6/21

"D-dia mengalahkan Dhirga begitu saja...?"

"Ditambah, tanpa perlawanan berlebihan..."

"A-apa benar dia Apocalypse?"

Ravin mendengus, menatap Kimoon dan Belle yang terbengong-bengong. "Kenapa melamun, Kak? Bukankah kita harus ke SMP Antariksa?"

"A-ah, iya!" Mereka kikuk mengunci pintu. Jaga-jaga ada yang iseng mengacak-acak klub.

Dinda mengelus dagu. Hmm, menarik. Tapi belum setingkat temannya--Jeremy Bari.

Mengabaikan pandangan antara kagum dan ngeri murid-murid yang menonton bahkan bertaruh siapa yang menang di lorong itu, Klub Missing berangkat mencari informasi.

Mungkin bagi mereka yang namanya 'mengumpulkan informasi' mudah dan simpel kali, ya. Terlihat dari Kimoon dan Belle yang melangkah dengan semangat, sampai-sampai Dinda, Alvin, Ravin sekaligus, ketinggalan di belakang. Mereka berdua terlalu antusias.

"Mereka akan sadar betapa pahitnya realita," gumam Dinda kesal. Pinggangnya encok.

"Kakak kelihatannya punya pengalaman."

"Yeah, begitulah." Dinda berkacak pinggang. Si Apo menghilang satu bulan lalu. Dia bahkan pernah mencari seseorang yang ngilang setahun. "Andai Watson Dan ada di sini. Tidak butuh waktu lama untuknya menemukan Apo."

"Kalau mau main detektif-detektifan, sana, cari tempat lain! Anak-anak sedang belajar!"

Tuh, kan. Baru Dinda omongin, sudah kena usir duo cecunguk itu. Dibilang gampang apa mencari informasi. Terlebih ini Indonesia.

"Tertumbuk realita juga mereka."

"Pak Satpam! Jangan gitu lah! Kami hanya mau nanya, apakah ada alumni yang hilang dari sekolah ini. Cuman itu doang kok! Bapak tidak mau kerja sama? Ini menyangkut nyawa orang!"

"Paling dia hanya kabur dari rumah."

"Ada gitu orang kabur sebulan lamanya?"

"Dia ngekos, makanya tidak mau pulang."

"Dan apakah ada seseorang yang sudah ngekos tidak masuk sekolah berhari-hari?"

"Paling dia berhenti atau putus sekolah. Ah, sudahlah! Ribet banget kowe kabeh iki! Pergi sana! Jangan ganggu PBM sekolah lain!"

"Tapi...!" Belle menoleh sebal. Dinda menyentuh bahunya, menggeleng. Si satpam itu takkan mau mengizinkan mereka masuk ke sana. "Lalu bagaimana dengan informasinya?" Masa mereka pergi begitu saja bertangan kosong.

"Kalau begitu, Pak..." Dinda mengambil alih.

Sekarang tanggal 15 januari. Tragedi Judasa terjadi bulan lalu, sekitar awal bulan desember. Kata orang-orang Apocalypse itu siswa kelas 3 SMP. Mari kita menebak-nebak.

"Apa kami boleh melihat rekaman cctv sekitar tanggal 29-30 november?" tawar Dinda.

-

"Apa yang kau pikirkan, Dinda? Kenapa kita pulang? Kita kan belum dapat apa pun di sekolah itu! Kita harus kembali ke sana!"

Pemilik nama memijat kepala, pusing. Kadang dia penasaran, mengapa dia bisa tahan berteman dengan Belle yang bermulut bawel.
Bergeming di sana takkan mendapat apa pun, yang ada cuman menghabiskan waktu.

"Mencari itu butuh otak, bukan sekadar semangat saja. Satpam itu sudah mau memberi salinan rekaman, harusnya kita bersyukur."

"Sepertinya aku mulai mengerti," kata Ravin.

"Hoo?" Dinda tersenyum tertarik.

Pertumpahan darah di Jalan Judasa terjadi tepatnya tanggal 3 desember. Sementara Apocalypse pelajar yang akan memasuki SMA. Sebelum itu, setiap anak kelas 3 akan melakukan pesta perpisahan. Alasan Dinda meminta rekaman di tanggal 29-30 november karena itu hari yang strategis untuk melaksanakan acara perpisahan.

"Kak Dinda ingin memastikan kapan hari graduation di SMP Antariksa Jaya. Apa aku salah?" Ravin tersenyum miring.

"Hohoho~ Alvin, kau harus meniru anak ini. Selain pandai gelut, otaknya boleh juga."

Alvin hanya diam. Hanyut dalam pikiran.

"Tunggu apalagi? Buru putar videonya!"

Siasat Dinda hampir mendekati, namun sayang, tidak ada apa pun di rekaman tersebut. Tak ada acara yang sedang berlangsung di SMP Antariksa Jaya. Sekolah berlalu normal.

-





Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top