1: Ketika Teman Sebangkumu Bukan Manusia

Nadia melewati pagar sekolahnya sambil terkantuk-kantuk. Seusai mengucapkan salam pada sopir yang sudah mengantarnya sejak dia berada di bangku sekolah dasar, gadis berkuncir ekor kuda itu berjalan gontai. Setengah hati dia menyapa satpam sekolah dan beberapa teman yang sepertinya kelebihan energi. Nadia tidak bisa menyalahkan mereka. Setelah memeras otak di ujian akhir semester, anak kelas dua SMA sedang merayakan kebebasan mereka. Masuk kelas hari ini juga sebenarnya hanya formalitas. Para guru sedang sibuk mengisi nilai sehingga anak-anak bebas melakukan apa saja selama waktu-waktu mereka di sekolah. Hanya beberapa yang tidak beruntung harus mengikuti remidi demi menyelamatkan nilai mereka yang di bawah standar. Nadia bersyukur, dia bukan salah satunya.

Gadis itu menyeret kaki untuk menaiki tangga menuju kelasnya di lantai dua. Sekolah katolik di bagian utara Surabaya adalah tempatnya menuntut ilmu, membuat Nadia berpikir kasian sekali ilmu, tidak bersalah tapi dituntut terus.

Nadia segera menampar dirinya karena melontarkan recehan tidak faedah itu. Sepertinya kurang tidur membuat otaknya semakin melantur. Mimpi semalam benar-benar menguras tenaga dan emosinya. Lebih sialnya lagi, mimpi itu tidak memberi petunjuk apa pun selain saudaranya dalam bahaya. Nadia otomatis kurang tidur karena setelah terbangun, matanya menolak untuk tertutup. Hal pertama yang dia lakukan adalah menghubungi kakak kembarnya, Aidan yang saat ini tinggal di Palembang. Namun, ponsel Aidan dalam kondisi mati. Tentu saja, itu jam tiga pagi.

Nadia sangat tergoda untuk mengetik, "Hai Kak, apakah ada raksasa yang mengejarmu?"

Pertanyaan bodoh. Dia bisa membayangkan wajah datar Aidan menghakiminya. Oleh karena itu, Nadia memilih menanyakan hal-hal remeh di jam tiga pagi. Terdengar sama konyolnya, tapi Nadia butuh sesuatu untuk memastikan bahwa sang kakak kembar baik-baik saja. Aidan berbeda dengannya. Pemuda itu tidak setangkas dan seberani Nadia. Si kutu buku itu bahkan dirundung oleh teman-teman sekelas dan tidak bisa melawan. Nadia kesal, tapi tidak bisa berbuat apa-apa.. Harusnya dia berada di sana, menemani Aidan, bukan hidup terpisah, apalagi ketika ada mimpi yang menggelisahkan seperti ini.

Nadia membuka ponsel dan mendapati pesannya bahkan tidak terkirim ke Aidan, membuat gadis itu mengumpat pelan. Kutu buku boleh saja, tapi tidak sampai menjauhi teknologi. Sambil menggerutu Nadia berjalan melewati pintu kelas yang terbuka lebar. Suasana di dalam kacau walau banyak temannya yang belum datang. Ada gerombolan cewek centil sedang bergosip dan terkikik geli, sementara salah satu teman prianya naik ke atas meja dan berpura-pura sedang konser. Nadia mendengkus pelan, keabsurdan mereka membawa dampak positif bagi pikirannya yang kacau.

"Huh?" tanya Nadia ketika menyadari bahwa ada tas sekolah asing yang tergeletak di bangku sebelahnya. Dia mengangkat kepala dan melihat Chris sedang duduk dua bangku setelahnya.

Ngapain tuh anak pindah tempat duduk?

"Oi, Chris!" sapa Nadia membuat pemuda ceking berambut jabrik itu menoleh. "Ini tasnya siapa? Kamu udah bosen duduk sama aku ya?"

Alih-alih tawa mengejek yang biasa dilontarkan partner in crime-nya, Chris malah mengerutkan alis. "Aku ga pernah duduk sebelahan sama kamu, Nad. Kamu sehat?"

Nadia langsung mendekati Chris dan menonyor kepala anak itu pelan. "Aku serius, ih! Semester ini kan kamu duduk bareng aku terus."

"Apaan sih? Kamu udah kena sindrom liburan?" Chris mengusap-usap kepalanya. "Belum apa-apa sudah oleng. Teman sebangkumu itu Rian! Tuh, anaknya!"

Nadia menoleh ke arah yang ditunjuk Chris dan mendapati seorang pemuda asing sedang duduk di sebelah kursi kayu bercat abu-abu tua, tepat di sebelah tas ransel Nadia yang berwarna biru dongker. Wajah pemuda itu kaku dengan rahang tegas dan hidung mancung. Bibirnya penuh dan tatapan matanya tajam, sementara rambut hitamnya yang acak-acakan dibiarkan tumbuh lebih panjang dari yang diperbolehkan. Nadia berani bersumpah kalau tidak ada orang yang masuk ke kelasnya. Walau sedang berbicara dengan Chris, dia berdiri menghadap pintu sehingga tidak mungkin ada orang yang lewat tanpa sepengetahuannya.

Bagaimana mungkin Rian bisa berada di sana?

Nadia menggelengkan kepala untuk mengusir pikiran-pikiran aneh. Namun ketika dia memfokuskan pandangannya ke Rian, dia menyadari bahwa tubuh pemuda itu memancarkan aura biru yang berpendar pelan. Nadia mengerjapkan mata beberapa kali.

"Kenapa diem aja?" goda Chris sambil menyunggingkan senyum jail. "Terpesona sama gebetan, ya?"

Secara reflek Nadia menonyor lagi kepala pemuda ceking itu hingga dia meringis. Nadia sendiri memutuskan untuk berpura-pura tidak melihat Rian dan duduk di ujung terjauh kursi. Namun, dia merasa tatapan Rian tidak lepas dari dirinya. Nadia bersikap tidak peduli dan berbicara dengan teman-teman lainnya. Dalam waktu singkat, gadis itu sudah terlibat pembicaran seru tentang pertandingan sepak bola antar klub Itali.

Tidak ada manusia yang memancarkan aura biru seperti Rian. Hantu mungkin, tapi kebanyakan aura hantu berwarna lebih gelap, seperti hitam atau merah marun. Nadia sering melihat mereka, tapi lebih sering dia berpura-pura menjadi gadis normal. Bisa melihat hantu, bisa meramal lewat mimpi, terdengar seperti tokoh utama serial televisi murahan yang ditonton oleh Bi Ida, asisten rumah tangga yang menjaganya. Nadia tidak pernah menyukai kemampuan itu tapi sampai saat ini, tidak ada cara untuk menghilangkannya. Semua cara melalui Google sudah dia coba bahkan, dia pernah nekat mencari orang pintar. Namun, yang dia dapati hanyalah murka sang ayah.

Bel berbunyi dan sang wali kelas berjalan masuk, seorang wanita bertubuh tambun yang memakai kemeja berwarna biru pucat dan rok yang kesulitan menampung pinggulnya. Anak-anak kembali tertib walau terdengar celetukan kecil di sana sini. Wali kelas itu hanya membacakan hasil remidi, menyampaikan pidato yang membosankan, dan memberikan arahan untuk pengambilan hasil belajar besok serta membagikan surat undangan bagi orang tua. Satu per satu anak maju ke depan begitu namanya dipanggil, termasuk Nadia. Semua itu berlangsung tidak lebih dari dua jam. Setelah wali kelas itu keluar, mereka sudah bebas untuk pulang.

Nadia bersiap untuk mengambil tasnya, ketika Rian tiba-tiba meraih pergelangan tangan gadis itu, membuat seisi kelas pecah karena sibuk menyoraki Nadia. Wajah manis gadis itu langsung memerah karena malu.

"Apaan sih?!" serunya sambil menyentak genggaman tangan Rian, membuat pemuda itu melepaskan pegangannya.

"CIEEEEE~~" seru Chris mengomandoi, membuat Nadia memelototinya.

"Aku perlu ngomong sama kamu," balas Rian dengan suara yang dalam, membuat detak jantung Nadia berpacu entah kenapa.

"TEMBAK! TEMBAK! TEMBAK!!!" Sorakan dari teman-teman terdengar hingga keluar ruangan, membuat beberapa anak kelas lain ikut datang karena penasaran.

Nadia makin kesal sementara kupingnya sudah merah sempurna. Gadis itu mengentakkan kaki ke lantai dan langsung berjalan cepat menuju pintu. Dia menatap dengan penuh ancaman kepada siapa pun yang menghalangi jalan, sesekali disertai gertakan gerakan tangan. Tidak ada yang berani main-main dengan pemegang sabuk biru Tae Kwon Do. Nadia segera menelpon sopirnya yang memang menunggu di warung tak jauh dari sekolah, untuk menjemput. Nadia harus segera menyingkir dari Rian. Dia bukan manusia dan itu berarti kabar buruk.

Rambut Nadia mengayun seiring langkahnya menuruni tangga. Ketika sampai di anak tangga terakhir, gadis itu berlari kecil menuju gerbang sekolah tapi, lagi-lagi sebuah tangan menahannya. Ketika Nadia menoleh, dia mendapati Rian sudah sudah berada di belakangnya.

"Dengarkan aku sebentar," pintanya memelas. Nadia menyadari nada suara Rian meliuk, bernada aneh yang tidak pernah dia dengar di Surabaya.

Gadis itu gamang. Dia memandang sekeliling dan menyadari kalau salah menjawab hanya akan membuatnya menjadi pusat perhatian. Jadi, dia memilih melepaskan tangannya dari Rian dan melipatnya di dada.

"Sebelum itu, jawab aku, siapa kamu?"

Rian terdiam sejenak. "Aku Sangkuriang dan aku butuh bantuanmu untuk mencari Dayang Sumbi."

Nadia merutuk dalam hati. Pemuda di hadapannya ini bukan hanya membawa masalah. Dialah masalah itu sendiri!

Gimana kalo kamu jadi Nadia? Didatangi cowo cakep tapi bukan manusia hahahahah

Hai! Maaf, aku harusnya posting ini hari rabu kemarin. Tapi life isn't being nice to me jadi begitulah hahahahaa

Pokoknya cerita ini akan update setiap rabu. Kalau ada yg kelewatan berarti aku akan double update heheheh!

Jangan lupa cek akun benitobonita untuk baca dari sisi Aidan hehehehe see you!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top