4/21

"ANDA DENGAR DENGAN BAIK KAN, BUK? ANDA TAK PUNYA RIWAYAT SAKIT TELINGA! DIA MAU BERGABUNG DENGAN KLUB KAMI!"

Buk Lala mendengus, tak percaya begitu saja. Mengingat kelakuan Belle yang akan menghalalkan segala hal demi kepentingan pribadi, pasti ada something tersembunyi.

Ditatapnya anak kelas satu itu. "Apa kau disogok atau diancam oleh gadis ini?" tanyanya sambil mencet hidung Belle.

"A-ah, tidak!" Dia mengeluarkan kertas formulir dari saku celana. "S-saya betulan mendaftar karena keinginan sendiri."

Beliau mengambilnya. "Alvin Gandhara?"

Jeda beberapa detik sebelum mereka menahan ketawa, termasuk Buk Lala yang tersenyum tipis, kecuali Ravin yang malas bereaksi.

"The chipmunk?" celetuk Dinda.

"Itu bukan kali pertama saya mendengarnya." Saking banyak yang berkata begitu soal namanya, Alvin tidak lagi menghitungnya.

Huh! Buk Lala bersedekap. "Baiklah, kalian menang. Tapi, kalau sampai saya tidak melihat adanya tanda-tanda kegiatan, akan langsung saya tutup ekstrakurikuler tak jelas ini."

Beliau pun pamit, menuju kantor guru.

Bleh! Belle mencibir. Senang lah menang dari guru. Dia harus merayakannya di rumah nanti. Buk Lala memang meresahkan orangnya.

"Sadarkah kalian?" Mulai lagi si otaku Kimoon, menggerak-gerakkan kacamatanya yang berlampu. "Kalau nama member baru mirip?"

Ravin menatap Alvin datar.
Alvin balik menatapnya canggung.

Oalah, sama-sama 'Vin'. Kembar beda rahim.

"Yaelah. Di dunia yang sempit ini, banyak cecunguk bernama nyaris serupa. Kalau tidak mau anakmu malu karena di kelasnya ada tiga anak bernama sama, maka namai lah dengan estetik dan unik. Tapi jangan sampai lebay."

"Oke! Setop dengan topik yang tak menguntungkan! Ini klub mencari orang hilang, bukan klub tempat menggosip. Kita mesti kembali ke jalan yang benar."

Maksud Kimoon adalah: mereka harus mulai diskusi tentang pencarian Apocalypse. Karena ini adalah kasus orang hilang perdana Klub Missing, Kimoon sangat antusias.

Kimoon menarik papan, menulis 'Apocalypse' sebagai tajuk diskusi pakai spidol.

"Nah, siapa itu Apo? Sesuai keterangan adkel nan baik hati memberitahu, dia adalah seseorang yang menghilang sejak sebulan lalu. Tepatnya sebelum kurikulum baru dimulai. Apocalypse hanyalah jululan yang diberikan orang-orang, itu bukan nama aslinya. Bahkan tidak ada yang tahu siapa sebenarnya Apo."

Wow, lumayan. Dinda mengangguk-angguk. Misterinya terasa. Sekian lama klub itu menganggur, akhirnya ada pekerjaan juga.

"Hmm, sebelum kurikulum baru... Itu berarti dia masih SMP kelas 3." Belle mengelus dagu, beralih menoleh ke Alvin dan Ravin. "Kalau kalian? Apa kalian tahu soal Apocalypse?"

Tidak ada yang tidak tahu tentang Apo di kelas satu angkatan baru. Murid kutu buku pun pasti mengetahuinya merujuk rumor tersebut masih hangat di SMA 1 Binar Emas. Entahlah, siapa yang memicu desas-desusnya sampai menyebar.

"Bagaimana pendapat kalian tentang Apo?"

"Dia itu sangat sombong!" kata Ravin kesal, mengatupkan rahangnya. "Sok pakai ngilang segala. Apa dia pikir dia itu artis? Bagiku, dia hanyalah orang yang menderita gangguan kepribadian histrionik. Tamak akan perhatian. Dia pasti senang orang-orang mengagumi dan bertanya-tanya tentangnya. Menyedihkan."

Wow! Dinda ber-oh pelan, menyimak. Melihat reaksi Ravin yang berlebihan, sepertinya dia punya dendam dengan Apo. Atau mungkin...

"Apa kau mengenali Apo, Ravin?"

Di menit yang sama, Ravin seketika diam. Dia lupa, reaksi eksesif akan menimbulkan pertanyaan-pertanyaan yang tak diinginkan.

"Kebetulan saja aku tahu," ucapnya bohong.

-






Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top