16: Kakak Ketemu Besar
Menyadari tatapan Nadia yang melongo ke arah televisi membuat Rian dan Keong pun mengalihkan pandangan ke arah yang sama.
"Kotak yang berisi macam-macam!!!" seru Rian membuat seluruh warung menoleh ke arah mereka, menyadarkan Nadia dari lamunan.
Cepat-cepat, gadis itu menutup mulut Rian dengan tangannya yang belepotan saus kacang. "Ssst! Ini bukan di rumahku! Jaga bicaramu!" serunya panik sebelum menebar senyum ke orang-orang di sekitar mereka. Beberapa bapak-bapak menggelengkan kepala sebelum kembali makan.
Rian mengangguk pelan tanda dia paham, baru Nadia melepaskan tangannya. Tatapan Nadia kembali terarah ke layar televisi yang kali ini menunjukkan suasana orang-orang sedang mengungsi. Mata gadis itu membelalak ketika dia melihat sosok-sosok familiar yang ikut tercampur dengan para penduduk. Orang-orang dengan aura berwarna-warni yang jelas bukan manusia. Jantung gadis itu berdetak makin kencang.
Apa yang sebenarnya terjadi di gunung Merapi?
"Mereka sama dengan kami, bukan?" tanya Keong pelan, hanya terdengar oleh Nadia dan Rian. Nada suaranya terdengar khawatir. "Mereka tidak terlihat seperti orang baik ...."
Nadia mengangguk dengan berat hati sementara berita di televisi telah berganti menjadi acara gosip. Dia kehilangan nafsu makan. Pikirannya penuh dengan pertanyaan apa yang sebenarnya terjadi.
"Jika aku dan Keong ada di sini karena kekuatan Kristal, berarti itu menunjukkan kalau gunung itu adalah tempat Kristal berada." Rian berkata hati-hati.
"Kamu benar," ucap Nadia pada akhirnya.
"Dan kakakku pasti berada di sana juga," sambut Keong lemah. "Dia membawa Kristal sakti itu ...." Kedua sungut binatang itu menunduk lesu. "Nadia, tolong antar aku ke sana, aku harus menyelamatkan Pangeran dan ayahku."
Ucapan Keong membuat Nadia kembali fokus. "Benar juga, aku mendapat penglihatan kalau Kristal sakti itu terjatuh di Jawa Tengah. Gunung Merapi terletak di Jawa Tengah!" seru Nadia antusias, seakan-akan dia baru saja menjawab soal ujian. "Kalau begitu kita sudah tahu harus ke mana setelah ini! Cepat habiskan makanan kalian, kita akan langsung berangkat!"
Mendapat suntikan semangat baru, Nadia makan dengan lahap, menghabiskan sisa makanan. Akhirnya, ada tujuan pasti dari petualangannya sejauh ini. Kalau benar Kristal tersebut ada di Gunung Merapi dan kakak dari Keong Mas yang memegangnya, Nadia hanya perlu merebut Kristal tersebut. Aidan akan lebih aman dan Keong Mas dapat pulang. Sekali lempar kena dua burung. Setelah itu, Nadia hanya perlu ke tempat Aidan dan membantunya mencari Kristal satunya. Apa pun yang akan terjadi berikutnya, mereka akan hadapi bersama.
Membayangkan itu, senyum muncul di wajah Nadia. Dia bahkan sempat menambah satu porsi pecel lagi. Lupa dia kalau dia harus jaim di depan Rian. Eh, tapi, pemuda itu juga makan dengan lahap dan menambah. Setelah perut terisi, Nadia harus menahan kantuk mati-matian dan memaksa diri untuk terus bergerak.
"Kamu yakin kita naik kereta besi?" tanya Rian ketika mereka hendak menuju angkutan umum.
"Kenapa?" tanya Nadia heran.
"Bagaimana kalau kita diserang lagi?" Pemuda itu memandang sekeliling waspada.
Pertanyaan itu membuat Nadia tertegun. Benar juga. Sementara ini mereka memang aman, sepertinya kabar kalau mereka berhasil kabur dari Bawang Merah dan ibunya yang jahat belum tersebar. Namun, Nadia tidak tahu sampai kapan keadaan berpihak pada mereka.
Jika hal itu terjadi lagi, Nadia tidak ingin berada di tempat di mana banyak orang menjadi korban. Belum lagi, kalau terjadi huru-hara dan orang-orang melihat makhluk dalam legenda muncul. Nadia mengerutkan alisnya, berpikir. Keterlibatan polisi atau pemerintah bisa berarti keadaan makin rumit. Dia pasti dianggap anak-anak dan dilarang ikut campur, padahal tidak semua orang bisa melihat apa yang dia lihat. Bukan tidak mungkin Aidan ikut terseret dan yang paling membuat perut Nadia mulas adalah kalau kedua orang tua mereka tahu bahwa Aidan dan dirinya membohongi mereka.
Lebih baik cari aman.
Gadis itu melipat tangan di dada. "Oke, omongan kalian ada benernya. Kita akan menyewa mobil."
Keong dan Rian menatap Nadia seakan-akan dia berbicara bahasa alien, membuat gadis itu mendesah kasar.
"Udah deh, kalian taunya terima beres!" Nadia kembali mengeluarkan ponselnya dan menyambungkan benda itu dengan power bank. Tak lama kemudian dia sudah berselancar di dunia maya mencari tempat persewaan mobil dan sekaligus rute terbaik menuju gunung Merapi.
Setengah jam kemudian, mereka sudah dalam perjalanan menuju Jogja. Nadia melihat saldo tabungannya yang berkurang, menyewa mobil dan sopir ternyata tidak murah. Untung saja, ayahnya memberikan uang jajan yang tidak sedikit sebagai ganti ketidakhadirannya dalam kehidupan Nadia. Mengingat itu, suasana hati Nadia memburuk, tapi menyadari privilage yang dia terima mempermudah perjalanannya, membuat gadis itu tidak sedongkol sebelumnya.
"Untuk apa kalian ke Jogja?" tanya si sopir membuka pembicaraan. Seorang bapak-bapak akhir tiga puluhan dengan kacamata dan kumis tipis.
Nadia memberikan senyumnya. "Iya, Pak. Mau mengunjungi orang tua." Dia menggunakan alasan yang sama karena malas berpikir.
"Berdua aja?" tanya si sopir berbasa-basi. Dia memandang Rian yang duduk di bangku belakang lewat kaca di dashboard.
Nadia mempertahankan senyumnya. "Dia kakak saya." Nadia terpaksa berbohong agar tidak menimbulkan lebih banyak pertanyaan. Dia dapat melihat si sopir tidak terlalu percaya, tapi memilih diam.
Kecanggungan memenuhi mobil yang melaju di jalanan lengang. Untuk mengisi kekosongan, bapak sopir menyalakan radio, tapi yang terdengar justru berita tentang gunung yang lain.
"Saat ini gunung Anak Krakatau sedang dalam status Waspada. Sejak kemarin gunung tersebut mengeluarkan awan panas setinggi satu kilometer di udara. Namun sampai saat ini belum ada perintah evakuasi ...."
Nadia ingin mendengarkan lebih lanjut tapi sang sopir segera mengganti saluran dengan saluran musik. Rasa penasaran Nadia pun berhenti di sana. Namun entah kenapa firasatnya berkata bahwa peningkatan status gunung Anak Krakatau ada hubungannya dengan gunung Merapi.
Mengapa ada dua gunung yang aktif di waktu nyaris bersamaan?
Merasa menemukan jalan buntu, Nadia menghela napas dan mengusir pikiran itu jauh-jauh. Biar Aidan saja yang sakit kepala memikirkan macam-macam, dia lebih suka langsung bergerak menghadapi segala sesuatunya.
Menjelang sore, mobil itu berhenti di depan sebuah losmen yang telah dipesan oleh Nadia secara daring, bersamaan ketika dia memesan mobil.
Ada gunanya juga dia menjadi anak yang kelebihan duit tapi kekurangan kasih sayang.
Nadia meringis mendengar dirinya berkata seperti itu di dalam hati.
"Kita tidak langsung ke gunung?" tanya Rian seraya turun dari mobil. Dia menatap rumah satu lantai bergaya kolonial dengan halaman parkir luas dan pepohonan rindang. Asri dan luas.
Nadia melambaikan tangan pada sang sopir yang melaju pergi sebelum berjalan mendahului Rian memasuki penginapan. Dia sengaja memilih tempat yang tidak terlalu ramai agar tindakan ajaib Rian dan Keong tidak menarik perhatian, plus memilih yang satu lantai agar Rian dan Keong tidak menjerit kalau naik lift. Nadia tiba-tiba merasa capek mental dengan kelakuan dua makhluk kuno yang menyertainya dalam perjalanan ini.
"Naik gunung itu ga gampang," balas Nadia sambil menekan bel memanggil resepsionis. "Kita ga bisa naik tanpa persiapan, apalagi kalau kita mau cari kakak Keong dan nenek sihirnya."
Rian tampak tidak senang dengan keputusan Nadia. "Bukannya tinggal naik saja?" balasnya tidak terima.
"Ga bisa!" kukuh Nadia. "Kita harus siapin bahan makanan, terus minum, terus masih ada perlengkapan lainnya seperti tenda, kompor, belum lagi survival kit. Aku akan cari tempat persewaan di dekat sini."
"Tenang saja, aku cukup ahli soal itu." Rian tersenyum lebar percaya diri membuat Nadia silau dengan ketampanannya.
Nyaris saja Nadia luluh kalau akal sehat tidak mengambil alih. "Nggak! Ini beda dengan hutan dan gunung yang kamu tahu. Udah deh, percaya saja sama aku. Aku juga pernah mendaki gunung bareng temen-temen pecinta alam."
Perhatiannya teralihkan pada seorang pemuda yang keluar dari balik pintu dan berjalan menuju meja resepsionis dengan senyum ramah menyambut mereka. Dia memakai kemeja batik dan celana hitam.
"Selamat datang," sapanya sambil mengatupkan kedua tangan di dada.
"Halo, aku sudah memesan atas nama Nadia--"
Kata-kata gadis itu terhenti di udara begitu saja. Pandangan Nadia menggelap total dalam sekejap dan hal terakhir yang gadis itu rasakan adalah dirinya yang jatuh ke belakang ke dalam kehampaan.
Hai hai! Sesuai janji, aku double update hari ini! Senang bisa fokus menulis lagi!
Semoga aku tetap bisa ngueng ngepot menulis kisah ini! Stay tune yah!
Edit: Aku ganti Solo dengan Jogja ya :D karena riset dadakan, ada kesalahan wkakaka
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top