18: Para Kakak yang Bermasalah :(
Keong, Rian dan Nadia duduk di lantai kamar single bed yang telah dipesan. Itu kamar milik Nadia sementara kamar Rian dibiarkan kosong. Kalau ditanya kenapa tidak memesan satu kamar saja untuk berdua, Nadia dengan yakin menjawab, "BAGAIMANA AKU BISA TIDUR?!!"
Sayangnya, keputusan bijaksananya akan terbuang sia-sia karena kemungkinan besar, malam ini, mereka akan naik gunung, menembus barikade karena baru saja mereka mendapat kabar melalui televisi di ruang umum losmen kalau status gunung Merapi sudah menjadi Siaga. Peningkatan yang tidak lazim ini menarik perhatian banyak orang, Nadia khawatir ini akan menghambat perjalanan mereka. Dia tidak ingin tertangkap di kamera saat mengendap-endap ke lokasi berbahaya. Jika ayahnya tahu, dia bisa habis. Pemotongan uang jajan hanyalah hukuman paling remeh yang akan dia terima.
"Apa yang kau lihat di visimu, Nadia?" tanya Keong yang berdiri di atas nakas di samping tempat tidur Nadia. Sungutnya bergoyang-goyang gelisah.
Nadia menceritakan detil visi yang dia lihat termasuk keberadaan anak kecil yang memegang Kristal, sang wanita berkebaya merah, serta di mana lokasi mereka berada. Rian mendengarkan dengan seksama sementara Keong terlihat makin gundah. Dengan kaki-kaki kecilnya, dia berjalan mondar-mandir di atas meja kecil itu.
"Dia kakakku," ucap Keong dengan sungut bergoyang-goyang ketika Nadia mendeskripsikan secara rinci wajah si wanita. "Dewi Galuh yang memaksa Pangeran Inu Kertapati menjadi tunangannya dan berkeinginan menjadi ratu. Ayahanda tidak setuju, lagipula aku dan Pangeran Inu saling mencintai."
Nadia mengangguk-angguk. Dia pernah mendengar cerita ini, Aidan yang sering berceloteh membuatnya mau tak mau ikut belajar tentang legenda di Indonesia.
"Dia harus dihentikan, Nadia." Keong berkata penuh tekad. "Kristal itu akan digunakan untuk hal jahat bila berada di tangannya. Anak yang kau sebutkan itu, mungkin akan dijadikan tumbal oleh kakakku untuk menambah kekuatannya. Lalu ... aku juga harus menyelamatkan Ayahanda dan Pangeran ...."
Bibir Nadia menipis ketika dia mengingat anak kecil yang muncul dalam mimpinya. Entah sudah berapa lama sejak kejadian di visinya terjadi, dia tidak tahu anak itu masih hidup atau tidak.
"Nadia ...," panggil Keong lirih. "Aku ... khawatir tujuan sebenarnya dari kakakku."
"Apa?" tanya Nadia was-was. Cara berbicara Keong membuatnya tidak nyaman.
"Kakakku seorang yang ambisius. Aku rasa, dia bukan hanya ingin menguasai kerajaan kami. Aku khawatir, dia menginginkan hal yang lebih."
"Seperti?"
"Menguasai dunia ini ...."
Keheningan turun di ruangan kecil itu. Nadia mengeratkan genggaman tangannya. "Kita harus segera bergerak."
"Aku setuju," sahut Rian, berdiri. "Kita bisa naik gunung sekarang dan mencari tempat di mana kakakmu dan nenek sihir itu berada."
"Nggak! Aku tetap nggak setuju kalau kita naik gunung tanpa persiapan!" sahut Nadia.
"Bukannya kamu yang bilang kalau kita harus bertindak secepatnya? Sebelum anak itu jadi tumbal?" balas Rian tidak kalah sengit.
"Lagian, kita nggak tahu di mana goa itu berada. Mondar-mandir tanpa tujuan itu berarti kita nyerahin diri ke musuh! Sebelum lomba ya harus siap-siap, cari tahu soal lawanmu. Bukan langsung menerobos."
"Aku seumur hidup tinggal di gunung dan hutan. Kamu harusnya lebih percaya sama aku!"
"Hutan dan gunungmu itu beda dengan zaman ini." Nadia merasakan amarahnya naik ke ubun-ubun. "Di zamanmu nggak ada yang namanya polisi atau petugas hutan, nggak ada namanya televisi, nggak ada HP. Kalau sampai kita ketangkap sama mereka, habis kita! Pokoknya aku nggak mau naik tanpa persiapan!"
Nadia menyambar ponselnya yang selesai diisi daya dan ganti mengisi daya power bank. "Kalian tunggu di sini, aku akan cari pinjaman alat-alat hiking dan beli persediaan makanan." Gadis itu mengambil dompet dan berdiri. "Mandi dan istirahat sana. Paling lama kita akan naik gunung sebelum matahari tenggelam."
Rian menarik pergelangan tangan Nadia yang hendak keluar kamar, membuat gerakan gadis itu berhenti.
"Apaan?" sahutnya sambil berusaha membebaskan diri.
Rian kukuh mempertahankan pegangannya. "Nad, kamu harus percaya sama aku. Aku bisa bawa kamu dan Keong sampai ke tempat Dewi Galuh dan Nenek Sihir."
Ucapan Rian membuat Nadia kehilangan sedikit kesabarannya yang tersisa. Dia menghentakkan tangannya hingga terlepas dari genggaman Rian. "Nggak ya nggak! Aku ga akan mempertaruhkan masa depanku ke orang kaya kamu! Kamu nggak ngerti apa-apa soal zaman ini!"
Kata-kata Nadia membuat Rian tertusuk. "Tapi aku tahu soal gunung dan hutan!"
"Terserah deh!" sahut Nadia kesal sebelum meninggalkan Rian dan membanting pintu kamar. Sepanjang perjalanan dari kamarnya ke luar, Nadia mengomel.
Kenapa sih, Rian begitu keras kepala! Jelas-jelas dia tidak mengerti apa-apa dengan zaman ini. Kelakuannya melempar diri di depan truk cukup membuat Nadia sadar Rian tidak sepenuhnya bisa diandalkan. Nadia tidak ingin kesempatannya untuk menolong Aidan dan anak kecil itu hilang hanya karena kenekatan seseorang.
"Bodoh! Bodoh! Bodoh!" omel Nadia selagi dia melintasi meja resepsionis.
Tatapan matanya beradu dengan pria yang membalasnya dengan anggukan sopan. Mengingat bahwa ada informasi yang harus dia gali, Nadia mendatangi si resepsionis.
"Sore, Mas. Saya mau tanya-tanya soal tempat wisata di kota Jogja, Mas." Nadia kembali memamerkan senyum termanisnya.
Si resepsionis membalas dengan senyum ramah. "Silakan, ada yang bisa saya bantu?"
"Anu, di gunung Merapi, ada goa yang bagus nggak?" tanya Nadia tidak yakin.
"Hmm? Oh, suka wisata alam? Ada goa yang namanya Goa Jepang Kaliurang. Cuma kalau kondisi kaya begini mungkin ditutup. Statusnya Merapi naik jadi Siaga. Jadi mungkin lebih baik jangan dulu." Si Resepsionis mewanti-wanti. "Ada banyak kok tempat wisata lain di Jogja. Bisa ke kraton atau ke tempat makan yang enak. Saya bisa kasih rekomendasi Nasi Timlo yang enak."
Nadia mengangguk-anggukkan kepala. "Makasih, Mas. Saya masih mau keluar cari supermarket. Nanti aku tanya-tanya lagi, ya."
"Sama-sama. Supermarketnya seratus meter dari sini. Bisa ke sana."
Nadia mengucapkan terima kasih sambil memperlebar senyum, sebelum berjalan keluar dari. Tangannya sibuk mengutak-atik ponsel, mencari jalur pendakian terdekat sekaligus tempat persewaan alat. Rasa dongkol masih bercokol erat. Beberapa kali Nadia mengambil dan membuang napas panjang untuk menenangkan diri. Trik yang diajarkan oleh pelatih larinya supaya Nadia tetap fokus dalam pertandingan. Dia bersyukur memiliki olahraga sebagai pelarian dan mempunyai coach yang mengarahkan dirinya dengan baik.
Omong-omong, Aidan belum ada kabar. Menambah rasa jengkel, kakaknya itu seakan-akan melupakan keberadaan Nadia. Yah, Nadia juga salah sih, nyuekin kakaknya waktu dia fokus belajar penyembuhan aura.
Apa Aidan membalas dendam?
Sambil berdecak, Nadia memutuskan untuk menelpon Aidan lebih dahulu. Nada sambung terdengar. Jantung Nadia berdetak kencang penuh ekspetasi.
"Ayo angkat, angkat!" gumamnya sambil mondar-mandir di depan losmen.
Aidan tidak menerima panggilannya. Nadia memutuskan untuk mencoba sekali lagi. Rasa khawatir menggelegak naik dalam benak.
Bagaimana kalau Aidan celaka? Bagaimana kalau Aidan sudah bertemu dengan raksasa lebih dulu?
Nadia menghentak-hentakkan kaki karena gelisah.
"Halo." Akhirnya suara Aidan terdengar dari ujung sambungan. Nadia langsung menghela napas lega.
"Hai! Masih hidup rupanya kamu!" sahut Nadia dengan senyum lebar.
"Apaan sih? Kayanya kamu senang banget kalau aku dimakan raksasa?" balas Aidan kesal. "Oh, kali ini kamu masih ingat aku? Nggak asik kencan sama si manusia danau itu?"
"Ish! Apaan sih! Masih untung kamu kuinget, dasar kakak bego!" Nadia masuk ke dalam GrabCar yang dia pesan. "Kamu sekarang di mana?"
"Aku lagi di danau Kembar. Ketemu naga yang terluka, dia kukasih janji manis kalau kamu bakal sembuhin dia, baru dia kasih tau di mana lokasi Kristal."
"HEH! SEENAKNYA AJA!"
"DIIIH BERISIK KAMU!" sahut Aidan sama sewotnya. "Gimana lagi? Kalau nggak gitu, dia ga mau kasih tau. Nanti kalo masalah ini sudah beres, kamu mampir lah ke Palembang, nanti kita ke sana bareng buat sembuhin naganya. Ayah sama Ibu pasti ngizinin."
Nadia meringis. "Bener juga. Ntar kalo sudah kelar ya, aku kudu ketemu kamu buat jitak kamu sampai puas!"
AIdan tertawa membuat perasaan Nadia ikut terasa ringan. Kakaknya baik-baik saja, itu yang dia katakan dalam hati, memberikan tujuan bagi perjalanannya.
Kapan terakhir kali dirinya tertawa lepas? Nadia tidak ingat. Rasanya sudah lama sekali.
"Kamu sendiri lagi di mana? Sudah ketemu Kristalnya?" tanya Aidan. Sepertinya dia sedang santai. Nadia lega, karena sebelum ini Aidan terkesan terburu-buru.
"Aku lagi di Jogja." Nadia mengintip ke arah sopir yang duduk di depan. Dia sengaja mengambil tempat duduk di belakang karena ingin berbicara dengan Aidan secara lebih privat. "Kristal itu ada di gunung Merapi dipegang sama Dewi Galuh, kakaknya Keong Mas. Aku lagi persiapan ke sana," ucap Nadia separuh berbisik. Dari gelagat si sopir, sepertinya dia tidak mendengar percakapan mereka.
Nadia dapat merasakan ketegangan Aidan di balik sambungan. Suasana untuk sesaat hening, hanya terdengar keramaian kota yang teredam di balik kaca mobil.
"Hati-hati." Akhirnya Aidan berkata. "Ingat, jangan sembarangan melangkah. Pikirin baik-baik tindakanmu, lihat dari berbagai macam sisi, baru ambil keputusan. Oke? Terus jangan mau digombali sama Sangkuriang. Aku tahu, kamu bucin-"
"HE!" seru Nadia tidak terima. "ENAK SAJA! SIAPA YANG BUCINI!!"
"Yah, kamu kan ga pernah punya pacar. Digombali sedikit langsung klepek-klepek!"
"Dasar kakak ga guna! Kamu sendiri yang kuper! Ga pernah temenan sama cewek! Jangan-jangan kamu yang digoda cewek sedikit langsung bucin!"
"IH! Seenaknya nuduh! Aku ini kasih kamu nasihat baik-baik!"
"Udah ah! Bete ngomong sama kamu!" Nadia mematikan sambungan telepon dengan kekesalan berkali lipat.
Kenapa sih, Aidan selalu seenaknya ngomong? Dasar kakak yang nggak ngerti urusan cewek!
Nadia gemas! Semoga saja dia lari terkencing-kencing dikejar Raksasa dan Nadia datang jadi pahlawannya. Pasti setelah itu, Aidan akan sembah-sembah sujud minta ampun.
Sambil menyunggingkan senyum, Nadia menatap jalanan sore yang ramai di kota Jogja, tanpa menyadari, saat itu, Rian sedang melakukan sesuatu yang membuat mereka berdua dalam bahaya.
YEY! UPDATE LAGI!
Kira-kira apa yang akan dilakukan Rian? Bisa nebak ga?
Hahahahah sampai jumpa di update berikutnya!
Edit: Aku ganti kota Solo dengan Jogja ya :D akibat riset dadakan aku baru sadar kalo ada yg salah hahahaah
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top