21: Keburu Tokoh Utama Prianya Ganti Nih
Nadia benar-benar lupa sama keberadaan makhluk yang satu itu, apalagi tidak ada tanda-tanda Rian sepanjang perjalanan. Ditambah kenyataan betapa genting keadaan mereka, membuat Nadia nyaris tidak memikirkan Rian selama satu jam terakhir. Nadia mempertimbangkan meminta Indra membantu mencari, tapi melihat kecepatan Indra mendaki, Nadia lebih membutuhkan napasnya untuk menyamakan langkah. Keong berpegangan erat pada jaket Nadia agar tidak jatuh.
Baru setelah mereka melewati papan besi bertuliskan "Goa Jepang", kecepatan Indra menurun. Dadanya naik turun berusaha mengumpulkan udara, namun keadaan Nadia lebih parah. Rasanya seperti habis ikut marathon. Gadis itu menunduk sambil berpegangan pada tembok tebing.
Indra menawarkan botol minum pada Nadia yang segera habis diminum.
"Aku bawa lebih, kamu bisa ambil di dalam backpack," ucap Nadia sambil mengelap sisa air di mulutnya dengan punggung tangan.
"Thanks," balas Indra sambil menurunkan tas dan mengambil botol air cadangan. "Kalau habis, aku tahu di mana sumber air yang bisa diminum."
Nadia mengangguk. Dia mengangkat kepala dan memandang sekeliling. Pintu masuk goa Jepang ternyata berupa tebing dengan mulut-mulut goa berbentuk setengah lingkaran berjajar. Hati gadis itu mencelus karena tidak menyangka yang disebut goa Jepang itu adalah kumpulan goa dengan banyak pintu masuk. Tidak terbayang kalau dia harus mencoba satu per satu untuk menemukan jalan yang benar.
"Ini tempat persembunyian tentara Jepang yang dibangun untuk melawan tentara sekutu bila mereka menyerang Indonesia. Selain di sini, mereka juga membangunnya di beberapa tempat lain seperti Batu, Bandung, bahkan sampai di Biak, Papua. Mereka membangun tempat ini seperti labirin dengan mengerahkan tenaga kerja dari para penduduk. Romusha, kalau kamu pernah dengar dari pelajaran sekolah." Indra menutup kembali botol minum dan menyimpannya di tas.
Ah, Nadia pernah dengar istilah itu di tengah-tengah rasa kantuknya mendengar ocehan bu Rini, guru sejarahnya. Supaya tidak terlihat memalukan, dia tetap mengangguk-angguk paham walau sebenarnya dia tidak mengerti apa arti Romusha.
Indra tersenyum ramah. "Apakah sudah baikan?" tanyanya mengamati napas Nadia yang lebih teratur.
"Iya ...," jawab gadis itu membuang botol kosong ke tempat sampah terdekat. Tempat itu sudah menjadi tempat wisata jadi tidak sulit menemukan jejak-jejak peradaban.
"Kita lanjut lagi--"
"Indra," panggil Nadia membuat gerakan Indra berhenti. "Aku mau minta tolong. Sebenarnya masih ada satu orang lagi yang menemaniku dalam perjalanan ini. Namanya Sangkuriang, biasa kupanggil Rian."
"Sangkurang dari Legenda Gunung Tangkuban Perahu?" tanya Indra mengangkat alisnya kaget.
"Iya, aku berjanji membawanya bertemu dengan Dayang Sumbi jika dia membantuku menemukan Kristal, tapi kami bertengkar dan dia menghilang."
"Dia bilang dia ke gunung Merapi lebih dulu," sambung Keong dengan sungut bergerak-gerak khawatir.
"Tapi kami sama sekali tidak melihat jejaknya ...."
Indra tersenyum. "Baiklah, setelah masalah ini beres, aku akan membantumu mencari--"
Ucapan Indra terpotong oleh gempa yang menggoncang tempat itu, disertai gemuruh yang berasal dari puncak gunung. Loncatan bunga api dari gunung Merapi bahkan terlihat dari tempat mereka berdiri.
"Apa yang--"
Nadia bahkan belum menyelesaikan kata-katanya ketika tanah kembali bergetar dan suara batu berjatuhan terdengar, kali ini berasal dari dalam goa.
"Ini buruk. Menurut pengamatanku, Merapi sudah Siaga tiga. Perkembangannya terlalu cepat." Alis Indra yang tebal menukik tajam, dia lalu melihat ke arah goa Jepang. "Dan ada kemungkinan terjadi goa runtuh di dalam ...."
Nadia menelan ludahnya. Ini buruk sekali.
"Tapi kita tidak punya pilihan lain. Dari deskripsimu, tempat mereka berada memang berada di dalam sana. Di sebuah cabang goa yang jarang dikunjungi wisatawan. Cabang goa itu memang mengarah ke perut gunung. Kita masuk?" tanya Indra memastikan Nadia siap.
Tanpa ragu gadis itu mengangguk dengan tekad baja. Dia harus menyelesaikan ini. Indra tersenyum melihat ekspresi Nadia.
"Ayo," ucapnya sambil melangkah masuk. Nadia mengikutinya.
Berbekal senter yang menempel di power bank Nadia, mereka menyusuri goa yang gelap total. Indra memimpin di depan. Entah mengapa, Nadia merasa aman berada bersama pemuda itu. Mungkin karena tubuhnya yang tegap dan langkahnya yang tegas atau hanya karena sudah lama Nadia tidak pernah memiliki seseorang yang bisa dia andalkan. Sejak kecil, dialah yang menjaga Aidan dari para perundung dan ayahnya yang lebih sering berada di laut lepas daripada di rumah membuat Nadia terbiasa menjaga dirinya sendiri.
Rian? Nadia ogah memikirkan pemuda egois tidak tahu diri sepertinya. Bisa-bisanya di saat genting, Rian justru menambah pekerjaannya.
Fokus, Nadia! Fokus!
Gadis itu menampar dirinya secara mental untuk memperhatikan keadaan sekitar. Dia tidak tahu seberapa lama dia berjalan menyusuri lorong gelap. Samar-samar, Nadia dapat mendengar tetesan air entah dari mana. Tangannya yang menempel pada dinding goa, merasakan tekstur halus, tanda bahwa goa itu buatan manusia. Bau jamur bercampur lumut dan udara dingin memenuhi rongga hidung. Langkah kaki mereka menggema, tapi selain itu, indera Nadia tidak menangkap hal mencurigakan.
Indra berbelok beberapa kali dengan yakin, mengarah ke goa dengan lebar lorong yang lebih sempit. Nadia bahkan sulit untuk bergerak karena kedua pundaknya bergesekan dengan dinding di kanan kiri. Indra bahkan sudah harus berjalan menyamping karena pundaknya lebih lebar. Goa itu bentukannya lebih natural dan kasar, sepertinya bagian yang belum benar-benar selesai pembangunan di masa lalu, lalu terbengkalai begitu saja tanpa pengembangan.
"Sebentar lagi," ucapnya sambil mendorong badannya melewati celah sempit. Baju koko putihnya kotor terkena debu tanah. Kopiahnya sudah jatuh entah di mana, menampilkan rambut hitamnya yang bergelombang.
Seandainya saat itu Nadia tidak sedang fokus dan hipervigilans, dia mungkin akan tertawa melihat tubuh besar Indra meliuk di antara bebatuan. Bahkan tubuh Nadia pun mulai kesulitan. Seusai melewati sebuah celah, akhirnya lorong yang mereka lalui terasa lebih luas. Nadia sudah nyaris pasrah kalau mereka harus putar balik dan mencari jalan lain. Sepertinya Indra benar-benar tahu apa yang harus dilakukan.
Baru saja Nadia hendak menghela napas, gempa datang lagi. Dia dan Indra harus berpegangan pada dinding yang tak rata agar tidak jatuh. Gempa itu terjadi selama lima detik dan Nadia dapat merasakan bebatuan kecil rontok dari langit-langit goa. Beberapa menjatuhinya, Indra dengan sigap menudungi kepala Nadia dengan tangan membuat gadis itu berdiri kaku di tempat.
"Kamu baik-baik saja?" tanya Indra memperhatikan Nadia, memastikan tidak ada luka.
Nadia menggeleng kaku. Rasanya malu diperlakukan seperti barang pecah belah oleh seseorang. Namun momen itu segera terhenti ketika terdengar gema suara orang berbicara. Indra segera memberi isyarat bagi Nadia untuk diam. Nadia mengangguk, dia memegang batang kayu di tangannya lebih erat. Suara-suara itu makin kencang. Indra mundur ke belakang, mendorong Nadia kembali masuk ke celah sempit.
Seratus meter di depan mereka, tampak cahaya api mendekat. Nadia dapat menangkap percakapan yang terjadi. Ada empat suara pria yang tumpang tindih, parau, berbicara menggunakan bahasa jawa kuno yang Nadia tidak bisa tangkap maknanya. Hanya kata "Kanjeng Ratu Dewi Galuh" yang dapat dimengerti.
Ketika mereka melintas, mata Nadia dapat menangkap aura merah gelap yang bengis dari sosok gempal hanya memakai kain kusam menutupi pinggang ke bawah. Melawan satu saja, Nadia tidak yakin. Bahkan bila Indra bisa bela diri sekalipun, mereka tetap kalah jumlah. Nadia juga tidak ingin tahu berapa banyak tokoh jahat yang sudah dibangkitkan oleh Dewi Galuh dan menyusul jika terjadi keributan.
Salah satu dari mereka membawa obor yang sinarnya menerobos masuk ke goa kecil tempat Nadia berada.
Jantung gadis itu berdetak kencang. Kini mereka melintas tepat di depan goa. Jika mereka menoleh saja, mereka dapat melihat sosok Indra yang berdiri di antara bebatuan..
Jalan terus, jangan menoleh.
Jalan terus, jangan menoleh.
Jalan terus, jangan menoleh.
Nadia mengulangi doanya bagai mantra dalam hati.
Semoga semesta tidak mengkhianati keberuntungan mereka.
PHEW BISA KELAR! Berikan aku semangat dong!
Mari kita vote lagi:
Nadia x Rian
Nadia x Indra
Jujur aku belum menentukan ending dari cerita ini karena belum ketemu yang sreg. Jadi yah, semuanya bisa terjadi HAHAHAHA!
SEE YOU!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top