32 - Gelora Percumbuan Bibir
Berkali-kali Luna menatap jam dinding.
Duh, udah jam enam lewat lagi, ck! batinnya.
Kunyahan demi kunyahan terasa berat ketika ditelan. Matahari pun kian meredup di peraduan. Dirinya tampak tidak jenak makan malam berdua saja dengan Vita. Padahal jika tidak ada masalah yang tengah berkecamuk, ini adalah momentum yang ditunggu-tunggu bagi anak gadis itu. Ditambah sejak pulang tadi sore, Vita tidak menyentuh ponselnya selama bersama Luna. Kemajuan yang bagus, bukan?
"Nak, kenapa makanmu kok dikit? Mama udah masakin banyak loh buat kamu. Mumpung ini weekend kita bisa habiskan waktu seharian sampai minggu besok, kan?" Wanita orang tua tunggal itu hendak menyendok hidangan laut berkuah asam manis ke piring Luna, tetapi gadis itu menghalanginya. "Kenapa? Ga suka? Ga enak ya Mama coba masakin kamu seafood?"
Ada gurat kekecewaan dari Vita melihat Luna tidak begitu antusias dalam menyambut hidangannya yang tak murah itu. Padahal ia sudah rela mengambil tabungan lain untuk membeli bahan mentah seafood. Momen yang telah dipersiapkan demi merekatkan lagi hubungan Ibu dan anak. Sebelum benar-benar runyam.
Atensi Luna bercabang. Diam-diam ia melirik layar ponsel yang tersembunyi di antara kedua pahanya.
"Luna? Mama lagi ngomong kok dicuekin?"
"I-Iya?" Luna tersentak.
Vita memicingkan matanya. "Apa yang kamu lihat di bawah situ?"
"Enggak kok, maksud Luna kerang buatan Ibu enak kok. Cuma ini ... apa enggak berlebihan Ibu masak segini banyak? Nanti kalau enggak habis kebuang sayang, kan?" kilah gadis itu mengalihkan topik.
Vita mencium sesuatu yang aneh dari gelagat anaknya. Lebih-lebih respons yang tidak biasa Vita peroleh menimbulkan kecurigaan lagi. Namun, ia harus berdiplomasi dengan tenang. Tidak lagi menekan Luna. Apalagi dengan topik si teman misterius anaknya. Ya, Vita meyakini ada seseorang yang telah mengubah Luna-nya. Ah, untuk kali ini saja ia tidak ingin memikirkan jauh lebih buruk lagi.
"Ah, masa sih? Luna kan doyan makan. Hitung-hitung dari dulu Mama itu pengin banget masakin kamu makanan mewah ala restoran. Jadi, jangan malu dong kalau Luna mau habisin semua ini loh ya. Pokoknya ini spesial buat Luna," ucapnya mencoba tidak menyudutkan Luna.
"Makasih, Bu." Luna tersenyum simpul. Begitu Ibunya tampak relaks, ia pun mengajukan permintaan. "Bu, Luna minta izin main ke rumah temen boleh enggak?"
"Temenmu siapa? Dalam rangka?"
Luna menghindari kontak mata langsung dengan Vita. Ia pun memilih langsung beranjak mengambil alih piring kotor untuk dibawa ke bak cuci piring. Selain memikirkan nama temannya yang akan ia jadikan tameng.
"Itu, Bu ... Hani sama Siska. Aku mau diajarin mereka cara mainin piano organ buat kerja kelompok mapel Seni Musik."
"Kerkom kok tiap Sabtu?" Dahi wanita paruh baya itu mengernyit. Bagaimana ia merasa tidak aneh, Luna akhir-akhir ini kerap izin kerkom sampai malam.
Oke, sekali dua kali Vita tidak terlalu memikirkan. Oke, ia sedikit menyesal karena akhir-akhir ini atensinya juga tersita dengan aktivitas jejaring sosialnya di Wattpad dan grup online tiga rekan seperjuangan QUEEN WANNABE-nya. Sampai-sampai Luna selalu enggan untuk diantar kerkom ke rumah temannya. Luna seolah tidak pernah absen keluar rumah di akhir pekan dengan alasan kerkom. Jangan-jangan .... Astaga, pikiran Vita kembali meliar, tebersit membayangkan hal yang tidak-tidak.
"Jadwal hari H pentasnya emang mepet, Bu. Kalau enggak latihan rutin nanti gimana pas pentas di kelas? Ini pun ambil yang paling senggang ya Sabtu itu bisa barengan," timpal Luna berusaha meyakinkan Ibunya.
Vita manggut-manggut tanpa sadar, sebagian pikirannya masih bergelut dengan dugaan buruk apa saja yang dilakukan anak semata wayangnya itu. "Kapan pentasnya?" kejarnya kemudian. Mencoba menenangkan diri seraya berharap kalau Luna-nya masih mau jujur.
Luna gelagapan sejenak. "Ah, itu ... Rabu depan."
Vita diam sejenak, berpikir. Bagaimanapun ia cukup hafal susunan mata pelajaran kelas Luna. "Kok mendadak? Terus mapelnya digeser? Mama kira mapel Seni Musik hari Jumat."
"Ada acara khusus kok, Bu. Jadi terserah gurunya, kan?" dalih Luna tampak menyibukkan diri dengan mengelap perkakas makan dan menata kembali ke dalam rak.
"Acara khusus gimana? Hmmm, mapel hari Rabu itu Matematika, IPA, sama Bahasa Indonesia. Di antara itu mana yang diganti? Mama malah mengira sayang loh. Gurumu itu kok bisa-bisanya sih. Kan bentar lagi mau ujian, masa' mapel sepenting ketiganya itu ada yang diganti," selidik Vita sambil menghampiri Luna yang tampak kesusahan menaruh mangkuk besar ke rak atas.
"Aduh ... Ibu ini kok lebay, sih. Jadi Luna boleh kerkom apa enggak?"
"Kok malah bentak Mama, sih? Mama ini pengen tahu kejelasan kegiatanmu meski itu kerja kelompok yang berhubungan sama sekolah!"
"Ya udah kalau Ibu enggak niat ngizinin. Bilang dong dari awal. Bodo amat nilai mapel Luna jelek gara-gara Ibu!" Luna kehabisan kesabaran pun ngacir ke kamarnya dan mengunci pintu.
Vita yang terlonjak segera mengejar, tetapi keburu tertahan di luar. "Luna, dengerin Mama. Kamu kok kasar sama Mama. Kamu ga boleh gini Luna! Luna! Buka pintu! Mama udah tanya baik-baik, kamu malah bentak Mama, mana sopan santunmu!? Siapa yang ngajarin kamu berontak sama Mama!? Luna! Buka!"
"Kenapa Ibu baru sekarang tiba-tiba perhatian sama sekolah Luna? Bukannya Ibu sibuk sama hobi baru Ibu, sibuk sama temen-temen Ibu? Kenapa cuma Ibu yang boleh tahu semua apa yang Luna lakuin di luar rumah, sementang Ibu orang tua Luna? Tapi Luna pengen tahu hobi sama temen-temen medsos Ibu sendiri enggak boleh!" cerocos Luna seraya menendang-nendang bantalnya.
"Kok kamu malah nyerang Mama gini? Kamu mau durhaka sama Mama? Buka pintunya, Luna!"
"Ibu egois!"
"Luna! Durhaka kamu ngatain Mamamu gini!" Dada Vita naik turun. "Kalau ini maumu, Mama tidak akan izinkan kamu kerkom hari ini. Apa pun alasannya. Mama akan bilang sama guru Seni Musikmu tentang kerkomnya ini dengan alasan kamu harus belajar buat ujian mapel besar lainnya."
"Kenapa Ibu giniin sama Luna!? Kenapa!? Apa alasan Ibu enggak ngizinin Luna bebas main keluar!? Bahkan ketemu Ayah pun, Ibu enggak pernah ngizinin Luna! Ibu jahat!"
"Jangan ungkit orang itu! Pokoknya selama kamu enggak bisa kasih alasan dan jawaban jelas ke Mama, pokoknya ga boleh. Titik!"
"Ibu egois, Ibu egois, Ibu egois giniin Luna! Luna iri banget sama temen-temen Luna yang punya Ibu gaul nggak kayak Ibu Luna sendiri!! Luna nyesel puny-" Serta-merta gadis itu membungkam mulutnya sendiri. Nyaris keceplosan.
Vita tersentak. Lidahnya kelu. Hatinya sesak dan pedih ditikam begitu dalam mendengar kalimat keji muncul dari mulut putrinya sendiri. "Luna ... kamu harusnya bersyukur, Mamamu yang kolot ini masih bisa kasih kamu kehidupan layak! Renungkan apa kesalahanmu ini, Luna ...." Lututnya yang lemas dipaksa angkat kaki menuju kamarnya. Ia sudah tidak kuat mendengar apapun dari mulut Luna.
Kenapa darah dagingnya sendiri tega melontarkan kata-kata hina seperti itu?
Luna yang kadung gelap hati tidak peduli curahan hati Ibunya. Ia tahu bahwa perkataannya menyakiti Vita. Ia pun kini tersedu-sedu dengan sekujur tubuh dilingkupi tremor. Sungguh, bukan ini yang diinginkan, tetapi kenapa Ibunya tidak mengerti juga apa yang dirasakan Luna. Gadis itu kesal sekaligus menyesal. Namun, rasa dongkolnya masih mendominasi hatinya. Kenapa Ibunya selalu merasa dirinya benar dan Luna hanya boleh menuruti semua keinginannya? Kenapa?
Kemudian tanpa sadar Luna pun terlelap saking lelahnya memikirkan pertengkaran hebat tadi.
Keesokan harinya, Vita memutuskan untuk mengubah mood. Pertengkaran semalam seharusnya tidak perlu makin melebar. Sekaranglah bagi ia memulai hari Minggu yang cerah bersama Luna. Wanita bongsor itu sudah menyiapkan sarapan lezat. Aroma kaldu sapo tahu jamur yang khas mampu menggelitik hidung Luna. Bersongsong menyipitkan mata karena matahari sudah terik dengan perlahan akhirnya bangkit dari kasur. Meski rona kantuk masih menguasai paras imutnya, tak dipungkiri hidangan kesukaannya itu lebih ia rindukan ketimbang makanan mahal semalam.
"Luna sayang, Mama buatin kamu sarapan kesukaanmu. Turun dong. Kita makan bareng, yuk?"
Sapaan Vita yang mengalun lembut. Luna mengernyit keheranan, sepertinya amarah sang Ibu mereda seiring waktu.
Tak lama terdengar suara ketukan pintu. "Mama minta maaf semalam udah teriak-teriakin kamu. Mama ga maksud. Luna mau kan sarapan sama Mama?"
Luna belum sempat menjawab. Ketika getaran terasa dari ponsel yang baru saja ia nyalakan kembali, sebuah notifikasi pesan singkat muncul di layar menyentaknya segera. Ia baru sadar kalau semalam tertidur dalam kondisi terduduk.
Mr. Guardian Angel
Luna, kamu di mana? Om semalam udah nungguin kamu loh. Ga mau nih Om kasih surprise?
"Aduh!" gumam Luna belingsatan.
"Luna masih marah sama Mama? Mama sungguh minta maaf, Nak." Sementara panggilan Vita kembali menarik atensi Luna.
"Iya, Bu. Bentar." Luna kebingungan. Di sisi lain ia merasa tak punya muka dan nyali menghadapi Ibunya. Namun, di sisi satunya, si pengirim pesan itulah yang merupakan candu afeksi ketika Luna merasa haus kasih sayang. Sanggup memberikan apa yang Luna mau dan ia merasa bebas bersama lelaki matang itu.
"Ya udah, Mama tunggu di bawah, ya."
Pesan lain kembali tampil. Luna menggulirkan layar untuk membukanya.
Mr. Guardian Angel
Selamat Pagi, Luna.
Koq pesan Om ga dibalas sih?
Luna udah ngelupain Om ya?
Luna
Eh, Om. Maaf maaf maaf banget. Luna kecapekan sama tugas sekolah. Ga nyangka malming malah dikasih PR buanyak banget 😭😭
Luna ga maksud ngelupain Om kok. Aduh, maaf ya... :"(((
Mr. Guardian Angel
Owala. Kirain Luna kenapa-napa. Om jadi khawatir. Ya uda belajar yang rajin. Trus kalau Minggu siang ini free ga?
Luna tampak menimbang-nimbang. Alasan macam apalagi yang harus ia utarakan kepada Vita agar diizinkan keluar rumah.
Luna
Hmmm gimana ya. Free sih, cuma ga tau nih Ibu Luna ngajakin Luna quality time apa ga sama Luna.
Mr. Guardian Angel
Oh gitu ya.
Sayang banget.
Luna
Tapi liat aja deh nanti, Om.
Nanti kalau beneran free, aku kabarin gimana?
Mr. Guardian Angel
Okey, gpp. Kamu jadi anak penurut apa kata ibumu. Ih, Om seneng deh punya kamu yang udah manis, baik, nurut sama orang tua.
Luna
Makasih, Om! Om pengertian deh. Aku usahain pokoknya ada waktu buat Om nanti.
Sendok dan garpu saling beradu dalam keheningan. Hal itu tentu membuat Vita tak nyaman. Baik Luna hanya menyantap potongan jamur berkuah hangat sambil menunduk.
Vita mendebas lirih. Ia genggam tangan kiri Luna. Sontak gadis itu tersentak.
"Luna ... Mama tahu semalam kelewatan. Mama sadar kalau selama ini sering mengekangmu. Terlalu pilih-pilih kamu harus ketemu siapa."
Luna menyimak dengan perasaan berkecamuk. Dadanya bergemuruh kalau-kalau Ibunya mencium sesuatu yang ia sembunyikan.
"Tapi, apa yang Mama lakuin ini buat kebaikanmu. Kamu masih kecil. Mama khawatir kamu terjerat dalam pergaulan aneh-aneh."
Mulut Luna hendak menyela, tetapi ditahan Vita.
"Iya, Mama tahu kamu bagaimana pun butuh berkawan banyak. Kamu cepat atau lambat akan tubuh dewasa dan Mama ga bisa terus-terusan menganggap kamu masih kecil. Kamu berhak mengambil keputusan suatu saat nanti. Dan hari ini Minggu, Mama ga mau merenggut waktu mainmu sama temen-temenmu." Seulas senyum terpancar lembut hingga menulari anak gadisnya untuk ikut melengkungkan bibir.
"Luna juga minta maaf udah ngejahatin Ibu. Maaf kalau ucapan Luna ...."
"Sudah, sudah. Biarlah yang udah berlalu, berlalulah. Kamu hari ini Mama izinin main sama temenmu gimana? Kamu punya rencana bersenang-senang ga sama mereka?"
"Sungguh? Ibu izinin Luna main?"
"Iya dong. Mama sebenarnya kasihan sama kamu, masa' pulang sekolah kerjaannya kerkom mulu. Kan sekali-kali main bebaslah."
"Makasih, Bu ...."
Kini kesempatan Luna untuk memberi kabar pada Mr. Guardian Angel-nya. Ia tak membuang waktu segera mandi dan berdandan begitu waktu serta tempat sudah direncanakan.
Melihat wajah Luna tersipu manis, batin Vita turut merekah. Namun, ketika gadis itu hendak keluar dan berpamitan pergi ke rumah teman, ada intuisi seorang wanita yang menggelitiknya. Jika diperhatikan wajah polos Luna tersapu oleh bedak cukup tebal dan ... bibirnya lebih merah dari biasanya. "Kamu cantik banget mau mainnya. Kamu dandan, ya?"
Tubuh Luna membeku sejenak. "Ah, temen Luna udah nunggu di tempat ketemuan. Udah dulu ya, takut nanti Luna ditinggal. Dah, Bu. Nanti Luna bawa oleh-oleh kok."
"L-Luna, tunggu!? Kamu belum jawab mau main sama siapa dan ke mana! Lunaaa!"
Namun sayang, teriakan Vita sudah tidak dihiraukan lagi oleh Luna yang memilih hanya melambaikan tangan dan semakin menjauh.
Hmm siapa sih yang chat sama Luna? :3
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top