CEO Confession 26 - Pembicaraan Dari Hati

Mysha menahan napasnya ketika mendapati tatapan Axel yang terluka. Dadanya kembali berdebar melihat ekspresi lain yang ditunjukkan oleh pria itu, memberi rasa pedih seakan dia juga merasakan luka Axel. Wanita itu menelan ludah, berusaha menata kata untuk membalas.

"Ti-tidak, Sir. Saya tidak sedang menghindari Anda."

Tangan Mysha saling meremas di pangkuannya, berusaha menenangkan diri. Dia menimbang-nimbang apakah pantas dia mengutarakan ganjalan dalam dada, atau memilih tetap bungkam dan menganggap semua kenangannya dengan Axel hanyalah mimpi.

Terdengar desahan dari sampingnya, begitu putus asa, membuat Mysha menoleh.

"Kamu kembali berbicara terlalu formal, Mysh. Kamu sedang membangun jarak ...."

Axel benar. Mysha baru menyadari perubahan sikapnya. Kesunyian turun di antara mereka makin pekat, masing-masing disibukkan oleh pikiran dalam kepala, sampai akhirnya Axel membuka suara.

"Apa kamu mendengarkan ocehan Mike di pesta?"

Mysha tergelagap. Pertanyaan Axel tepat menghujam benaknya seperti pisau. Namun, walaupun dia ingin menjawab, lidahnya kelu. Apakah sopan dia mempertanyakan kehidupan pribadi Axel? Mysha berusaha sadar diri, kalau dirinya bukan siapa-siapa dihadapan pria itu. Hanya sekadar rekan kantor, yang mungkin juga sedang dipermainkan oleh Axel. Ketika Mysha melewatkan momen untuk menjawab, Axel mengacak rambutnya kesal.

"Sudah kuduga." Dia berdecak sebelum menatap Mysha tajam. "Lihat aku, Mysh!"

Nada menuntut dalam suara Axel membuat pandangan Mysha terantuk pada sepasang iris biru yang cemerlang. Sepasang mata yang menunjukkan kekalutan.

"Sejak aku mengenalmu, aku tidak lagi berhubungan dengan wanita mana pun."

Tanpa sadar, Mysha menganga. Dia berusaha mencari jejak-jejak kebohongan pada diri Axel tapi hanya ada kejujuran di sana, membuat jantungnya kembali berulah.

Apa maksud Axel mengatakan hal itu?

Harapan dalam benak Mysha kembali melambung. Apakah ini berarti dia adalah orang yang spesial di mata CEO tampan itu? Napas Mysha mulai memburu, sementara rasa hangat kembali memenuhi hatinya.

Tidak boleh!

Mysha berusaha mengikat kakinya pada daratan. Dia tidak boleh terlena begitu saja. Axel bisa saja sedang berusaha menjebak dirinya. Mysha menutup mata, memutus kontak dari manik biru yang menghipnotisnya dan menggeleng pelan.

"For God sake, Mysha!" desah Axel putus asa, mengusap wajahnya frustrasi. Ini pertama kalinya ada wanita yang membuat dirinya kalut dan Axel sudah kehabisan cara untuk memenangkan hati Mysha. Dia memukul setir mobil untuk mendapatkan ketenangan, membuat Mysha terlonjak kaget.

Untuk sesaat, Axel membiarkan wajahnya terkubur dalam lengan kokoh di atas kemudi. Mysha kembali menatap kedua tangan di pangkuannya. Bergumul antara pikiran dan hati. Apakah dia harus mempercayai Axel atau tidak. Segalanya akan lebih mudah bila dia melarikan diri dari tempat itu, menganggap semuanya tidak terjadi tapi bayangan Axel yang terluka membuat Mysha tetap tinggal. Wanita itu mencuri pandang ke arah Axel yang masih tertunduk. Hatinya hancur melihat keadaan Axel.

"What can I do, Mysh?" ujarnya pelan sambil mengangkat wajahnya, kembali menatap Mysha. "What can I do to make you believe me?"

Pertahanan terakhir Mysha roboh. Alis yang berkerut sedih dan bola mata yang berair membuat seluruh bisikan logika lenyap, meninggalkan hatinya yang berbicara, untuk memberikan Axel kesempatan. Jika Axel menunjukkan sisi terapuhnya, Mysha juga ingin mencoba mempercayakan sebagian hatinya pada pria itu. Perlahan, Mysha menyentuh tangan Axel yang tergantung di sisi kursi dan menggenggamnya hangat. Mata Axel membulat, tidak mempercayai gestur yang ditunjukkan Mysha. Ini pertama kalinya wanita itu bersedia menyentuhnya lebih dahulu. Axel merasakan dirinya meremang ketika kulit mereka bersentuhan. Aneh sekali, padahal biasanya dia yang membuat para wanita panas dingin. Ingin sekali dia menarik Mysha dalam pelukannya untuk merasakan lebih, namun dia menahan diri, terutama ketika dia melihat keseriusan di mata emas itu. Axel tidak ingin merusak momen yang sudah dia perjuangkan sekian lama.

"Prove it," ucap Mysha nyaris berupa bisikan. "Buktikan padaku kalau kamu bukan seperti yang orang lain katakan. Buktikan kalau kamu bukan seorang pria yang mudah mempermainkan wanita."

Genggaman Mysha melonggar, dia kembali melempar pandangan ke pangkuannya. "Jujur, aku takut untuk mempercayaimu, setelah semua yang aku dengar. Aku ... hanya tidak ingin menjadi salah satu wanita yang pernah hadir dalam hidupmu."

Dengan cepat Axel menarik kembali tangan Mysha dan membungkusnya dalam genggaman, mencegah jari lentik itu memutus sentuhan.

"I will, Mysh," ucap Axel penuh kesungguhan sebelum akhirnya dia tersenyum, membuat wajah Mysha terasa hangat dan memaksa dirinya menunduk untuk menyembunyikan rasa malu. "Aku akan mengantarmu sampai ke lift."

Axel melepas genggamannya dan segera membuka pintu mobil dan sebelum Mysha sempat bereaksi, pintu bagian sisinya terbuka dengan Axel berdiri gagah di sana, mengulurkan tangan untuk membantu Mysha keluar. Walau sempat ragu, akhirnya Mysha menerima uluran tangan itu dan segera saja, Axel membungkus telapak tangannya dalam genggaman sebelum menutup pintu. Tidak lupa dia mengambil kotak merah besar berisi gingseng.

Mereka berdua bergandengan menuju lift apartemen sementara Mysha mendapati bahwa beberapa kali Axel melirik ke arahnya sambil tersenyum tipis. Astaga! Kaki Mysha terasa lemas, mendapati bahwa senyum langka Axel hanya ditujukan padanya. Hatinya melambung tinggi, dipenuhi oleh rasa hangat dan gembira. Mau tak mau senyumnya ikut mengembang sepanjang langkah mereka.

"Istirahatlah," ucap Axel ketika pintu lift di depan mereka terbuka sambil menyerahkan kotak ke tangan Mysha. Ingin sekali dia membopong Mysha ke kamarnya, namun Axel menahan diri. Setelah segala hal yang dia lakukan, memaksa Mysha untuk mengikuti keinginannya adalah tindakan bodoh. "Besok aku akan menjemputmu."

Mysha menerima kotak itu sambil tersenyum geli. Jika tadi dia merasa gingseng berumur ratusan tahun itu berlebihan secara harga, kini dia merasa bahwa hadiah itu sungguh ajaib secara rupa. Belum pernah dia mendengar seorang pria memberikan gingseng pada wanita. Axel sungguh menarik. Mysha bertanya-tanya apakah Axel pernah bertindak sekonyol ini pada wanita lain, memberikan gingseng alih-alih bunga.

"Aku akan menunggumu, Axel," ucap Mysha ketika pintu lift menutup perlahan sambil tersenyum manis. Dia masih dapat melihat wajah terkejut Axel ketika mendengar dirinya memanggil pria itu dengan nama depan. Mysha tersenyum malu sambil menundukkan wajahnya, hatinya benar-benar dipenuhi rasa gembira, membuatnya ingin melompat di setiap langkah.

Axel masih tercenung selama beberapa saat, masih tidak percaya pada pendengarannya. Mysha memanggil nama depannya, tepat di saat yang tak terduga. Sekali lagi senyum merekah di wajahnya yang biasanya kaku. Rasanya aneh sekali, sebuah hal sederhana bisa membuat dirinya sebahagia ini. Padahal dia sama sekali tidak menyeret Mysha ke tempat tidur dan mencumbuinya habis-habisan. Dia bahkan tidak mendapat kecupan di pipi tapi hatinya meledak oleh rasa senang.

Pria itu menunggu sampai penunjuk lantai lift berhenti di angka sepuluh, meyakinkan diri bahwa Mysha sudah keluar dari kotak kecil itu sebelum dia kembali melangkah menuju mobilnya. Jam makan siang sudah berlalu dan tugasnya menumpuk tapi Axel bisa berjalan dengan langkah ringan bahkan bersiul kecil, sampai sebuah getaran dari ponsel membuatnya tersentak. Sebenarnya dari tadi benda itu bergetar, untung saja Mysha tidak menyadari karena terlalu sibuk menceritakan perasaannya dan Axel memang tidak ingin merusak momen mereka dengan mengangkat benda mungil itu. Kali ini pun, Axel tidak berminat menjawabnya dan membiarkan panggilan itu terputus. Namun, wajahnya pucat ketika membaca pesan pertama yang masuk di sana. 

"Shit!" umpat Axel melihat kata pertama yang muncul.

Seketika mood baiknya runtuh seperti menara kembar WTC. Jarinya langsung menekan fast dial kelima dan dalam sekejap panggilannya terjawab.

"Apa maksudmu mengirimkan pesan itu padaku, Olivia?!" ucap Axel tajam.

"Kamu tidak bisa menghindariku lagi, Axel," balas suara seorang wanita dari seberang sambil sesegukan. "Kita harus bertemu dan kamu harus mempertanggungjawabkan perbuatanmu. Aku hamil."

Yahoooo! Akhirnya aku bisa update!!! Tepat waktu pula!!! *Tebar confetti* sebagai ucapan selamat tolong tekan tanda bintang di bawah wkakakakaka

Makasih ya buat dukungan dan supportnya :'D aku jadi bisa ngetik dengan lancar XD hehehe

Kira-kira apa yang akan terjadi selanjutnya yah? :3

Mengingatkan saja, Giveaway ada di chapter 22 ^^ syaratnya gampang kok, kasih saran untuk cast axel hehehehe

Sebagai penutup, silakan menikmati kerecehan di bawah ini. See you!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top