CHAPTER 7

Title: MURDER CASE IN BANGTAN ESTATE

Cast: Namjoon, Jin, Yoongi, Hoseok, Jimin, Taehyung, Jungkook

Lenght: Chapter

Rating: 15+

Author: Tae-V [Line KTH_V95, Twitter KTH_V95]

CHAPTER 7

.

DESEMBER 2016

"Yaaaaa, Park Jimin! Kurasa ada sesuatu yang harus kita bicarakan sekarang..." sahut Jungkook pagi itu ketika ia mendatangi rumah Jimin, padahal jarum jam masih menunjukkan pukul 07.10 AM.

"Mwoya?" Jimin menatap Jungkook dengan wajah sangat terkejut ketika melihat sahabatnya itu sudah berdiri di ruang tamu rumahnya pagi-pagi sekali.

Jimin baru saja bangun dari tidurnya. Rambutnya masih acak-acakan, matanya masih sulit dibuka karena masih mengantuk, dan wajahnya masih terlihat kucel.

"Aigoo~ Kau selalu terlihat berantakan begini setiap bangun tidur? Ckckck~" goda Jungkook ketika melihat wajah sahabatnya seberantakan itu saat bangun tidur.

"Yaishhh! Siapa suruh kau datang pagi-pagi sekali, tanpa memberitahu terlebih dulu pula!" gerutu Jimin sambil berjalan ke dalam kamarnya. "Tunggu sebentar, aku mandi dulu!"

Jungkook, yang tadinya datang dengan rasa kesal, jadi sedikit melunak melihat betapa lucu wajah sahabatnya saat baru bangun tidur itu.

Jungkook duduk di sofa ruang utama, menunggu Jimin selesai mandi dan merapikan dirinya.

"Diminum dulu tehnya, Jungkook ah.." sahut ibu Jimin sambil membawakan segelas teh hangat.

"Ne, eomoni..." sahut Jungkook sambil mengangukkan kepalanya. "Gumapseumnida.."

Jungkook dan ibu Jimin pun mengobrol sejenak sambil menunggu Jimin keluar dari kamarnya.

Jungkook dan Jimin sudah kenal sejak kecil, ketika mereka masih tinggal di Busan, karena itu Jungkook sudah sangat dekat dengan ibu Jimin.

Tak lama kemudian, Jimin berjalan keluar dari kamarnya.

Wajahnya sudah terlihat sangat segar. Rambutnya masih basah karena baru saja keramas.

"Kau sudah selesai? Ayo ikut aku.. Kita sarapan bersama, sekalian ada yang ingin kubicarakan padamu..." sahut Jungkook.

"Ne~" sahut Jimin sambil menganggukan kepalanya.

Jimin dan Jungkook berpamitan kepada ibu Jimin, lalu mereka berjalan kaki ke sebuah kedai makanan yang terletak tak jauh dari rumah Jimin.

"Kau terlihat sangat lucu ketika baru bangun tidur, hyeong..." sahut Jungkook sambil menepuk pelan pundak Jimin saat mereka berjalan kaki.

"Kau sepertinya tadi terlihat mau memarahiku, mengapa moodmu jadi sebaik ini?" tanya Jimin dengan tatapan curiga.

"Ah, majjayo! Aku hampir lupa apa tujuanku menemui sebenarnya pagi ini..." sahut Jungkook.

 .

.

.

"Jadi kau benar-benar akan menjadi pengacara Kim Taehyung?" tanya Jungkook ketika ia dan Jimin selesai menghabiskan makanan yang mereka pesan.

Jimin menganggukan kepalanya.

"Ceramah akan segera dimulai..." gerutu batin Jimin.

"Hyeong! Sudah berapa kali kukatakan padamu, lepaskan tanganmu dari kasus ini! Kasus ini akan semakin membuat namamu buruk di mata masyarakat!" sahut Jungkook.

Jimin menatap Jungkook. "Apa nama baikku lebih penting daripada kebenaran?"

"Apa maksudmu? Kebenaran apa yang ingin kau ungkapkan? Kebenarannya adalah, bahwa Kim Taehyung pelaku yang membunuh Kim Seokjin! Itu kenyataannya! Kebenaran apalagi yang ingin kau cari?" sahut Jungkook dengan nada kesal.

"Bagaimana kau bisa sangat yakin bahwa Kim Taehyung pelakunya?" tanya Jimin sambil terus menatap Jungkook.

Jungkook menarik nafas dalam-dalam, lalu menghembuskannya dan kemudian menatap Jimin lekat-lekat. "Sudah dua bulan ini, aku dan Namjoon hyeong terus menyelidiki kasus ini... Namun tidak ada satupun bukti yang membuktikan Taehyung tidak bersalah.. Semua bukti.. Tertuju padanya!"

Jimin terus menatap Jungkook. "Entah mengapa aku merasa ada yang janggal disini.. Mengapa... Begitu mudah menyatakan Taehyung pelakunya? Mengapa semudah itu ia meninggalkan semua bukti yang mengarah padanya?"

"Karena ia berniat bunuh diri sesudahnya, namun ternyata nyawanya tertolong!" sahut Jungkook dengan nada semakin kesal.

"Jungkook ah... Aku.. Setidaknya kali ini... Ingin menjadi seseorang yang berarti bagi orang lain..." sahut Jimin dengan tatapan sangat serius.

"Maksudmu?" tanya Jungkook.

"Kim Taehyung.. Aku tidak ingin ia berdiri sendirian dalam persidangan trialnya minggu depan... Aku ingin.. Setidaknya ada yang mendampinginya dalam persidangan nanti.." sahut Jimin.

Jungkook terkejut mendengar ucapan Jimin.

"Pengacara adalah satu-satunya orang yang bisa diandalkan oleh tersangka... Untuk mengungkapkan kebenaran sebisa mungkin... Dan ketika semua orang menunjuknya sebagai tersangka pembunuhan, aku ingin setidaknya ada satu orang yang masih percaya padanya dan berusaha membelanya..." sahut Jimin dengan tatapan sangat lembut.

"Aku ingin... Setidaknya ada satu orang sepertiku yang bisa memberikan semangat untuk Kim Taehyung..." sahut Jimin lagi.

Jungkook terdiam.

Jimin dan Jungkook saling bertatapan dalam diam.

"Bagaimana... Jika ia memang pelaku sebenarnya?" tanya Jungkook.

"Di balik kata jika, masih ada kemungkinan bahwa ia bukan pelakunya, kan?" sahut Jimin.

Jungkook terkejut mendengar ucapan Jimin.

"Aku akan berusaha sebisaku, mencari tahu kebenaran dari semua ini... Jika ia memang pelaku sebenarnya, aku sendiri yang akan membuktikan di persidangan bahwa ia memang pelakunya.. Tapi... Jika aku menemukan kemungkinan lain, aku akan memperjuangkan semua kemungkinan yang ada... Sekecil apapun itu..." sahut Jimin.

Tiba-tiba saja ia teringat akan kasus Min Yoongi. Pria tak berdosa yang menjadi narapidana karena kebodohan Jimin di masa lalu.

"Aku tidak ingin... Kasus Yoongi hyeong terulang lagi..." sahut Jimin.

Jungkook menatap Jimin. "Min Yoongi sang pelaku pembunuhan orang tuanya?"

"Bukan ia pelakunya.. Kau sendiri tahu itu pada akhirnya!" sahut Jimin sambil menatap Jungkook.

"Tapi... Keputusan pengadilan tidak bisa dirubah seenaknya saja... Pihak jaksa takut nama mereka akan buruk jika kebenaran diungkapkan, makanya kami semua tutup mulut dan membiarkan Yoongi tetap dalam tahanan..." sahut Jungkook sambil menundukkan kepalanya.

"Demi nama baik beberapa pihak, seorang warga tak bersalah harus dikorbankan! Aku... Tidak akan membiarkan hal ini terulang lagi..." sahut Jimin.

Jungkook kali ini hanya bisa diam. Ia tak bisa berkata apa-apa.

.

.

.

SEPTEMBER 2016 (Dua Hari Sebelum Pembunuhan Jin Terjadi)

Taehyung sama sekali tidak sarapan pagi itu.

Ia segera keluar rumah tanpa mengucapkan sepatah katapun kepada Jin.

Jin hanya bisa pasrah menggelengkan kepalanya menghadapi kelakuan Taehyung yang semakin tak bisa dikendalikannya.

Setibanya Jin dalam ruangan kerjanya, Hoseok lagi-lagi berhasil membaca mood Jin hanya dengan sekali melihat wajahnya.

"Taehyung lagi?" tanya Hoseok ketika Jin duduk di meja kerjanya.

Jin menatap Hoseok dengan terkejut. "Bagaimana kau bisa tahu?"

"Aku sudah lama bersamamu, hyeong... Aku sudah bisa membaca jalan pikiranmu hanya dari ekspresi wajahmu..." sahut Hoseok sambil tersenyum.

"Aigoo~ Rasanya baru kemarin kita saling mengenal, bagaimana mungkin kau sudah sangat memahamiku, Hoseok ah?" sahut Jin sambil tersenyum.

"Aku lebih suka melihatmu tersenyum begitu daripada cemberut seperti tadi, hyeong..." sahut Hoseok.

Hoseok menghampiri meja Jin dan duduk di kursi yang berhadapan dengan Jin.


"Lebih banyaklah tersenyum.. Karena senyumanmu selalu menjadi sinar matahari pagi yang menyemangatiku untuk bekerja keras, hyeong.. Jinjja..." sahut Hoseok.

Jin tertawa kecil. "Aigoo, Jung Hoseok~"

"Kau sudah sarapan, hyeong?" tanya Hoseok.

Jin menggelengkan kepalanya. "Aku sudah duduk di meja makan, namun Taehyung pergi begitu saja tadi pagi tanpa menyentuh roti bakar yang kubuat... Kau kan tahu aku paling benci makan sendirian.."

"Jadi kau juga tidak sarapan?" tanya Hoseok.

Jin menganggukan kepalanya.

"Kajja, hyeong... Aku akan mentraktirmu sarapan di lantai bawah..." sahut Hoseok.

"Jinjja?" Kedua bola mata Jin berbinar-binar mendengarnya.

Hoseok menganggukan kepalanya. "Kajja..."

"Kajja~" sahut Jin sambil tersenyum.

.

.

.

DESEMBER 2016

Hoseok duduk sendirian di sebuah restaurant yang ada di lantai dasar gedung kantornya.

Wajahnya terlihat sangat muram.

Ia teringat akan kejadian dua bulan yang lalu. Tepatnya, dua hari sebelum nyawa Jin lenyap.

Hoseok ingat dengan sangat jelas, ia duduk bersebelahan dengan Jin di kursi yang tengah didudukinya itu.

Hoseok ingat betul semua percakapan mereka. Semua senyuman dan tawa Jin ketika mereka sarapan berdua dua bulan yang lalu.

"Hyeong..." Tanpa sadar air mata Hoseok menetes.

Hoseok menghapus air matanya dengan kedua jari telunjuknya.

Tak lama kemudian Namjoon duduk di bangku yang berhadapan dengan Hoseok.

"Waeyo? Kau mengingat.. Jin hyeong lagi?" tanya Namjoon.

Hoseok menatap Namjoon dengan terkejut.

"Mengapa kau suka mendatangiku tanpa suara begini?" gerutu Hoseok.

"Aku ke ruanganmu tapi kau tak ada jadi aku segera menyusulmu kesini.." sahut Namjoon.

Kedua bola mata Hoseok masih terlihat agak merah.

"Kau.. Menangis?" tanya Namjoon.

"Aniya... Mataku perih karena terlalu lama melihat layar laptop semalam.." sahut Hoseok, berbohong.

"Cih..." gumam Namjoon.

"Ada apa kau kesini?" tanya Hoseok.

"Ada berita yang ingin kukatakan padamu... Tapi sebaiknya kita bicarakan dalam ruanganmu saja... Kau habiskan dulu makananmu baru kita ke ruanganmu.." sahut Namjoon.

.

.

.

Taehyung tertawa melihat ada odol yang menempel di rambut Yoongi tanpa Yoongi sadari ketika Yoongi keluar dari dalam kamar mandi.

Yoongi, tentu saja, sangat terkejut melihat Taehyung tertawa! Ini pertama kalinya ia melihat Taehyung tertawa!

"Wae? Waeyo? Mengapa kau.. Tiba-tiba tertawa? Apa luka di kepalamu baik-baik saja?" tanya Yoongi kebingungan.

Taehyung tidak menjawab. Ia terus memegang perutnya sambil tertawa.

Lima menit lebih Taehyung terus tertawa, sementara Yoongi hanya bisa duduk sambil kebingungan menatap Taehyung.

"Apa kau kemasukan setan?" tanya Yoongi.

"Coba kau berkaca, hyeong.. Hahahaha..." Kali ini Taehyung sudah mulai bisa bicara setelah lelah terus tertawa.

Yoongi menatap kaca di tembok depan kamar mandi dan terkejut melihat banyak odol di rambutnya.

Yoongi baru ingat, tadi setelah mandi, ia sikat gigi dan kepalanya terasa gatal, jadi ia menggaruk kepalanya dan lupa bahwa odol tengah melumuri tangannya itu.

"Yaishhhh!" gerutu Yoongi sambil membersihkan odol di rambutnya.

"Kau.. Benar-benar terlihat seperti kakek-kakek tua, hyeong.. Hahahahaha..." sahut Taehyung sambil berusaha menghentikan tawanya karena perutnya mulai sakit.

"Cih..." gerutu Yoongi sambil membersihkan semua sisa odol di rambutnya. Setelah bersih, ia duduk dekat dengan Taehyung.

Taehyung sudah kembali tenang.

"Taehyung ah..." sahut Yoongi.

"Ne, hyeong?" tanya Taehyung sambil menatap Yoongi.

"Entah mengapa... Kau terlihat lebih baik ketika tertawa seperti barusan..." sahut Yoongi sambil menatap Taehyung.

"Ne?" Taehyung kebingungan. Ia pikir Yoongi akan memarahinya karena menertawakan Yoongi barusan.

"Aku sebenarnya kesal kau menertawaiku, aigoo!" sahut Yoongi sambil memukul pelan kepala Taehyung.

"Ouch..." Taehyung mengerucutkan bibirnya karena pukulan pelan Yoongi mengenai tepat di bagian kepalanya yang dijahit.

"Tapi rasa kesalku hilang melihatmu tertawa begitu... Kau terlihat... Sangat keren.." sahut Yoongi, membuat Taehyung membelalakan kedua bola matanya.

"Neo jinjja meotjida..." sahut Yoongi sambil tersenyum kecil, lalu Yoongi berjalan menuju pintu sel karena petugas yang mengantarkan makan pagi tengah tiba.

"Sarapan tiba!" sahut Seo Kangjoon sambil memasukkan dua mangkuk sarapan ke dalam sel tahanan itu lewat lubang kecil yang ada di pintu.

"Gumawo, Sir!" sahut Yoongi.

Taehyung masih terkejut mendengar ucapan Yoongi barusan, jadi ia hanya terdiam ketika makanan datang.

"Ayo makan, Kim Taehyung..." sahut Yoongi, menyadarkan Taehyung dari lamunannya.

Taehyung menatap Yoongi yang sedang menyodorkan semangkuk sarapan ke hadapannya.

"Ayo makan..." sahut Yoongi.

"Ah... Ne... Gumawo, hyeong..." sahut Taehyung, masih dengan ekspresi agak canggung.

.

.

.

Jimin tengah disibukkan dalam ruangan kerjanya.

Semua berkas mengenai kejadian pembunuhan Kim Seokjin di Bangtan Estate malam itu memenuhi meja kerja Jimin.

Jimin meneliti dengan seksama, satu per satu dari semua bukti dan dokumen yang ada, untuk mencari setidaknya sedikit saja kemungkinan bahwa Taehyung bukanlah pelakunya.

Hampir empat jam Jimin berkutat dengan semua data yang ada, namun sesuai dengan ucapan Jungkook, bahwa semua bukti memang mengarah kepada Taehyung.

"Aku harus melakukan apa dalam persidangan minggu depan?" gumam Jimin sambil mengacak-acak rambutnya karena frustasi.

"Jimin ah, kau tidak makan siang?" tanya Kim Minseok, salah satu teman seruangan Jimin.

Minseok dan Jimin sama-sama berasal dari Busan. Mata mereka sama-sama kecil dan bibir mereka sama-sama tebal sehingga banyak yang mengira bahwa mereka berdua adalah kakak beradik.

"Kau duluan saja, hyeong... Aku masih ada yang harus dikerjakan..." sahut Jimin dengan wajah kucelnya.

Minseok menggelengkan kepalanya.

"Ayo makan siang dulu.. Kau butuh tenaga ekstra untuk menyelidiki dokumen sebanyak itu, imma..." sahut Minseok sambil menarik tangan Jimin.

"Araseo, hyeong,,, Araseo..." sahut Jimin sambil bangun dari kursinya. Hanya Minseok yang bisa membuat Jimin menuruti ucapannya.

"Ooooooohhh~ Kakak beradik dari Busan akan makan siang bersama lagi rupanya..." goda Park Hyungsik, salah satu pengacara yang bekerja di ruangan itu juga.

"Majjayo... Hahaha..." goda pengacara lain bernama Jung Jinyoung yang duduk di meja sebelah Hyungsik.

"91 liners, kalian mau ikut kami makan siang bersama?" tanya Minseok.

Hyungsik dan Jinyoung sama-sama lahir bulan November 1991. Ulang tahun mereka bahkan hanya beda dua hari. Hyungsik lahir di tanggal 16 November 1991, sementara Jinyoung lahir di tanggal 18 November 1991.

"Minseok hyeong yang traktir..." sahut Jimin seenaknya.

"Oke, call!" sahut Hyungsik dan Jinyoung bersamaan.

"Yaishhh, neo..." Minseok menatap Jimin dengan terkejut.

"Sekali-sekali, hyeong,,, Hehehe~" sahut Jimin sambil tersenyum.

"Aigoooooo~" gerutu Minseok sambil mengacak pelan rambut Jimin, sementara Jinyoung dan Hyungsik berjalan di belakang Jimin dan Minseok, bersiap menyantap makan siang gratis.

.

.

.

SEPTEMBER 2016 (Dua Hari Sebelum Pembunuhan Jin Terjadi)

"Mengapa wajahmu kusut pagi-pagi begini, Taehyung ah?" tanya Sungjae ketika Taehyung tiba di cafe tempatnya bekerja.

Sungjae sedang menyapu lantai cafe karena satu jam lagi cafe itu akan buka.

Taehyung segera meletakkan tasnya di atas meja kasir, lalu mengambil sapu di belakang meja kasir dan mulai menyapu lantai bersama dengan Sungjae.

"Waeyo, Taehyung ah?" tanya Sungjae.

"Aku sedang tidak mood bicara,,:" sahut Taehyung. Wajahnya masih terlihat sangat kesal.

"Aigoo~ Aku paling benci kalau moodmu sedang jelek begini... Aku merasa sedang bicara sendirian..." sahut Sungjae sambil terus menyapu ruangan.

Taehyung juga terus menyapu tanpa mengeluarkan suara.

Sungjae berkali-kali melirik ke arah Taehyung, memastikan mood Taehyung sudah membaik atau belum.

Dua puluh menit sebelum cafe dibuka, mereka selesai menyapu.

Sungjae mulai bersiap di meja kasir, sementara Taehyung merapikan kemeja kerjanya.

"Sungjae ya,,," sahut Taehyung tiba-tiba.

"Uh? Kau sudah mood bicara rupanya?" tanya Sungjae.

"Jin hyeong mengetahui... Malam itu kita yang mengambil kotak di rumah tua itu.." sahut Taehyung.

"Hyeongmu tahu? Ottoke?" Sungjae membelalakan kedua bola matanya.

"Detektif Namjoon sialan itu mendatangi Jin hyeong dan membawa bukti rekaman CCTV di ujung gang.. Walau wajah kita tak terlihat, tapi Jin hyeong mengenali jaket merah yang kukenakan malam itu..." sahut Taehyung dengan ekspresi kesal di wajahnya.

"Aigoo... Lalu bagaimana?" tanya Sungjae. Wajahnya mulai cemas.

"Molla..." gerutu Taehyung.

"Kau bertengkar lagi dengannya?" tanya Sungjae.

Taehyung menganggukkan kepalanya. "Aku bahkan memukulnya semalam..."

Sungjae sangat terkejut. "Kau? Memukulnya? Mengapa kau memukul hyeongmu?"

"Ia memukulku terlebih dulu..." sahut Taehyung dengan eskpresi dingin di wajahnya.

"Aigoo..." sahut Sungjae.

"Entah mengapa, aku tiba-tiba sangat ingin membunuh Jin hyeong saja rasanya! Cih..." gerutu Taehyung. "Aku rasa akan lebih baik jika ia tidak ada di dunia ini!"

Sungjae menatap Taehyung dengan ekspresi terkejut.

.

-TBC-


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top