6
Ngantuk!
Tidak hanya aku, sebagian penghuni kelas terlihat terkantuk-kantuk sejak pukul setengah sembilan tadi. Aku bisa memakluminya. Meski kami akan beranjak ke SMP, tetap saja hormon tubuh kami masih 'anak-anak' yang cepat lelah.
Rata-rata umur anak-anak di kelas ini 10-13 tahun. Aku misalnya, masih 12 tahun. Ini bukan luar negeri dimana pertumbuhan seseorang sangat cepat. Jika di sini 12 tahun normal seperti bocah biasa, luar negeri 12 tahun rasa 18 tahun.
Inilah yang namanya perbedaan pertumbuhan. Aku pernah membacanya di perpustakaan. Manifestasi, ya. Andai aku juga tinggal di luar negeri. Badanku sekarang pasti sudah 'berisi'.
Atau mungkin ada penjelasan ilmiah yang lain? Aku memang 12 tahun, namun mungkin ada penjelasan untuk otak anak 12 tahun bisa memikirkan hal ribet.
Ini sebuah konspirasi! Mungkin aku memiliki otak dewasa yang bisa menangkap banyak hal yang tidak bisa dipahami anak-anak normal! Manifestasi otak! Perluasan wawasan dan jaringan otak di bawah umur!
Aku menampar pipiku. Efek ngantuk membuatku ngawur bukan main. Mana bisa sistem itu berlaku pada otak manusia. Kau pikir ini cerita fantasi, Ram? Dasar otak bocil.
Tepat pukul setengah sepuluh malam, bel pulang akhirnya berdering.
Aku menguap lebar. Banyak mobil terparkir di luar. Wajar orangtua menjemput karena ini sudah malam hari, mereka khawatir. Aku bisa lihat murid yang kembali ke orangtuanya langsung jatuh tertidur di pangkuan dan gendongan.
Pulang dengan langkah oleng seperti mabuk, lima belas menit akhirnya aku sampai di depan rumah.
Aku menguap sekali lagi, ngantuk luar biasa. Padahal biasanya aku tahan begadang sampai jam 2-3 pagi untuk menyelesaikan event. Perbedaan aktivitas membuat ritme yang "sudah terbiasa" dilakukan oleh tubuh menjadi menyimpang.
Ayolah. Kau pasti bisa, Ram. Rumahmu sudah di depanmu, tinggal masuk ke dalam. Kau tak mungkin menunggu seseorang lewat untuk mengangkutmu ke dalam, kan? Seorang anak ketiduran di depan rumahnya sendiri. Itu hebat sekali.
"Kau sangat pintar, Ram."
Tersentak, aku menoleh ke belakang, refleks menutup mata dengan lengan. Lampu sorot di jalan membuat silau.
"Tetapi, kau tetap seorang bocah."
"Siapa...?" Oh, tidak. Aku sangat mengantuk. Aku tidak bisa melihat wajah pria yang berbicara karena mataku terbuka-tertutup. Apalagi dia amat tinggi dariku, menutupi cahaya lampu.
"... Seorang bocah," tangan pria itu bergerak ke wajahku.
Aku terdiam sejenak. Apa yang kulihat sekarang? Sebuah telapak tangan raksasa hendak... membungkamku?
Demi melihat itu, mataku melotot sempurna, spontan menendang bagian terlemah seorang pria. Dia meringis. Aku melepaskan ranselku, dan PLAK! Pria itu tersungkur ke samping karena aku tepat memukul wajahnya dengan tas sekolah.
Tanpa basa-basi aku segera melesat masuk ke dalam rumah, mengunci pintu rapat-rapat. Rasa kantukku sirna digantikan oleh rasa takut. Kakiku gemetaran.
Siapa itu? Siapa orang tadi? Sejak kapan dia mengikutiku? Apa dia salah satu peneror Marmoris? Tapi kenapa dia menerorku? Apa dia tahu jati diri leader Marmoris? Itu tidak mungkin! Rahasia Clandestine tidak ada yang mengetahuinya!
"Mom? Mom? Mom?" Aduh! Ke mana Mama di saat seperti ini-
Aku berhenti mondar-mandir di ruang tamu, menoleh gentar ke catatan kecil di kulkas. Tanganku bergetar mengambil lembar notes.
Maaf Mama tidak mengatakannya langsung padamu, Ram. Seminggu ke depan, Mama pergi berlibur bersama Dhave. Kamu jangan khawatir, Mama sudah menyuruh Bibi Nah datang untuk merawatmu. Baik-baik di rumah, ya!
Aku meremukkan notes kecil tersebut.
Itulah mengapa aku membenci Dhave. Dia bertingkah seakan punya ikatan sah di keluarga kami. Padahal dia tak lebih Dari orang asing. Dia memonopoli Mama.
KNOCK KNOCK
Sial! Aku tidak punya waktu berdrama sekarang! Ada penjahat di luar rumah! Mengincarku! Memanggil polisi pun rasanya terlalu berlebihan, maksudku, aku masih ingin mencoba berpikir positif.
Manikku menatap pemukul bola kasti di kardus, segera menyambarnya.
KNOCK! KNOCK!
Jantungku mencelus karena gedoran yang semakin keras. Baiklah. Aku sudah siap dengan senjataku, tinggal menarik gerendel pintu. Hidupku gini amat. Baru kemarin rasanya hidup tenang dan tentram, sekarang berubah bombastis.
"Bi-bibi Nah?" kataku terbata-bata, menelan ludah. Orang asing tadi sudah menghilang dari perkarangan rumahku.
Beliau menatapku bingung. "Kenapa wajahmu pucat begitu, Ram? Astaga, tubuhmu sampai gemetar begini. Apa terjadi sesuatu?"
Akhirnya aku bisa menghela napas lega.
*
[Kapten, ada apa denganmu? Dari tadi tidak bermain dengan benar. Sudah begitu Kapten tidak aktif semalam!]
Aku mengusap wajah. "Aku kerja lembur, Tobi, dan pikiranku sangat kacau sekarang. Sepertinya aku tidak on nanti malam."
[Ketua, ada apa? Suaramu terdengar aneh. Apa terjadi sesuatu pada pekerjaanmu?] Sokeri bertanya khawatir. Nah, yang satu ini guru terampil tapi anak gamer. Pekerjaan asli anggota Marmoris benar-benar hebat.
[Kapten, jika kau sakit atau kenapa-kenapa, datang saja ke rumah sakitku. Aku akan melayani dengan gratis.] Dien seorang dokter di Rumah Sakit Treat. Kenapa aku bertemu dengan orang-orang hebat seperti mereka sih?
Apa aku curhat saja ya soal semalam? Aku takut, jujur. Siapa sangka ada yang berniat meneror Marmoris. Apa untungnya mereka melakukan itu? Apa mereka dendam atau sekadar ingin menganggu?
"Aku off sekarang," kataku pamit.
[Jangan Kap-]
Clandestine telah log out.
Aku beranjak dari kursi, keluar dari kamar. Bibi Nah sibuk membersihkan gudang.
"Ng?" Aku memicing menatap koran di meja, mengambilnya. Berita terkini. "Seseorang Mencoba Menerobos Perusahaan Seek, dikabarkan penerobosan dilakukan saat CEO cuti. Apa? Bukannya itu tempat Mangto bekerja?"
Orang ini, siapa pun dia, dia sepertinya punya siasat besar dan memiliki kolusi. Apa dia player yang membenci Marmoris? Seseorang dari Guild Woodzn?
Aku mengambil mantel di stand hanger. "Bi Nah, aku ingin pergi main sebentar."
"Jangan pulang telat, Ram. Pukul enam kau sudah harus berangkat ke sekolah," sahut Bibi Nah dari belakang.
"Got it."
Aku meninggalkan rumah, melangkah cepat sejauh kaki melangkah. Seluruh tv-tv yang dipromosikan di depan toko menampilkan berita sama: diterobosnya kantor direktur Perusahaan Seek. Berita ini akan jadi berita hangat di Kota Hallow.
Sampai di tempat tujuan, aku mendongak menyaksikan tingginya gedung perusahaan tersebut. Kira-kira 12 lantai? Kenapa para tukang begitu rajin memanjat?
Aku menyusup ke dalam dengan mudahnya. Tidak ada yang menyadari kehadiranku, tentu saja. Mereka sibuk dengan skandal teror ini. Siapa yang sadar ada anak kecil menyelinap masuk di antara pekerja bangunan untuk orang-orang dewasa?
HAPPY HALLOWEEN, WAKIL KAPTEN MARMORIS.
Iya, aku berhasil masuk ke kantor Mangto. Aku seketika terperangah di tengah-tengah ruangan memandangi coretan di kaca jendela kantor, dicat menggunakan sprai kaleng permanen dan berwarna sirah.
Apa sebenarnya maksud mereka melakukan ini? Apa mereka berniat hendak meneror satu-satu member MARMORIS? Segitu dendamnya mereka karena kami kalahkan di game? Tidak dewasa sekali!
Kenapa mereka tidak memikirkan dunia nyata dan dunia maya? Masalah itu hanya masalah game, oke? Aku tidak percaya betapa bocahnya mereka.
"Baiklah, kita lihat saja." Aku berkata sendiri, mengusir keheningan. "Sejauh mana kalian mau bermain dengan kami. Apa kau pikir orang bodoh yang mengisi Guild Marmoris? Kita lihat, apa kalian bisa tahu rahasia Clandestine atau tidak."
Aku tersenyum miring, menoleh ke belakang, lebih tepatnya ke arah CCTV di atas sudut ruangan. Cahaya pada benda itu berhenti berkerlap-kerlip.
Menatap coretan di kaca sekali lagi, aku mengambil sebuah spidol di atas meja.
.
.
Pukul 8 malam.
"Pak, saya rasa ada yang masuk secara diam-diam ke ruangan Bapak sekitar siang tadi. Tidak ada barang hilang, namun ada sesuatu yang perlu-"
"Lagi? Apa saja kerja kalian tidak bisa mengawasi, hah? Aku hanya minta izin sebentar dan ini terjadi lagi!"
"Kamera CCTV mendadak padam saat rekaman ini diambil, Tuan. Ada yang membajaknya ruang kamera."
"Membajaknya? Berapa banyak yang datang?"
"Tidak. Pelaku membawa barang yang bisa memadamkan tenaga listrik."
"Aku tidak ingin masalah ini diperpanjang. Beritahu massa, kalau perlu adakan konferensi pers dan hentikan keributan ini. Paham?"
"Laksanakan, Pak!"
"Lalu, apa yang kau ingin katakan tadi?"
"Saya tidak tahu ini kabar baik atau kabar buruk, namun lebih baik Bapak yang melihatnya sendiri."
Mereka berdua membuka pintu ruang CEO. Tidak ada yang salah pada ruangan itu. Coretan besar berwarna merah di kaca tetap masih terlukis di sana, mengilat. Tetapi ada yang aneh pada lukisan itu.
"Hidupkan lampu."
"Siap, Pak."
Lampu menyala. Mereka berdua terdiam. Pria yang sejak tadi memerintah itu tersenyum penuh arti.
Huruf "L" besar menempel di sela-sela kalimat berdempetan dengan coretan huruf "C" kecil seolah anak dari huruf pertama. Tak lupa logo love kecil di atas garis huruf L. Sebuah simbol feminim menyatu dengan coretan misterius.
Simbol Clandestine.
Aku menoleh ke belakang. Perusahaan Seek memang besar sekali ya. Aku bisa melihat lampu-lampu menyala di setiap lantai. Semoga Mangto bisa mengurusnya. Dia wakil yang hebat.
"Saatnya sekolah."
Aku pulang dengan senandung ria.
•••
Kamis, 22 Oktober 2020
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top