24 - 잘가 내사랑 (jalga naesalang)

Bersama suara kaki menuruni tangga, bayangan Esta mulai tampak diraih penglihatan Mama.

"Esta, duduk sini. Mama mau bicara sama kamu."

Kepala Esta yang hanya menyembul takut-takut karena berdiri di pojok dinding yang membelakangi tangga pun muncul perlahan. Dengan langkah seberat menyeret batu kali, dadanya bergemuruh tak keruan. Ingin menyangkal, tetapi dalam ceruk hatinya merasakan ada sesuatu yang menekannya dalam-dalam hingga terasa sesak dan pengap. Pertanda apa ini!?

Wanita paruh baya yang biasanya berwajah ramah dan menenangkan kini dipenuhi aroma angker. Air mukanya terasa tegang, sekaligus seperti siap memuntahkan semburan amarah. Tinggal menunggu waktu saja.

"Freddy, kamu juga ikut sini." Mama langsung memanggil anak keduanya, sebelum Freddy menghilang ke dalam kamar. "Kamu harus tahu permasalahan yang sedang terjadi di keluarga ini. Mama nggak mau ketika mengurusi satu masalah, tapi anak lain nggak tahu apa-apa sama keluarganya sendiri," tuturnya yang menambah suasana mencekam ruang keluarga di malam itu.

Begitu Esta dan Freddy duduk di seberang yang hanya dibatasi oleh coffee table, Mama tak lantas kembali bersuara. Ia mendongak seraya menarik napas panjang, lalu diembuskannya cukup lirih.

"Kenapa, Ma?" tanya Freddy curiga. Tak biasanya Mamanya itu bersikap diam membeku, tetapi menghanyutkan seperti ini. "Kak Esta lagi-lagi buat masalah, ya?" celetuknya.

"Jangan sok menuduh. Emang kamu enggak pernah bikin masalah?" Esta sontak memekik. Ia injak kaki Freddy.

"Siapa lagi anak Mama yang paling sering bikin masalah?" cibir Freddy penuh sarkastis. Ia menggeser duduknya agar menjauh dari jangkauan kaki kakaknya.

"Cukup!" tukas Mama. Terdengar nada tegas nan garang.

Esta dan Freddy kontan membungkam mulutnya. Kakinya bergerak-gerak gelisah. Ingin rasanya segera selesai dan ia bisa kembali ke kamar untuk melakukan ritual pemujaan BJD Jungkook.

"Mama tahu, kalian nggak dilahirkan dari keluarga kaya raya, yang tiap hari bisa makan di restoran. Sering-sering liburan di tempat mewah. Tapi kalian juga hidup layak, berkecukupan, tidak kekurangan. Kalian nggak pernah pusing mikirin mau makan apa besok. Esta mau boneka, sepatu, tas, atau barang-barang kekinian, masih Mama sanggupin beli. Freddy pengin PS4 Pro, Mama beliin."

Mama memulai, sembari menatap Esta dan Freddy bergantian. Baik Esta dan Freddy seperti menghindari kontak mata dari mamanya yang berusaha menatap tepat pada matanya lama-lama. Terutama Esta.

"Mama selalu kasih uang jajan tiap hari biar kalian kalau lapar atau haus nggak bingung di sekolah atau tempat les. Mama juga nggak pernah minta balik uang jajan kalian kalau ada sisa. Mama pengin kalian tabung sisa jajan itu ya buat kalian juga kalau ada keperluan darurat ke depannya."

Mama memberi jeda agar kedua anaknya meresapi setiap kalimat yang diucapkan.

"Ada fasilitas WiFi 24 nonstop di rumah, yang nggak murah bayar tiap bulannya. Tapi demi kalian daripada harus repot-repot keluar cari warnet sampai malam. Mama masih mengiyakan ganti HP tiap dua tahun. Nggak perlu nunggu rusak baru ganti. Setiap Natal dan liburan Hari Raya, kalian bebas pilih beli baju, meski Mama tetap membatasi."

Kedua anaknya mendengarkan serius, meski wajah mereka kompak merengut.

"Iya, Mama tahu, nggak semua keinginan kalian bisa Mama penuhi. Tapi kalian anak Mama, Mama sebisa mungkin ingin membahagiakan kalian." Lagi-lagi Mama mengembuskan napas gusar. "Jadi, apa perlu Mama sampai bilang minta pengertian sama anak Mama sendiri untuk berhemat? Jangan boros, utamakan kebutuhan yang benar-benar kalian butuhkan. Bukan sekadar memburu kesenangan."

"Yang paling boros tuh Kak Esta. Lihat aja kamarnya. Isinya banyak sampah Jongkok. Ga guna banget!" timpal Freddy.

"Heh, sotoy banget! Yang boros itu kamu sampai Mama beli PS4 tujuh juta, cuma buat nge-game doang, sampe ribut-ribut sama temen cowok-cowokmu di rumah, kan!?" ledek Esta balik.

"Emang boneka santet Jongkok itu beneran Kakak yang beli? Nggak percaya aku Kakak sampai bisa beli itu boneka. Kayaknya lebih mahal deh dari PS4 Pro-ku," balas Freddy sengit, tak mau kalah.

"Apaan sih kok ngungkit Oppa-ku. Itu bukan boneka santet! Itu BJD, boneka terkeren yang lebih keren dari action figure-mu yang nggak punya gaya, tahu! Orang kayak kamu mana tahu tren zaman sekarang! Kamu itu yah sukanya ngerusak kesenangan orang lain. Kalau nggak punya, cari sana kesenanganmu sendiri, bukannya ngerusuh hidup orang!" seru Esta. Ia langsung menyikut Freddy dengan gemas, tetapi tidak sampai.

"Cukup kalian berdua," potong Mama yang membungkam mulut kedua anaknya. "Sekarang Mama mau lihat barang yang Esta beli."

"S-Sekarang?" Esta tampak tak berkutik.

"Iya. Mama pengin tahu anak Mama itu beli barang apa saja."

"Jangan-jangan beli narkoba." Perkataan Freddy terpotong oleh tonjokan Esta ke kepalanya yang lagi-lagi tidak kena.

"Udah-udah! Kalian itu kenapa sulit akur, sih?"

"Habis, dia yang mulai, Ma!"

Melihat Mamanya yang menatap sangat tajam, Esta bergegas ke kamarnya.

"I-Ini, Ma." Bibirnya mencebik ketika menyerahkan BJD Jungkook yang masih di dalam bungkus ke atas coffee table.

Mama tampak menelusuri tiap sudut bungkus BJD itu.

"Kamu beli ini di mana?" tanya Mama.

"Mmm, dari temen."

Melirik gelagat Freddy yang hendak menginterupsi, Mama mengangkat tangan selaku memberi isyarat untuk diam dahulu.

"Temen siapa?"

"Ya, temen. Temenku yang sama-sama suka K-Pop."

"Bukan itu yang Mama tanya, tapi siapa dia? Dari mana? Orang mana? Cewek atau cowok? Masih sekolah atau apa kegiatannya?" cecar Mama lebih jauh.

"Temenku yang lagi kuliah di Korea," jawab Esta lirih.

"Apa!?"

Namun, buru-buru Esta menambahkan. "Tapi dia punya usaha titip barang, Ma. Legal kok, Ma. Banyak Orang Indonesia yang pake jasa titip ke dia kalau mau beli barang yang ada di Korea."

"Udah berapa lama kamu kenal sama dia? Siapa namanya? Pernah ketemu?" Raut wajah Mama terlihat cemas.

"Mm ... baru empat bulan sih, Ma. Tapi pernah video call kok. Dia cewek kuliah keperawatan. Kan banyak mahasiswa Indonesia jurusan keperawatan yang banyak dibutuhkan ke Korea," kilah Esta.

"Kamu percaya gitu aja?"

Esta mengangguk. "Kan video call, kan enggak bisa manipulasi lah, Ma. Pasti beneran kok."

"Kamu keluar duit berapa beli ini boneka sama dia?"

Bibir Esta mengatup. Seolah terdapat lem yang amat lengket. Lidahnya mendadak kelu.

"Ditanyain Mama ya dijawab dong, Kak," cerocos Freddy yang sama-sama menghujani tatapan tak layak. Seolah Esta adalah tersangka kejahatan yang sedang diadili di meja hijau.

Esta mencebik ketika melirik Freddy sekilas. "Emm ... empat puluh juta."

"Beli barang segitu pakai duit dari mana?" sentak Mama yang terkesan tidak sabaran.

"Ya dari hasil penjualan novelku lah, Ma," jawab Esta panik. Nada suaranya bergetar.

"Bener? Kamu yakin?" tanya Mama penuh selidik.

"I-Iya, yakin kok, Ma. Mama enggak percayaan sih." Wajah Esta merunduk secara refleks.

"Esta, lihat Mama kalau ngomong."

Begitu wajah Esta kembali menghadap Mama, wanita paruh baya itu mengangsurkan sebuah kertas berisi keterangan tagihan dari kartu kredit.

"Kalau gitu, coba jelaskan ke Mama. Setelah kamu baca surat dari bank ini."

"M-Maksud Mama?"

"Udah, baca aja apa susahnya sih, Kak," seru Freddy.

Esta berdecak sebal. Ia raih kertas putih itu lalu membacanya. Perlahan, matanya mendelik menyusuri tulisan dalam kolom itu.

Di kolom itu tertulis, tanggal transaksi, tanggal pembukuan, rincian transaksi, jumlah nominal, informasi kartu kredit. Namun yang menjadi pusat perhatian Esta adalah keterangan rincian transaksi yang tak terbantahkan untuk pembayaran PO naik cetak novelnya dan membelanjakan tematik lainnya hasil dari teken terus biar asyik (Jungkook Sweater Hoodie Love Yourself, Lightstick BTS Limited Edition, Juvenile Stationery Bt21, Jungkook Merchandise Newest Edition, dan sebagainya) yang tanpa sadar makin memperbesar nominal tagihan. Tepat di sampingnya ada kolom dengan jumlah total tagihan yang fantastis sebesar Rp87.960.000,00.

"Gimana, Esta?" Suara Mama kontan menyentak Esta.

"Ah, anu, Ma. Habis Mama enggak mau beliin tematik Jungkook yang aku pengenin. Aku udah cinta mati sama boneka itu, tapi aku beli BJD enggak pake kartu kredit kok!" sergah Esta ketika tidak melihat tulisan BJD dalam perincian tagihan itu.

"Halah, alasan aja." Lagi-lagi Freddy menimpali.

"Lihat ini kalau enggak percaya!" Esta menyodorkan sembari menunjuk kolom perincian ke muka Freddy.

"Lalu kamu beli pake apa?"

Esta tergemap. Mulutnya membuka lalu menutup lagi. Mana mungkin aku bilang kalau beli BJD hasil dari terkumpulnya uang PO novel Jungkook Oppa-ku? Makin runyam kalau Mama sampai tahu! batin Esta berkecamuk.

"Dengan alasan itu kamu harus mencuri kartu kredit?" Mama habis kesabaran menunggu jawaban Esta yang makin dibuat-buat.

"Aku kira beli pakai kartu kredit itu enggak perlu uang."

"Tapi kenapa kamu harus mencurinya, Esta!? Ya Tuhaaan-ku!"

"Aku enggak mencuri, Ma. Aku cuma minjam."

"Maling mana ada yang ngaku," cerocos Freddy.

"Diam kamu!" sentak Esta menoyor kepala Freddy.

"KAMU YANG DIAM, ESTA! KAMU DARI TADI BANYAK NGELES TERUS!" bentak Mama. Kali ini nadanya lebih melengking hingga 7 oktaf. "Kamu tahu nggak apa akibat dari ulahmu itu!?"

Seketika membuat ruang keluarga itu hening membekukan.

"Mama punya fasilitas kartu kredit dari Papa kalian bukan untuk foya-foya, tapi untuk kebutuhan mendesak. Punya limit sampai 60 juta bukan berarti Mama bisa pakai seenak udel sendiri. Untuk Esta, kamu itu udah gede, udah SMA, bukan anak kecil lagi. Udah bisa berpikir membedakan mana yang baik dan buruk. Tapi kamu yang belum tahu apa-apa aturan main penggunaan kartu kredit, malah sembarangan pakai. Kamu tahu nggak perbuatanmu itu fatal sekali untuk keuangan sekeluarga!"

Serta-merta mata Esta berkaca-kaca.

"Kalau pakai kredit itu sama saja ngutang sama bank. Kita beli barang, tapi bank yang ngutangin, lalu melalui tagihanlah kita baru bayar apa yang udah kita beli. Kalau terlambat bakal ada denda dan bayar tagihan kartu kreditnya makin membengkak."

Mama menghirup napas dalam-dalam.

"Anak gadisku udah besar, tapi nggak ngerti dan nggak mau ngerti. Kebutuhan kita itu makin hari makin mahal, Nak. Kalau nggak berhemat kita bisa pontang-panting. Uang sepuluh ribu zaman sekarang itu kayak nggak ada harganya. Bayangkan zaman Mama uang segitu bisa buat beli kebutuhan sebulan penuh. Sekarang cuma bisa makan sekali untuk satu orang. Kamu harus ngerti itu!"

"Tapi Mama enggak tau, kebutuhan remaja zamanku sama zaman Mama udah beda. Nggak bisa disamain sama Mama. Mama enggak ngerti gimana temen-temenku pada bisa punya itu semua."

"Memangnya kamu tahu apa sama kebutuhanmu. Mama yang lebih banyak pengalaman jauh lebih tahu. Kamu itu udah besar, Esta. Kamu harus tahu mana yang kamu butuhkan untuk masa depanmu. Kamu tahu nggak Papamu banting tulang sampai jarang pulang, cuma buat menghidupi kalian.

"Sebenarnya Mama nggak mau ngungkit ini, kesannya sebagai orang tua nggak ikhlas, tapi tolong, sebagai anak, tolong, mengertilah kesulitan orang tua. Kalian belum ngerasain karena masih jadi tanggung jawab Mama sama Papa. Besok kalau udah berkeluarga kalian baru merasakannya."

Kepala Esta merunduk dalam.

"Mamamu itu kurang apa sama kamu, Nak!?"

Esta mulai sesenggukan.

"Kamu tahu nggak sih, apa manfaatnya beli semua barang-barang itu mana dengan harga segitu lagi? Apa yang kamu dapatkan? Cuma buat kesenangan, kan? Lalu apa setelah kesenangan itu hilang? Sama saja uang segitu hangus, kebuang gitu saja, kan?" tunjuk Mama ke BJD dan rincian barang tematik BTS pada kertas tagihan tepat ke wajah Esta.

"Kamu tahu nggak? Uang segitu bisa untuk masukin kamu ke perguruan tinggi, Nak! Kamu paham nggak yang Mama omongin?"

"Maaf, Ma. Esta enggak tahu." Esta yang sudah berlinangan hanya bisa mengangguk-angguk seraya mengusap ingusnya yang terus berjatuhan.

"Ya Tuhaaaan, keterlaluan banget kamu, Esta. Memangnya Mama nggak pernah nyenengin kamu semasa hidup? Beliin kamu makanan enak, baju bagus, haaah ...! Papamu harus tahu masalah ini."

"J-Jangan, Ma!"

"Oh, sekarang Mama mau tanya, katamu kamu udah bisa menjual novel-novelmu. Mana buktinya?"

Esta tampak gelagapan menjawab Mamanya.

"S-Soal itu."

"Jadi, selama ini kamu bohong juga sama Mama?"

"Bukan gitu, Ma. Penerbit bilang sedang proses penerbitan. Tapi butuh biaya cetak juga," jawab Esta meragu.

Mama mendelik mendengar ketidakpastian itu.

"Jujur sama Mama, sebenarnya kamu bela-belain main HP sampai tengah malam itu buat apa? Ngapain aja? Nulis novel? Kamu beneran jual novelmu nggak sih? Atau itu cuma akal-akalan buat nyembunyiin barang-barang yang kamu beli pake kartu kredit Mama?" Mama membombardir pertanyaan terus-menerus sampai Esta kewalahan.

Esta menatap Mamanya penuh ketakutan. Lalu mengangguk pelan.

"Mama putuskan untuk mengurangi tagihan kartu kredit, Mama jual barang-barangmu ke olshop."

"MAMA!?"

"Kamu nggak bisa protes. Mama salah terlalu memanjakan kamu. Mama sekarang harus tegas!"

"Tapi, Ma. Enggak bisa gitu, dong. Aku udah capek- capek hunting barang-barang yang kusuka. Aku baru aja mendapatkannya. Enggak! Aku enggak mau ngejualin itu semua."

"Bukan kamu, tapi Mama yang bakal jualin itu semua. Ini demi kamu. Kamu masih nggak tahu juga, ya. Mikir juga biaya kuliahmu besok nggak semurah baju-bajumu selemari itu!"

"Ma!"

"Freddy, bantu Mama beresin barang-barang yang udah kakakmu beli."

"Siap, Ma!"

"Oh, satu lagi. Kamu hanya boleh pake HP sampai jam 9 malam. Lewat itu HP-mu Mama simpan. Bentar lagi ujian nasional. Mama nggak mau tahu, pokoknya kamu harus masuk universitas negeri!"

Persidangan malam itu berakhir dengan Mama, Freddy, dan Esta merapikan pernak-pernik yang selama ini Esta beli melalui toko daring termasuk barang-barang yang Mama anggap tidak berguna bagi masa depan Esta.

Hancur sudah mimpi Esta yang sudah dibangun setinggi langit untuk meraih bintang idolanya.

Namun, apa daya, papanya yang baru pulang dari perjalanan bisnis yang memakan waktu berminggu-minggu menambah sesi persidangan Esta yang berlarut berganti hari.

Meskipun papanya turun tangan untuk melunasi tagihan kartu kredit sebelum denda membengkak, hasil penjualan barang-barang kesayangan Esta tetap menjadi biaya ganti rugi dari semua tagihan kartu kredit. Termasuk hasil penjualan novel-novelnya yang sudah telanjur Esta bayar biaya naik cetaknya.

Apalagi momen di mana Esta yang baru saya mengecap surga dunia bersama BJD Jungkook. Belum ada sebulan ia memilikinya, boneka terindah yang pernah ia lihat itu akhirnya kembali masuk dalam bungkus untuk dijual kembali ke online shop.

Ketika seorang pelanggan langsung bersedia membayar melalui transfer untuk membeli BJD Jungkook, Hati Esta hancur lebur. Matanya hanya menatap kosong bungkus itu lenyap dibawa oleh petugas pengirim paket menuju alamat pembeli.

Separuh jiwa Esta akhirnya pergi dan tak akan kembali.

Sekarang gerak-gerik Esta diawasi. Mau tidak mau, Mama harus capek-capek memantau putri sulungnya ketika berada di sekolah. Bahkan usai sekolah, Esta harus segera pulang dan mengerjakan PR. Gawainya harus ditaruh di meja ruang keluarga. Tidak boleh berada di dalam kamar. Bahkan setiap notifikasi yang muncul, Esta harus melaporkannya pada Mama. Dari situlah Mama mengetahui apa yang mengganggu Esta dalam belajar sampai-sampai nilai-nilai ujian sebelumnya hancur.

Merana sudah hati Esta ketika mata Mama memantau agar yakin kalau gadis itu benar-benar menghapus akun Wattpad dan media sosial lainnya. Terutama Wattpad yang paling banyak menyimpan kenangan saksi hidup kariernya sebagai Maha Ratu K00kie di fandom Fanfiction.

Ia bahkan tidak bisa memberi salam perpisahan pada fanbase-nya ketika mamanya terus memelototinya di belakang. Begitu jempolnya mengusap Hapus Akun, mamanya barulah menyingkir melanjutkan kegiatannya sebagai ibu rumah tangga. Kecuali akun WhatsApp karena aplikasi itu adalah media berkomunikasi yang digunakan Mama untuk memantau ke mana pun Esta berada.

"Jangan lupa periksa jadwal buat besok Senin. Jangan sampai ada PR atau tugas yang nggak dikerjain. Walau ini Minggu, tapi kamu nggak boleh terlalu santai-santai, sementang boleh pegang HP dari pagi sampai makan malam," seru Mama dari dapur.

"Iya, Mama ...."

Menyapu pandang interior kamarnya yang sunyi dan kembali polos satu tone warna, mata sembab Esta kembali berlinangan. Rasanya ia sudah tidak punya tenaga untuk berpijak pada kakinya sendiri. Seolah seluruh isi bumi runtuh menimpanya. Sungguh ia berharap ini hanya mimpi buruk yang akan lenyap ketika bangun nanti.

Hanya akhir pekan Esta bisa menggunakan gawainya lebih lama. Namun, ketika menemukan bertumpuknya notifikasi WA-nya: Queen Wannabe, hanya ada helaan napas berat.

Esta sudah tak berselera ketika membaca pesan dari grup yang sudah dia mute semenjak insiden terbongkarnya skandal tagihan kartu kredit mamanya itu.

Tamagochan
[At] K00kieArmy93 ESTA! KOK AKUN WP-MU HILANG!?

Tamagochan
[At] K00kieArmy93 IGmu ke mana jugak!??????

Tamagochan
[At] K00kieArmy93 Ke mana aja sih kamu ini!?

Tamagochan
Kok seminggu ngilang!!!!???

Regina T
[At] K00kieArmy93 Laiya! Kenapa akun WP lo! Direport ye!?

Regina T
Woy, bocah tengil! Muncul lo!

Vita
[At] K00kieArmy93 Esta, muncul dong? Ada masalah apa, nih? Mendadak kamu kayak ditelan bumi?

K00kieArmy93

Selamat tinggal kawan-kawan. Aku mau fokus sama RLku.

Thx.

[K00kieArmy93 keluar dari grup]

Apakah ini tanda-tanda kami kembali dari hiatus? Hahahaha

Doakan saja :3

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top