38: Jadi Mak Comblang Makhluk Gaib
Melihat wajah Nadia yang terkejut membuat wanita itu tertawa dengan suara merdu. Tertawanya saja bisa membuat juri ajang pencarian bakat langsung meloloskannya ke babak final. Iya, semerdu itu.
"Jangan takut. Aku tidak bermaksud mencelakaimu." Wanita itu bergerak mendekati Nadia, lalu menjejakkan kaki ke dermaga. Dia mengibaskan rambutnya sebelum kembali menatap gadis yang masih ternganga.
"Aku Nyi Rara Kidul. Diminta oleh Kanjeng Ratu Kidul untuk membantumu."
Ekspresi Nadia berubah dari kaget menjadi tidak mengerti. Seluruh wajahnya tertulis pertanyaan, "Siapa?"
Melihat respon Nadia yang tidak sesuai dengan keinginan membuat senyum Nyi Rara Kidul memudar. "Kamu tidak pernah mendengar legendaku?"
Nadia menelan ludah. Dia merasa jika dia menjawab tidak, mood dari wanita di hadapannya akan memburuk. Di saat ini dia berharap memiliki telepati dengan Aidan untuk mengetahui nama-nama makhluk legenda.
Nyi Rara Kidul memajukan wajahnya, memandangi Nadia dengan seksama sambil memicingkan mata. Bau melati menguar dari tubuhnya. "Sepertinya kamu anak gunung, sampai tidak mendengar namaku."
Nadia memilih diam daripada salah bicara. Musuhnya sudah cukup banyak tanpa harus menambah satu lagi.
Wanita cantik itu berdecak. "Sayang sekali, Kanjeng Ratu dengan jelas memerintahkan aku membawamu ke pulau Krakatau dan melarangku untuk membawamu ke istanaku." Senyumnya kembali terulas membuat bulu kuduk Nadia berdiri. "Padahal, aku ingin sekali memastikan kamu mengenal dan mengingatku."
Mendengar keinginan Nyi Rara yang terus terang ingin menculiknya, Nadia tersenyum canggung.
"Terima kasih, tapi saat ini aku harus ke pulau Krakatau ...."
"Ya, ya, ya." Nyi Rara membalas dengan malas. "Kanjeng Ratu sudah menduga kamu membutuhkan bantuan. Aku akan mengantarmu. Kamu harus bisa menghentikan Dukun Kepiting sebelum perbuatannya menghancurkan seluruh Nusantara. Kerajaan Kidul juga sedang sibuk mempersiapkan perlindungan bagi warganya."
Wanita itu memandang Nadia dengan tatapan skeptis. "Menggelikan. Nasib seluruh negeri bergantung pada seorang anak muda. Dua, kalau kakakmu dihitung."
Nadia berdecak tidak suka. Bukan keinginannya dia terjebak dalam masalah ini. "Apakah kamu tahu tentang Penunggu Gunung?"
Mata Nyi Rara melebar ketika mendengar nama itu. "Abdi dari Sang Hyang?" tanyanya dengan senyum lebar yang genit membuat Nadia menyipitkan mata.
"Tentu saja tahu. Dia adalah pria tampan yang memiliki kesaktian untuk mengendalikan dan memindahkan gunung. Aduh, aku hanya sekali bertemu dengannya saat Kanjeng Ratu membawaku bertemu Sang Hyang tapi aku tidak akan melupakan tatapan matanya yang tajam dan rahangnya yang kokoh itu."
Nadia menahan diri dari melontarkan ejekan pada Nyi Rara. Orang lagi patah hati malah dikasih suguhan cewek dimabuk cinta.
"Jadi, bisakah kamu mengantarku bertemu dia? Seperti yang kamu bilang, aku tidak bisa diandalkan untuk mengalahkan Dukun Kepiting."
"Idih, idih, kalau aku tahu di mana dia, aku sudah bakal ke sana buat ketemu." Nyi Rara mengembuskan napas menyesal.
Nadia memutar bola mata melihat kelakuan Nyi Rara yang tidak ada wibawa-wibawanya sama sekali. Mulutnya gatal melontarkan sesuatu untuk menampar wanita itu kembali ke realita yang kejam, sama seperti yang dia alami. Namun sebelum Nadia melontarkan kata pertama, tanah bergetar membuat Nadia limbung dan jatuh. Telapak tangannya yang dipakai untuk menahan tubuh, lecet.
"Waktumu semakin sedikit." Nyi Rara bergegas kembali ke laut. Kaki telanjangnya menjejak di atas permukaan air yang berbuih.
Sambil meringis, Nadia mengangkat kepala dan berdiri. Namun sebelum dia bergerak mengikuti Nyi Rara, matanya melihat ke arah cakrawala di mana awan hitam menggumpal begitu pekat naik ke angkasa.
Seperti asap kebakaran yang Nadia pernah lihat bertahun-tahun silam saat dia sedang melewati kompleks pertokoan yang dilalap api. Hanya saja, kali ini lebih tebal dan dia dapat melihat kilat dari dalamnya. Bulu kudu Nadia berdiri. Dia akan ke sana dan menghadapi makhluk dalam legenda yang berbahaya. Tanpa sadar, dia menggenggam kristal yang tergantung di lehernya erat, seakan meminta keajaiban.
Tapi tidak ada keajaiban yang terjadi.
Sama seperti Nadia pernah meminta perceraian orang tuanya dibatalkan, sama seperti Nadia berharap Rian balas mencintainya. Yang perlu Nadia lakukan adalah melaluinya entah bagaimana pun hasil yang akan dia terima.
Sambil menelan ludah, Nadia berjalan ke ujung dermaga tapi dia meragu ketika Nyi Rara memberi kode agar dia mengikutinya menjejakkan kaki ke atas air.
"Kamu tidak percaya padaku?" tanya Nyi Rara sewot.
"Ugh." Nadia mengerang sebelum pasrah. Dia menutup mata dan melangkah keluar dari keamanan dermaga.
Nadia menduga dia akan merasakan dinginnya air laut di selat Sunda tapi alih-alih tenggelam, gadis itu merasakan kakinya menjejak sesuatu yang seperti jelly. Dia membuka mata dan melihat buih yang dihasilkan dari ikan-ikan yang melompat di kanan kiri menopang bobotnya. Mulut Nadia menganga melihat spesial efek yang biasanya hanya dia temui di film.
"Kubilang apa." Nyi Rara tersenyum congkak sebelum mengayunkan tangannya bagai menari.
Nadia merasakan buihnya bergerak dengan kecepatan tinggi yang membuat Nadia merasakan angin berembus mengacak rambutnya yang terkuncir ekor kuda. Namun anehnya, dia tidak terjungkal ke belakang. Kakinya seakan ditahan oleh air laut, walau Nadia merutuk karena sepatunya basah.
Lima menit, itu yang Nadia simpulkan setelah dia mengecek jam tangan yang terlilit di tangan, jarak waktu antara dermaga pelabuhan dengan pantai pulau Krakatau. Cepat sekali. Seandainya saja Nyi Rara bersedia memberi tumpangan sejak perjalanannya dari Surabaya, tentu Nadia tidak akan membuang waktu dan saat ini dia bisa santai-santai menikmati liburan di rumah.
"Aku hanya bisa mengantarmu sampai di sini," ucap Nyi Rara ketika Nadia menjejakkan sepatu basahnya ke pasir. "Walau aku ingin sekali bertemu dengan sang Penunggu Gunung, tapi kesaktianku hanya berguna di laut. Sampaikan salamku padanya ya~"
Nadia tidak bisa menahan ekspresi sinis, tapi bagaimana pun juga dia sudah dibantu. "Terima kasih."
"Aku dapat merasakan kekuatan yang besar dari sana." Nyi Rara menunjuk ke arah gunung yang masih terus mengeluarkan asap hitam. Di tempat Nadia berdiri, matahari seakan sudah tenggelam. Awan gelap dan bau belerang memenuhi udara. Hawa panas membuat keringat membulir di pelipis gadis itu. Ini jauh lebih parah daripada di Merapi, menunjukkan tingkat bahaya yang berbeda. Ketegangan dan kegelisahan yang sempat hilang karena keasikan menyeberangi laut kembali merayap naik dalam benak Nadia, membuat jantungnya mencelus.
"Apakah di sana Penunggu Gunung?" tanya Nadia penasaran.
"Mungkin. Jika bukan pun, mungkin itu tempat Dukun Kepiting. Di sini panas sekali, kamu bisa gosong sebelum menyampaikan pesanku." Nyi Rara menyentuh dahi Nadia dan tiba-tiba Nadia merasa ada lapisan yang menghalangi hawa panas, membuat dirinya lebih nyaman. "Pokoknya jangan lupa sampaikan pesanku ke sang Penunggu Gunung! Bye-bye~"
Mata Nadia terbelalak memandangi Nyi Rara yang kembali menyelam ke laut. Kata-kata terakhirnya yang gaul membuat Nadia bertanya-tanya apakah Nyi Rara pernah menyeret orang zaman now ke bawah laut.
Nadia menepuk pipinya untuk mengembalikan fokus. Bukan saatnya mempertanyakan pergaulan makhluk dalam legenda sementara dia masih punya tujuan yang lebih penting. Matanya memandang ke arah yang ditunjukkan Nyi Rara. Firasatnya buruk. Dia mengirim pesan pada Aidan, memberi tahu bahwa dia sudah sampai ke pulau Krakatau dan saat ini sedang mencari sang Penunggu Gunung. Belum pesan dari Aidan membuat Nadia was-was, tapi dia memutuskan untuk terus melangkah.
Baru saja, Nadia berlari beberapa langkah, gempa bumi menggoncang membuat gadis itu tersungkur. Kali ini dia tidak cukup beruntung. Dagunya lecet hingga berdarah.
Sambil mengumpat dalam hati. Nadia membersihkan luka seadanya dengan air. Dia tidak membawa obat-obatan.
Gempa lagi. Nadia urung untuk bangkit berdiri. Ketika dia mendengarkan dengan sungguh-sungguh, itu bukan gempa biasa. Ritmenya seperti langkah kaki. Alis Nadia mengerut. Alarm bahaya berdering sunyi di telinganya.
"Akhirnya aku menemukan Kristal!!!" Suara menggema membuat Nadia mengangkat kepala.
Sesosok raksasa dengan tinggi lebih dari tiga meter berjalan ke arahnya sambil tertawa terbahak-bahak. Tanpa perlu melihat dua kali, Nadia tahu itu adalah raksasa dalam mimpinya.
Buto Ijo.
Saking semangatnya upload baru sadar kalau aku belum kasih author note haahhaha
Aku baru tahu kalo Nyi Roro Kidul sama Ratu Pantai Selatan itu dua entitas yang beda (tapi ada beberapa sumber yang bilang mereka satu orang sih). Well, sambil nulis aku jadi banyak belajar juga soal legenda Indonesia 🥺
See you next chapter!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top