46 - Membongkar Sarang Penyamun
Rumah bercat putih itu terletak di pojok, pagar tinggi berwarna cokelat seolah membentenginya dari tetangga sekitar.
Vita melihat aksi satreskrim polres metro Jakarta Utara bekerja sama dengan polres metro Bekasi melakukan penggerebekan di rumah Rara dari kejauhan.
Menurut seorang tetangga yang ikut melihat penggerebekan bersama Vita, rumah kontrakkan itu baru dua bulan ini terisi lagi. Pengontraknya seorang laki-laki yang sering naik motor sport berwarna merah.
"Ih, Ibu mah nggak nyangka, Neng. Itu penghuninya ya ganteng, penampilannya juga modis kayak bintang sinetron Anak Jalanan yang ganteng-ganteng itu. Ah, sama sekali nggak ada tampang kriminal. Mana orangnya ramah, suka senyum kalau ketemu sama ibu-ibu di sini," katanya.
Wanita bertubuh gempal itu hanya menyengir. Dalam hati jiwa nyinyir-nya memberontak. Ya, wajarlah penipu berkedok baik, kalau tampangnya seram kayak preman siapa yang bakal terjerat tipu dayanya.
Vita kembali fokus dengan misinya untuk menyaksikan bagaimana polisi-polisi itu meringkus Rara a.k.a. Haikal Rahadian. Mata awasnya memicing agar lebih jelas melihat dari tempatnya berdiri.
Jantungnya berdegup kencang saat menyaksikan bagaimana polisi-polisi itu bergerak dengan taktis. Ia teringat film laga yang pernah ditontonnya bersama Luna. Namun, sensasinya kali ini sangat berbeda. Ia merasa adrenaline-nya terpompa dengan cepat.
BRAK!
Suara pintu depan didobrak terdengar kencang. Polisi-polisi itu melangkah masuk dengan pistol-pistol terkokang siap menangkap mangsa. Derap langkah sepatu pantofel menjejak lantai ke segala penjuru rumah.
"Clear," kata Komandan pasukan memberi perintah.
Pistol-pistol itu diturunkan dan kembali disarungkan.
Vita mendekati rumah putih itu, lalu menjulurkan lehernya ke atas pagar untuk melihat lebih jelas apa yang terjadi di dalam.
Saat itulah ia teringat untuk mengabari Regina. Disentuhnya logo telepon di kontak pada aplikasi WhatsApp.
"Halo, Regina."
"Ha-halo, Vit. Gimana Rara ketangkep, kan? Renald ada di sana?" Suara Regina terdengar gugup bercampur dengan isak tangis yang tertahan.
Vita refleks menggeleng seolah-olah mereka sedang bicara berhadapan.
"Rara nggak ada, Gin. Dia udah kabur pas rumahnya digerebek," jelas Vita sesingkat mungkin.
"A-apa?! Kabur ke mana? Dia pasti bawa Renald!" Regina menjerit histeris.
"Aku belum tahu. Polisi-polisi itu masih di dalam, kayaknya lagi nyari petunjuk dan bukti-bukti lain." Hening sejenak. "Eh, Gin, udah dulu, ya. Nanti aku telepon lagi begitu ada perkembangan. Ini polisinya keluar rumah, aku harus ikutin lagi," ujar Vita.
"Vit! Vita, tunggu!" sahut Regina yang langsung terputus karena Vita sudah mematikan sambungan telepon.
"Vita sialan!" umpat Regina sambil menjejalkan ponsel berlogo apel ke dalam tas Prada-nya.
Tatapan tajam suaminya membuat nyali wanita itu menciut. Namun, ia menguatkan tekad. Dia harus memberi informasi terbaru supaya Renald bisa segera ditemukan.
Regina berjalan cepat keluar dari ruang tunggu polres metro Jakarta Selatan.
"Mau ke mana?" tanya Armand galak.
"Ke bagian pengaduan. Aku harus tahu perkembangan kasus anak kita. Barusan Vita telepon, Rara kabur waktu rumahnya digerebek. Dia pasti bawa Renald. Aku nggak mau terjadi apa-apa sama Renald," jelas Regina.
Pria bule itu mengekor istrinya. Jangan sampai Regina bertindak macam-macam lagi.
Penampilan selebgram cantik itu benar-benar mengenaskan sekarang. Rambut panjangnya yang tergerai sudah kusut masai. Matanya memerah karena terlalu banyak menangis. Begitu pula dengan cuping hidungnya, merah akibat keseringan dipencet. Wajahnya terlihat kuyu meskipun dirias dengan make up waterproof.
Begitu memasuki ruang pengaduan, Regina menarik dengan kasar menggebrak meja kerja seorang polisi piket.
"Pak, cepat cari Rara! Dia ODP penipuan yang sering menguntit saya. Barusan teman saya bilang Rara kabur sewaktu rumahnya digerebek. Dia pasti bawa Renald," ujarnya sambil terengah-engah.
"Maafkan istri saya, Pak. Ia masih syok karena hilangnya anak kami," ucap Armand kepada polisi berkumis tebal yang mengerjapkan mata kebingungan karena saking terkejutnya mendapat rentetan ujaran mencecar dari selebgram itu.
Armand menahan lengan istrinya, agar tidak bertindak lebih kasar.
"Oh ya, bagaimana perkembangan pencarian anak kami? Sudah dua jam kami menunggu. Bahkan sampai saat ini juga saya belum dihubungi oleh seseorang yang meminta uang tebusan. Anak kami dalam bahaya, sementara kami di sini hanya diam saja menunggu," tambah Armand.
"Bapak, Ibu, saya harap tenang dulu. Sebaiknya Anda berdua pulang saja dan beristirahat. Jika ada perkembangan terbaru, tim kami pasti akan menghubungi Anda. Saat ini kami terus berusaha sebaik-baiknya untuk menangkap penculik putra Anda dan mengembalikan Ananda dengan selamat." Polisi piket itu berusaha menenangkan kedua orang tua yang sedang kalut.
"Gimana saya bisa tenang?! Anak saya diculik! Siapa yang menangani kasus Renald? Kalau Bapak nggak mau, biar saya yang beritahu kalau Rara membawa kabur Renald," kata Regina ketus.
"Bu, kasus penculikan Renald Smith sekarang ini ditangani oleh Bripka Eka Firmansyah, reserse kriminal senior Polres Metro Jakarta Selatan. Beliau sudah berpengalaman dalam menangani kasus kriminal, jadi Anda tidak perlu khawatir dengan kredibilitasnya."
Polisi piket itu menarik napas sejenak agar tetap tenang menghadapi wanita cantik yang emosional itu.
"Tim kami bekerja sesuai dengan prosedur. Penyelidikan kami lakukan dan kembangkan sesuai dengan laporan yang masuk dan barang bukti. Bripka Eka sedang berada di TKP untuk mencari petunjuk dan memeriksa saksi-saksi. Jadi saya harap Anda berdua lebih bersabar," jelasnya.
Regina sudah hampir membuka mulut lagi. Ia masih tidak terima jika informasinya diabaikan, apalagi fakta itu bisa membawa mereka menemukan Renald. Namun, suaminya menariknya menjauhi meja kerja polisi piket itu. Armand tahu hanya menunggu dan berdoa pilihan yang mereka punya saat ini.
"Apaan sih, Babe! Kenapa kamu malah tarik aku keluar?" protes Regina.
Pria blasteran Inggris-Indonesia berbadan tegap itu melepaskan lengan istrinya. Ia tentu akan menjawab ocehan wanita itu, jika ponselnya tidak berdering.
Dari sebuah nomor tak dikenal. Mungkinkah penculik itu meminta tebusan? Cepat-cepat ia menjawab panggilan tersebut.
"Halo!"
"Selamat malam. Dengan Bapak Armand Smith? Saya Bripka Eka, satuan reserse kriminal polres metro Jakarta Selatan, yang menangani kasus penculikan Renald Smith," jawab seseorang di seberang sana.
"Betul, Pak, saya Armand. Apa anak saya sudah ditemukan, Pak?"
Ada perasaan membuncah di dada Armand kala membayangkan putranya kembali ke pelukannya.
"Maaf, kami belum menemukan putra Anda. Saya menghubungi Anda karena memerlukan konfirmasi dan beberapa informasi tambahan. Nanti saya akan kirimkan video singkat dari rekaman CCTV keamanan mall yang diambil di area parkir mobil. Maaf saya putuskan dulu sambungan teleponnya."
Tak lama berselang muncul notifikasi WhatsApp. Sebuah pesan dari nomor yang belum ia simpan di kontaknya.
081234567891
(Mengirim video CCTV)
Apa benar anak kecil dalam video itu adalah Renald Smith, putra Anda?
Segera Armand men-download video tersebut lalu menontonnya bersama Regina. Ciri-ciri orang itu sama dengan yang disebutkan oleh seorang pramuniaga yang menghampiri mereka di mall tadi.
Begitu selesai menonton, pria jangkung itu segera menelepon nomor yang terakhir menghubunginya. Bripka Eka.
"Halo, Pak. Saya sudah menonton video tersebut. Anak kecil yang ada di video itu benar Renald, anak saya. Tapi siapa laki-laki yang membawanya? Apa sudah teridentifikasi?" Armand langsung mengonfirmasi begitu sambungan teleponnya terhubung.
"Kami masih terus menyelidiki siapa pelaku dan motifnya. Namun, kami sudah berhasil mengetahui jika mobil yang digunakannya adalah mobil sewaan. Kami juga sudah menyebar ciri-ciri pelaku dan nomor pelat mobilnya kepada seluruh jajaran polisi patroli." Hening sejenak.
"Omong-omong, apa Pak Armand punya dugaan siapa pelakunya? Atau Anda punya kecurigaan tertentu? Persaingan bisnis mungkin?" tanya Bripka Eka.
Armand terdiam, mencoba mengingat-ingat dan menerka siapa yang tega menculik anaknya. Pelakunya juga sulit dikenali karena wajahnya tertutup topi dan kacamata hitam.
"Hmm, saya sama sekali tidak punya dugaan mengenai siapa pelakunya. Dari rekaman video tadi pun saya tidak mengenali orang itu. Lalu soal persaingan bisnis, selama ini hubungan saya dengan rekan bisnis dan kolega sepertinya baik-baik saja. Tidak ada yang mencurigakan," jelas Armand.
Regina yang sejak tadi berada di samping suaminya dan menyimak percakapan telepon itu tiba-tiba mendekatkan wajah ke speaker ponsel Armand, dan berteriak.
"Sudah jelas penculiknya itu si Rara. Kenapa sih kalian nggak percaya!"
Pria berkulit putih pucat khas kaukasoid itu langsung menutup speaker ponsel dengan tangan dan menjauhkan dari jangkauan istrinya.
"Kamu ini apa-apaan, sih! Memangnya kamu punya bukti kuat? Kamu tahu bagaimana wajahnya Rara yang selalu kamu sebut itu?!"
Usai memperingatkan istrinya, Armand berjalan menjauh. Dia tidak ingin percakapannya dengan Bripka Eka diganggu lagi oleh Regina.
Di saat yang sama, terdengar dering telepon dari dalam tas Regina. Melihat nama yang muncul di layar ponselnya, segera ia menjawab.
"Iya, Vit. Ja-jadi Rara sudah tertangkap? Di mana? Gue akan segera nyusul! Renald pasti di sana, kan?"
Sebuah harapan menyala kembali di hati Regina. Sebentar lagi buah hatinya akan kembali ke pangkuannya.
Bener ga sih Renald ditemukan semudah itu???
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top