunakannya." William dengan cekatan mempersiapkan air panas dan cangkir, sebelum mengeluarkan kopi yang dimasukkan dalam wadah besi. "Sengaja aku memanggang biji kopi menjadi medium agar aroma dan kadar asamnya seimbang."
Mysha sendiri mengamati semuanya dalam diam, tidak tahu harus berkata apa. Namun dalam hati dia tidak bisa memungkiri kalau dia merasa bersemangat, tidak lama lagi dia akan menikmati aroma dari kopi termahal di dunia. Melihat William asyik dengan mesin kopi mahal itu juga merupakan pertunjukan tersendiri, membuat Mysha bertanya-tanya sejauh mana kecintaan pria itu pada kopi hingga rela belajar keahlian seorang barista, sementara Mysha sendiri hanya mengandalkan pembuat espresso otomatis di apartemennya.
Ketika tetesan terakhir berwarna hitam pekat menetes ke cangkir putih, aroma harum yang familiar menyapa penciuman Mysha, membuat wanita itu menghirup dalam wangi yang begitu menggoda. Tajam tapi tidak menyengat, Mysha kehilangan kata untuk menjelaskan. William mengangsurkan gelas putih kepada Mysha dan wanita itu menerimanya dengan dua tangan membuat mata Wiliam terantuk pada cincin yang melingkar di jari manis.
"Selamat." Dia menyesap kopinya tenang.
"Untuk?" Mysha menatap William bingung.
"Pertunanganmu dengan Axel," ucap William membuat Mysha terkejut dengan keberadaan cincinnya dan rona merah menjalar di pipinya.
"Terima kasih," balas Mysha pelan sambil meminum kopinya, menyembunyikan senyum.
"Apa kau sudah memberitahukan pada Axel tentang undangan Thanksgiving?" tanya William datar, Mysha tidak bisa membaca pikiran pria itu. Yang jelas atasannya itu tidak lebih senang daripada saat dia memperkenalkan mesin kopinya.
"Sudah." Mysha membiarkan indera pencecapnya dimanjakan oleh rasa yang begitu menyenangkan. Pahit, manis dan aroma wangi memberikan sensasi yang berbeda dari kopi manapun yang pernah dia nikmati. "Kami akan datang."
"Baguslah." William meminum lagi kopinya.
Terdengar ketukan di pintu membuat perhatian mereka teralih dan ucapan terputus dari mulut William.
"Masuk."
Pintu terbuka dan sosok Axel muncul dari baliknya. Senyum pria itu langsung merekah ketika melihat Mysha dan memosisikan dirinya di samping wanita itu, merengkuh pinggang Mysha erat membuat kekasihnya salah tingkah.
"Maaf mengganggu," ucap Axel ke William. "Tapi aku ingin minta izin untuk pulang lebih awal."
William mengangkat satu alisnya.
Axel berdehem. "Aku dan Miss Natasha bertunangan dan kami ingin mempersiapkan pernikahan kami secepatnya."
Kali ini mata Mysha yang terbelalak.
"Silakan." William meletakkan cangkir kosongnya ke atas meja dan kembali ke kursi kantornya. "Selama tidak ada jadwal meeting dan semua pekerjaanmu selesai."
"Semua jadwal sudah aku atur dan pekerjaanku sudah selesai. Terima kasih," ucap Axel.
"Kopi?" tawar William.
"Tidak, terima kasih. Aku ingin segera menyelesaikan urusan ini. Permisi." Axel menggiring Mysha keluar.
"Axel!" panggil Mysha tertahan, memandangi Axel menutup pintu ruang direktur seakan tidak bersalah. "Bukannya kita sepakat untuk tidak tergesa-gesa menikah?"
Senyum miring tersungging di wajah tampan CEO. "Memang, tapi tidak ada salahnya kamu memilih gaun pengantinmu. Lagipula definisi sebentar atau lama itu relatif."
Mysha memukul lengan Axel sambil tersenyum geli, merasa dikerjai. "Kenapa kau tidak bisa sabar?"
"Karena aku ingin menjadikanmu milikku seutuhnya," bisik Axel memandang lekat membuat jantung Mysha berdebar kencang. Rasa panas kembali menjalar di pipi Mysha dan rasa malu membuatnya memutus tatapan sambil menelan ludah, mengerti apa yang dimau pria itu.
"Ayo." Axel meraih tangan Mysha dan menggandengnya menuju lift.
Mysha terpana ketika Axel membuka pintu mobil dan membantunya turun. Di hadapannya berdiri sebuah butik yang khusus membuat gaun pengantin. Dari pajangan di etalase saja sudah bisa membuat mulut Mysha ternganga. Gaun mewah berwarna putih dengan kristal swarovski bertebaran memantulkan cahaya matahari, bordiran yang rumit serta sulaman biru memberikan Mysha gambaran berapa harga yang harus dibayar agar bisa memakai gaun itu.
Axel hanya terkekeh pelan melihat reaksi tunangannya sambil membimbing Mysha masuk. Seorang pramuniaga menyambut mereka dengan wajah semringah memberi selamat dan menanyakan gaun seperti apa yang diinginkan.
"Anything, Mysh." Axel memandang Mysha serius, membelai pipinya lembut. "Kau adalah ratu di hatiku, tapi khusus di hari pernikahan kita, akan kupastikan dirimu menjadi ratu yang tercantik."
Mysha menahan napas. Seumur-umur dia tidak memimpikan akan menikah. Kegagalan hubungan kedua orang tuanya membuatnya tidak lagi berharap pada pria, tapi kini dia akan menikah dengan seseorang yang seluar biasa Axel. Jadi ketika berhadapan dengan kenyataan, wanita itu hanya bungkam. Matanya berkaca-kaca dan akhirnya dia menggeleng sambil tersenyum.
"Bagiku, asal aku bersamamu, itu sudah cukup."
Axel membalas dengan senyuman sambil mengecup pelan dahi Mysha. "Tapi tetap saja, aku tidak akan membiarkan hari istimewa kita menjadi biasa saja." Dia memberi kode kepada pramuniaga yang segera membawa mereka ke koleksi terbaik milik butik itu.
Mulut Mysha kembali ternganga. Gaun pengantin di hadapannya terlihat begitu megah. Rok yang melebar dihiasi oleh kristal beraneka ukuran memantulkan cahaya lampu membuat gaun itu terlihat begitu mewah. Mysha bisa membayangkan dirinya memakai gaun itu dengan mahkota di atas kepalanya, menjadikannya seorang putri seperti di dongeng-dongeng.
"Bagaimana?" tanya Axel penuh harap.
Mysha membalas tatapan Axel sebelum dia menggeleng pelan. "Tidak, aku merasa gaun ini berlebihan untukku." Mata Mysha menyusuri sekeliling hingga berhenti pada manekin yang menggunakan gaun berpotongan mermaid dengan punggung terbuka. Bordirannya rumit tapi elegan dan tanpa kristal berlebihan.
"Yang itu?" tanya Axel, bisa menduga pilihan kekasihnya.
Mysha mengangguk sambil tersenyum.
Axel menarik tangan Mysha dan mengecupnya pelan. "Cocok sekali."
Pria itu hendak berbicara pada pramuniaga untuk membiarkan Mysha mencobanya ketika rasa pusing menyengat kepalanya hebat, membuatnya limbung. Dunia seakan berputar terbalik dan pandangannya menggelap.
"Axel!"
SELAMAT TAHUN BARU!!! 🎉🎉🎉
Jangan lupa ikutan GIVEAWAY di part sebelum ini :3 bantu kami buat bikin trailer CEO Project yah ^^
Tetap support karya kami dengan vomment ya XD
Kira2 Axel kenapa ya? Kurang dimanjain? Makanya masih sakit? Wkakakkakaak
Oh ya, promo dikit cerita fantasyku akan terbit! Mumpung partnya blm dihapus, msh bisa dibaca di wattpad ^^
See you!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top