3: Tragis! Cewek ini terpaksa bantuin gebetannya balikan!

Nadia langsung terlonjak bangun. Seluruh tubuhnya gemetar dan berkeringat dingin. Jantungnya berpacu kencang dalam rongga dada sementara mati-matian dia menahan tangis. Aidan dalam masalah besar. Nadia kini yakin bahwa yang dia lihat adalah visi. Tidak ada mimpi yang datang dua kali dan sejelas itu.

Masih dengan tangan yang gemetar, Nadia meraba-raba tempat tidur mencari ponsel. Rasa takut dan gugup membuat pikirannya kacau. Dia baru bisa menemukannya setelah waktu dua menit. Begitu benda pipih itu berada di tangan, Nadia mencari recent call dan mendapati nomor Aidan di daftar paling atas. Kegelisahannya langsung dibalas dengan suara operator yang menyatakan bahwa nomor yang dituju tidak aktif. Nadia mengulang tindakannya walau tahu itu sia-sia. Tangannya masih gemetar dan berkeringat, hanya keajaiban yang membuatnya masih bisa memegang ponselnya dengan benar.

Suara operator yang sama tetap terdengar dan Nadia melempar benda itu sembarangan di tempat tidur, membiarkan sambungan berhenti sendiri. Dia lalu memeluk lutut yang terbungkus selimut sambil menangis pelan. Rasa tidak berdaya membuat dirinya hancur. Ini bukan pertama kalinya dia merasa demikian, tapi ini yang terberat. Nadia hanya memiliki Aidan untuk bertukar cerita, termasuk segala keanehan pada dirinya yang tidak bisa dia bagi pada siapa pun. Hanya Aidan yang mengerti dirinya dan saat ini dia bahkan tidak tahu apakah kakaknya masih hidup atau tidak. Nadia merasa sendirian. Ayahnya bekerja di perusahaan tambang minyak dan sedang dinas ke luar pulau. Namun, bila ayahnya ada pun, tidak ada yang bisa Nadia bicarakan. Pria itu pasti tidak percaya dan tidak akan mau menghubungi sang ibu.

Gadis itu mencengkeram selimut dan menghapus air mata. Benar, sama seperti dia hanya memiliki Aidan, Aidan pun hanya memilikinya untuk diandalkan. Jika dia merasa lemah sekarang, kakaknya itu tidak akan punya harapan. Sejak kecil, walau dia adalah adik, Nadialah yang bertugas melindungi sang kakak. Itu alasan gadis itu mempelajari bela diri walau lebih menyukai lari. Nadia menenangkan diri dan berusaha kembali fokus. Aidan bergantung padanya. Dia tidak boleh lemah.

Jam di dinding menunjukkan pukul empat pagi, tapi Nadia merasa kantuknya hilang. Mungkin terlalu awal untuk kembali ke sekolah tapi dia memang punya urusan khusus dengan salah satu penghuninya. Gadis itu masuk ke kamar mandi sambil berharap Rian masih berada di sana. Pemuda itu satu-satunya petunjuk tentang kekacauan yang terjadi.

Bi Ida tidak berkata apa-apa ketika Nadia muncul di dapur lebih awal dari biasanya. Perempuan setengah baya berbadan besar itu hanya tersenyum dan menyuguhkan susu hangat selagi menyiapkan sarapan. Bukan pertama kalinya Nadia bangun pagi dan pembantu tua itu menyadari bahwa ada saatnya sang majikan tidak bisa tidur. Begitu pula dengan Pak Mun yang mengantar Nadia ke sekolah yang masih sepi. Ironis, bagi gadis itu, kedua asisten yang disewa oleh sang ayah lebih terasa seperti orang tua.

Nadia melangkah masuk ke gerbang, menyapa satpam yang memandangnya heran. Tidak ada siswa yang datang begitu pagi ke sekolah di hari penerimaan rapot, tapi karena Nadia beberapa kali meminjam lapangan sekolah untuk berlatih lari, bapak tua itu memaklumi.

Jam tangan berwarna merah tua milik Nadia masih menunjukkan pukul enam pagi, tapi gadis itu sudah berjalan menaiki tangga menuju kelas. Begitu dia melongok ke dalam dia menemukan Rian duduk di sebelah bangkunya seperti kemarin. Pemuda itu memandang Nadia datar. Nadia tidak bisa membaca ekspresinya.

"Ngapain pagi-pagi sudah datang?" ucap Nadia,memecah kehehingan seraya berjalan masuk dan meletakkan tasnya yang kosong di samping Rian. Hanya kebiasaan, walau hari ini tidak ada pelajaran. Rasanya aneh kalau ke sekolah tanpa membawa apa pun.

"Naon anu anjeun jaga?" balas Rian berusaha tak acuh.

Nadia mendengkus menghadapi sikap tak ramah Rian. Perlakuan pemuda itu berbeda sekali dengan kemarin. "Oh gitu, jadi sudah ga butuh bantuanku?"

Mendengar itu Rian langsung menolehkan wajahnya ke Nadia, membuat gadis itu tersenyum menang. "Tanpamu, aku bisa kembali ke tempat Sumbi," ucapnya berusaha memertahankan harga diri.

"Yakin?" Nadia duduk di samping Rian, berusaha mengabaikan detak jantungnya yang tiba-tiba cepat tanpa alasan. "Padahal aku ingin menawarkan kerja sama."

Rian menahan diri untuk tidak terlihat antusias tapi tidak berhasil. Matanya bersinar penuh ekspetasi. "Kamu mau membantuku?"

"Ya, tapi kamu harus bantu aku juga."

"Bantu apa?" tanya Rian mengerutkan alis.

Nadia terdiam sejenak sebelum menceritakan tentang mimpinya pada Rian. Tentang kakaknya, Aidan, yang dikejar oleh raksasa berwarna hijau dan tentang Kristal yang disebutkan oleh makhluk itu. Rian mendengarkannya dengan seksama dan terlihat kalau dia benar-benar ingin membantu Nadia, membuat gadis itu merasa bersalah karena mengabaikan Rian kemarin. Dalam hati, Nadia merasa lega dapat berbicara tentang kejadian aneh ini pada seseorang.

"Apakah raksasa ini termasuk salah satu legenda juga?" tanya Rian di akhir cerita.

Nadia mengangguk pasti. "Tidak ada raksasa yang hidup di zaman ini."

"Naon rencana anjeun? Apa rencanamu?" ralat Rian begitu dia sadar dia berbicara bahasa Sunda.

Nadia terdiam. Dia tidak punya rencana. Harusnya bagian seperti ini adalah bagian Aidan. Kakaknya itu selalu memiliki hal tersebut. Bahkan ketika mereka ingin membalas dendam pada tukang bully, Aidan yang mengatur agar anak itu dipermalukan di seluruh sekolah. Nadia hanya perlu melakukan apa yang disuruh oleh Aidan, stalking si anak sampai Nadia mendapat tahu kalau si tukang bully ternyata penggemar JKT48. Ketika Nadia menyebarkan foto kamarnya yang dipenuhi poster, anak itu kehilangan reputasinya sebagai preman sekolah. Sekarang Nadia yang harus menyusun rencana untuk menyelamatkan Aidan. Ini benar-benar di luar kemampuannya tapi dia tidak memiliki pilihan lain.

"Pertama kamu harus membantuku memastikan kalau kakakku baik-baik saja. Kedua, bantu aku untuk mencari Kristal ini. Aku curiga Kristal ini ada hubungannya dengan kemunculan kalian." Nadia mengacungkan jari telunjuk dan jari tengahnya pada Rian. Yah, Nadia tidak sepenuhnya memiliki rencana, tapi setidaknya dia punya tujuan. "Kalau kamu sudah ngelakuin ini, aku akan mengantarmu sampai ke ujung dunia sekalipun. Deal?"

"Deal?" tanya Rian dengan alis berkerut.

Nadia menahan diri untuk tidak memutar bola mata. Dia harus mengingatkan diri bahwa di depannya adalah relik dari masa lalu. "Maksudku, kita sepakat?" Gadis itu mengulurkan tangan untuk bersalaman.

Rian tampak kebingungan tapi dia ikut mengulurkan tangan seperti yang dicontohkan. Nadia menghela napas sambil meraih tangan yang terkesan kasar itu dan meremaskan. Ketika kulit mereka bertemu, Nadia merasakan seperti ada sengatan listrik yang mengalir. Dengan cepat Nadia melepaskan tangan Rian sambil menyembunyikan wajah merahnya dengan menoleh ke arah lain.

"Oke, setelah aku menerima rapot, kita akan berangkat." Nadia berdiri untuk menjauhi Rian, demi kesehatan jantungnya yang sejak tadi berdetak tanpa kendali. Sebuah kesalahan untuk berada dalam jarak dekat dengan Rian. Namun ketika dia hendak keluar dari kelas, dia baru ingat sebuah pertanyaan yang sejak tadi mengganggunya. "Rian, sejak kemarin kamu berada di sini?"

Pemuda itu mengangguk walau bingung. "Aku tidak memiliki tujuan lain dan dunia di luar sana penuh dengan benda-benda aneh. Aku nyaris tertabrak kotak besi."

"Tidak makan?"

"Aku makan rumput di halaman sekolah."

"What?! Seriously?" seru Nadia tidak percaya. "Aku akan mencari makanan untukmu. Kalo tidur?"

Rian menunjuk bagian belakang kelas di mana meja telah digeser hingga memanjang. Ada tumpukan kain seperti seragam di sana. Mungkin dia mendapatkannya dari gudang. Jelas pemuda itu berusaha membuat dirinya nyaman walau terbatas.

"Mandi?"

Rian mengangkat kedua bahunya. "Tidak ada sungai atau danau di sekitar sini."

Mulut Nadia langsung ternganga. "KAMU GA MANDI SEHARIAN?!"

"Aku pernah berhari-hari tidak mandi ...."

"ASTAGA! Setelah pulang sekolah, kamu HARUS mandi sebelum kita berangkat!" gelegar Nadia. "Pantesan dari tadi ada bau apek!"

Bagus, Nadia naksir orang yang kebersihannya diragukan plus bucin abis sama cewek yang lebih tua. Yah, walau tetap ganteng sih.


Mungkin jadwal updatenya kuganti jadi senin aja kali ya?

Hahahahaha aku menyerah update tiap rabu lol!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top