36
"Aku kepikiran sesuatu, Kapten."
Ram menaikkan satu alis ke atas. "Apa?" Tangannya sibuk menulis biodata singkat perihal Sembilan Benteng Woodzn. Northa melihat tulisannya dengan binar mata kagum.
"Tentang Menas. Dikatakan mereka kabur dari penjara Ween, belasan sipir terbunuh. Menurutmu apa yang membuat mereka berhasil melarikan diri? Apakah ada mata-mata?"
Oh, soal itu. Ram mengangkat bahu. "Mungkin saja ulah Klendestine. Kan dia dalangnya. Menghasut Woodzn untuk menyerang kita."
"Kapten, kenapa kau setenang itu sih? Coba pikirkan, kalaupun kita bisa mengalahkan Sembilan Benteng Woodzn dan memasukkan mereka ke penjara, bagaimana kalau Klendestine datang lagi membebaskan mereka seperti kasus Menas? Sipir-sipir tak berdosa kembali tewas."
"Aku pikir Klendestine takkan mengulanginya."
"Kenapa Kapten berpikir demikian?"
Harusnya Ram mengatakan ini: Tidak mungkin seseorang melakukan pergerakan sama, terlebih keamanan penjara Ween ditingkatkan selepas apa yang terjadi. Tetapi Ram berubah pikiran.
"Aku rasa ini yang terakhir." Ram tersenyum.
"Apa maksudmu, Kap?"
"Maksudku Sembilan Benteng Woodzn. Jika kalah, aku bertaruh Klendestine takkan memakai mereka lagi. Alasan mengapa dia membebaskan Menas karena Menas memegang sesuatu yang menjadi pondasi penyerangan mereka saat ini. Percaya saja padaku."
Kalau Ram berkata sepercaya diri itu, maka apa boleh buat. Marmoris manggut-manggut. Mereka baru setengah jalan ke tempat tujuan.
"Membicarakan itu, tumben Kapten memakai jam tangan. Biasanya tidak pernah pakai." Tobi menyeletuk.
"Aku memerlukannya."
Drrt! Drrt! Itu panggilan dari Hari, kakaknya Day. Ram tersenyum miring, segera mengangkatnya. "Halo, Kak! Aku sudah menunggu-nunggu teleponmu."
Marmoris bersitatap. Orang itu pasti penting sekali hingga Ram menyapa ramah.
"Ya, waktu yang tepat. Kakak bisa menyalakannya jam 12 tepat. Terima kasih mau membantuku." Ram mematikan panggilan, menatap jam tangan.
"Siapa itu, Kapten?" Hermit bersungut-sungut.
"Kakak temanku. Aku butuh sedikit bantuan darinya. Akan membuang waktu kalau aku yang pergi, jadi lebih baik minta tolong."
"Memangnya Kapten minta tolong apaan? Bukankah Kapten sendiri yang tak mau melibatkan orang luar ke 'pertarungan' ini? Bahkan Kapten tidak mau mengandalkan polisi." Tobi memicing curiga. Ada yang ganjil dengan Kapten mereka.
Ram menengok ke arah atlas di jok paling belakang, tersenyum. "Ah, aku minta tolong padanya menyalakan dan mematikan aliran listrik. Aku hanya berjaga-jaga kok. Kalau situasinya darurat, yah, rencanaku bekerja. Kalian jangan lupa, Clandestine sering melakukan rencana cadangan."
Ini mengherankan. Mengapa Ram justru sangat antusias menemui Sembilan Benteng Woodzn? Apa dia tidak merasa takut sama sekali? Ini boleh jadi berbahaya dan dirinya bisa celaka. Anak yang aneh.
Selang beberapa menit kemudian, Ram berhenti menulis. "Kita berhenti di sini."
"Lho?" Sekiranya itu reaksi Marmoris. Dien menginjak pedal rem, menoleh kepada Ram, tatapan bingung. "Tapi Kapten, jalur ke Gedung Filolion masih cukup jauh. Kita jalan kaki untuk menyergap? Pasti mereka bersembilan berada di titik yang berbeda, memantau kita agar masuk ke jebakan. Itu bukan ide bagus."
Ram menggeleng, menggandeng ransel besarnya. "Yang bilang kita ke Gedung Filolion siapa? Pasti anggapan kalian saja. Aku tidak pernah bilang kita akan ke sana. Aku hanya bilang kita akan menyelamatkan Mangto dan Sokeri. Cuman itu."
Tanpa penjelasan lebih lanjut, Ram turun dari mobil, memakai topi guna menyembunyikan wajah dari kamera cctv. Terik mentari menyilaukan mata.
"Tunggu, Kapten!" Castle ikut turun. Dia benar-benar bingung. "Sebenarnya apa rencanamu sih? Kita akan ke mana? Sejelas itu posisi Woodzn di Filolion. Kenapa mendadak merubah tujuan?"
"Aku tidak merubah tujuan kita." Ram menggeleng, tersenyum mengeluarkan sebuah kotak perangkat dari tas, mengotak-atik benda tersebut. Tak lupa mencolokkan kabelnya ke tablet. Proses penyambungan dimulai. "Kenapa kau turun, Castle? Kembali ke mobil. Aku tidak menyuruhmu turun."
"Hah? Tapi kan—"
Penyambungan selesai. Perangkat itu sudah tersambung ke tabletnya.
"Yang akan ke Filolion hanya aku seorang. Kalian berlima silakan pergi ke pra-hotel Chabot," kata Ram dengan ekspresi kosong.
"APA?! Kau sudah gila, Kapten? Ini di luar rencana. Jangan bilang kau ingin melawan mereka seorang diri? Jangan bercanda!"
"Aku tidak pernah bercanda dalam mengatur siasat. Maafkan aku, Marmoris. Ini pilihanku."
Sebelum yang lain sempat turun, Ram mendesak Castle supaya masuk ke dalam mobil, kemudian menekan sesuatu di layar tablet. Alhasil, door lock mobil terkatup dengan sendirinya.
"Apa ini?" Dien menarik-narik knop pintu tak sabaran. "Kenapa tak bisa dibuka?!"
Ram menempatkan tangannya ke saku celana, memandang datar Marmoris yang mendobrak pintu mobil. "Kalian tak bisa keluar dari sana. Aku sudah mempereteli mobilmu jauh-jauh hari, Dien. Menanamkan banyak komponen nirkabel ke dalamnya. Semuanya tersambung ke tabletku."
"APA YANG MAU KAU LAKUKAN, KAPTEN?"
"Aku mencuri idemu, Castle. Membajak mobil seseorang lewat perangkat SUA. Itu ide cemerlang. Siapa sangka bisa kugunakan." Mesin mobil menyala atas kendali Ram. "Aku juga meletakkan sinyal statis, jadi kalian tak usah khawatir posisi kalian dilacak. Aku akan mengantar kalian ke Chabot secara otomatis. Aku yakin Mangto dan Sokeri berada di sana."
"KAU BISA CELAKA SENDIRIAN, KAPTEN!"
"Tidak, Kapten. Kumohon jangan lakukan." Castle memukul-mukul kaca jendela. "Ada apa denganmu...? Bukankah kau sepakat akan melawan Woodzn bersama-sama? Kenapa kau melakukan ini...?"
"Bukankah ini sering terjadi? Clandestine rentan berubah pikiran dalam perang. Woodzn dendam terhadap Marmoris, terutama Clandestine. Aku harus bertanggung jawab selaku ketua guild. Jadi yah, kuikuti kata hatiku. Aku takkan melibatkan kalian."
"Jangan lakukan ini, Kapten... Kami adalah anggotamu. Kau tak bisa begini." Hermit memohon.
"Sayangnya aku bisa." Ram tersenyum. "Senang bisa bertemu kalian, Marmoris. Walau kesan pertamaku hancur, aku menikmati momen pertemuan kita." Setir kemudi berbelok, pedal gas melesak. Hanya soal waktu Ram menjalankan mobil tersebut.
"Minggir, Northa." Tobi berkata.
Northa menelan ludah menyadari ada yang berbeda dengan aura Tobi, segera menyingkir. Tobi mengambil kuda-kuda.
Brak! Melayangkan pukulan pertama ke kaca.
"T-Tobi?" Dien tertegun melihat Tobi memukuli brutal kaca jendela. "Apa yang kau lakukan?! Tanganmu berdarah! Hentikan!"
Kaca perlahan retak ketika pukulan keempat mendarat. Masih belum cukup.
Dia berniat memecahkan kaca dan keluar untuk mencegahku? Aku tak bisa membiarkanmu, Tobi. Ram menyentuh layar tablet. Mobil di depannya bergerak maju-mundur sehingga Marmoris di dalamnya terbanting ke depan-belakang.
Tidak ada waktu lagi. Ram menekan ikon akselerator. Mobil itu pun melesat meninggalkannya, kembali ke jalan raya.
"KAPTEN! JANGAN!"
Ram melambaikan tangan. "Sampai jumpa!" Dia geleng-geleng kepala. Dari jarak sejauh itu, teriakan mereka terdengar. Kenapa mereka begitu sulit melepaskannya? Ya ampun, ya ampun. Padahal itu bukan perpisahan.
"Sejenak aku lupa tentang Tobi. Menghancurkan kaca mobil bukan hal berat baginya. Dasar aku."
Ram memperhatikan jam tangan, sudah pukul setengah sepuluh.
"Aku harus bergegas." []
Jumat, 28 januari 2022
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top