20: Hati-Hati Tikungan Tajam
"Namaku Indra." Orang itu tetap mengangkat tangannya, menunjukkan bahwa dia tidak bersenjata. Nadia tetap waspada, tangan kanannya masih mengacungkan batang pohon.
"Aku cucu dari juru kunci Merapi."
Nadia mengerutkan alis. Matanya mengamati sosok yang masih berjarak lima meter darinya itu. Indra bertubuh tegap, agak sulit mengukur tingginya karena dia berada di anak tangga yang lebih rendah. Mukanya khas jawa dengan mata berwarna hitam yang tegas dan hidung bangir. Rambutnya hitam bergelombang dipotong pendek dan rapi. Nadia segera mengintip auranya, berwarna jingga pudar layaknya manusia. Tanpa sadar gadis itu menarik napas lega, dia sudah muak bertemu dengan makhluk-makhluk dalam legenda yang berniat jahat.
Perlahan, Nadia menurunkan batang pohon dan Indra melihat itu sebagai undangan untuk mendekat.
"Aku kemari karena disuruh oleh Mbah. Dia bilang, gunung Merapi sedang diganggu dan ada orang yang bisa menghentikannya." Indra berhenti sekitar semeter dari Nadia. "Kata Mbah, aku harus membantumu, jadi penunjuk jalan."
Pemuda itu menatap leher Nadia. "Sepertinya kamu sama dengan aku." Dia menunjuk ke arah Keong. "Temanmu yang di sana bukan dari dunia ini, kan?" tambahnya sambil tersenyum ramah.
Nadia menahan napas, sementara Keong bergerak keluar dari bayang-bayang tudung Nadia. Tidak menyangka bahwa ada manusia lain yang bisa mengerti jati dirinya selain gadis itu.
"Ha-halo ...," sapa Keong ragu.
Indra tertawa pelan, membuat Nadia lebih rileks. Ada sesuatu dalam nada suara pemuda itu yang membuatnya tenang. Mungkin nadanya yang ramah, atau suaranya yang dalam. Entahlah, yang pasti Nadia bisa mengembangkan senyum tipis untuk membalas.
"Tasmu terlihat berat. Aku bantu." Indra mengulurkan tangan sambil tersenyum.
Nadia segera menggeleng. "Ti-tidak perlu, aku bisa membawanya." Ada sengatan harga diri yang membuat Nadia enggan menyerahkan benda berat di punggungnya.
Indra mengangguk maklum. Dia tidak memaksa Nadia.
"Kamu indigo juga?" tanya Nadia ketika Indra berdiri sejajar. Ternyata Nadia hanya sebahunya.
"Orang luar menyebutnya dengan istilah itu, tapi di keluarga kami, kami menyebutnya ilmu titen. Kami terbiasa memperhatikan alam dan makhluk sebagai penjaga Merapi. Gunung ini adalah tempat keramat karena memberikan kehidupan juga bencana. Tanah yang subur adalah berkah dari gunung, tapi jika alam terganggu, manusia juga yang akan menderita."
Indra menatap ke arah puncak gunung dengan tatapan serius. "Sekarang ada orang yang berencana jahat dan membangkitkan murka gunung."
Nadia ikut memandang ke arah yang sama. Indra kemudian berjalan mendahuluinya. Nadia tidak punya pilihan selain mengikuti. Pemuda itu berjalan dengan langkah pasti tanpa keraguan, seakan tahu letak batang dan ranting.
"Hati-hati," ucapnya sambil mengangkat kaki lebih tinggi menghindari akar yang menjulur. Seandainya tidak diberi tahu, Nadia pasti sudah tersandung.
"Mbah bilang, Beliau mendapat pesan dari gunung, ada orang yang dipilih untuk mengatasi gangguan dan mendapat penglihatan bahwa kamu sedang di perjalanan menuju goa Jepang. Aku langsung menyusul ke sini."
Mata Nadia membelalak. "Dipilih?" tanyanya tidak percaya.
Rasanya berlebihan sekali. Nadia tidak pernah merasa terpilih. Sial iya, karena kemampuannya lebih sering membawa masalah. Seumur hidup, Nadia berusaha bersikap normal seperti anak perempuan lain. Kadang dia iri dengan kakaknya yang hanya bisa mendengar, setidaknya Aidan tidak akan melihat wujud mengerikan yang membuat darah Nadia mengalir terbalik sambil terus bersikap biasa-biasa saja.
Indra kembali tertawa. Nadia menyadari dia suka dengan tawa pemuda itu yang teduh, sama sekali tidak ada nada mengejek.
"Orang-orang seperti kita memang langka, jadi, anggap saja ini seperti kekuatan super seperti di film-film."
Nadia mendengkus. Separuh terhibur, separuh sarkastik. Namun, dia sadar kalau Indra pasti mengalami hal yang sama dengannya, apalagi kalau bergaul dengan remaja lain.
"Bukankah, kemampuan ini yang membuatmu kemari dan kita bisa berjumpa?" Indra berhenti dan menoleh. Dia memandang Nadia lekat selama beberapa detik di bawah terang sinar senter LED.
Mata Nadia mengerjap. Tatapan Indra yang dalam memberikan kesan kuat di benak gadis itu. Namun sebelum Nadia sempat mempertanyakan lebih dalam maksud pemuda itu, Indra sudah kembali melangkah. Nadia kembali mengikutinya dengan canggung.
"Apa yang membawamu kemari?" tanya Indra selagi mereka terus mendaki. Walau terkesan santai, langkah Indra cepat juga, Nadia agak kesulitan mengikutinya. Ketika Nadia sudah ngos-ngosan, Indra tampak masih santai, membuat gadis itu meragukan kemampuannya sebagai juara lari.
"Maaf, aku ingin kita beristirahat tapi sepertinya tidak memungkinkan, kekuatan jahat berkumpul makin kuat dan kita kehabisan waktu."
"Nggak apa-apa," sahut Nadia mengelap keringat dari dahinya. Dia sudah meneguk lebih dari setengah botol air mineral. "Kita memang harus cepat. Ada Kristal sakti yang harus diambil dari kakak dari Keong Mas yang culas."
"Keong Mas?" Indra menoleh sekilas dengan tatapan terkejut sambil terus berjalan. Tatapannya mengarah pada makhluk mungil di pundak Nadia sebelum kembali menatap ke depan.
"Iya. Kemampuan Kristal itu yang membuat tokoh-tokoh dongeng menjadi nyata, mengabulkan permintaan seorang anak kecil yang kangen sama ibunya." Nadia menjelaskan dalam sekali napas. "Tapi ada tokoh jahat yang ikut muncul dan salah satunya yang bikin masalah di Merapi. Anak kecil itu juga dalam bahaya, karena ditawan oleh Dewi Galuh, kakak dari Keong Mas."
"Aku curiga kakakku ingin membuat wujudnya menjadi nyata secara permanen dan menggunakan kekuatan Kristal untuk menguasai dunia ini." Keong menimpali cerita Nadia.
"Aku khawatir ...." Indra menoleh lagi, kali ini dia berhenti. "Nadia, kita harus cepat. Berikan tasmu padaku. Kita akan berlari."
"Hah?"
"Aku terbiasa naik turun gunung, jadi sudah terbiasa dengan udara tipis di sini." Pemuda itu berusaha menjelaskan. Sepertinya dia dapat membaca keengganan di wajah Nadia. "Jangan merasa lemah."
"A-aku nggak mikir gitu kok." Nadia merajuk sambil melepas tas hiking dan merelakannya.
Indra menerima sambil tersenyum geli melihat Nadia yang malu-malu. "Gunung Merapi memiliki energi yang sangat besar. Terkurung di perut bumi. Aku khawatir, Dewi Galuh menarik energi itu untuk menambah kekuatan Kristal. Jika itu terjadi, Merapi dan sekitarnya akan menjadi tempat di mana pengaruh energi Kristal paling banyak. Apa yang dikatakan oleh Keong akan menjadi kenyataan. Tempat ini, menjadi tempat di mana tokoh-tokoh dongeng menjadi nyata dan hidup, bahkan setelah Kristal itu hilang."
"Dan kakakku, akan menjadikan tempat ini kerajaannya ...." Keong gemetar ketakutan.
"Bisa juga dia membangkitkan tokoh-tokoh dalam legenda yang lain untuk jadi sekutunya ...."
Indra mengiyakan perkataan Nadia. "Kemungkinan itu juga ada. Peningkatan aktivitas gunung pasti dikarenakan Dewi Galuh sedang dalam proses menarik energi. Kita harus cepat. Jika gunung meletus, energi itu akan diserap oleh Kristal dan dia menjadi tidak terkalahkan."
"Kakakku akan membangun kerajaannya di atas puing-puing letusan dengan mengorbankan penduduk yang terlambat mengungsi ...."
Wajah Indra mengeras. Alis Nadia bertaut. Masalah ini lebih berat daripada yang mereka kira sebelumnya.
"Ayo kita bergerak. Aku tahu seluk beluk goa Jepang." Indra mempercepat langkahnya. Nadia mengikutinya sambil berlari.
"Dalam visiku, aku melihat Dewi Galuh dan anak itu berada di sebuah goa luas dengan aliran lahar merembes di bebatuannya," sahut Nadia di antara helaan napas.
Indra mengangguk. "Aku tahu tempatnya. Ikuti aku."
Selanjutnya mereka tak lagi berbicara. Hanya derik jangkrik dan langkah-langkah tergesa yang terdengar di jalan setapak sunyi. Nadia perlu sekuat tenaga mengejar Indra. Dia harus akui, kemampuan fisik pemuda itu di atasnya, mungkin setara dengan atlet nasional. Harga diri remaja itu terusik. Dia tidak boleh kalah, apalagi menjadi beban. Nadia menguatkan mental dan fokusnya, sama seperti saat dia di pertandingan besar.
Namun di sudut ingatannya, sebuah kesadaran mengetuk. Sepertinya dia melupakan sesuatu atau seseorang ....
ASTAGA! RIAN!!!
Kalo kalian jadi Nadia, kalian lebih pilih siapa? Indra atau Rian?
Btw, aku dapat banyak info menarik soal Juru Kunci selama riset kecil-kecilan untuk cerita ini hahahah ternyata Juru Kunci itu turun temurun dan merupakan abdi dalem dari kraton Jogja. Menarik nih.
Doakan hari ini bisa double update ya! 💪🏻
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top