19

Semua itu...

"Titik buta musuh sudah terlihat, Kapten! Beri perintah menembak!"

"Tidak. Tembakkan meriam ke tanah. Northa, jatuhkan senapan lawan. Sisanya biar kuurus."

"Kau tahu apa yang Kapten pikirkan, Castle?"

"Kurasa dengan menembak bongkahan tanah, penglihatan musuh akan terganggu oleh debu dan menyerangnya dari balik kamuflase. Terlebih, jangkauan ledakan memakan sepertiga lokasi temu antar musuh. Kapten ingin menghabisi mereka sekaligus."

Semua itu...!

"Aku akan memberi kalian celah. Dien, kover Hermit menuju titik bom."

"Kapten, jangan gegabah. Mereka punya sniper yang masih belum diketahui lokasinya, juga situasi kita tak diuntungkan di sini."

"Maka karena itu aku akan beri waktu 10 detik untuk kalian pergi. Mereka sudah tahu posisi Northa dan dua timnya melakukan kejaran. Akan kubuat mereka menunjukkan diri."

"Itu artinya kami mengorbankan Ace kami? Jangan bercanda, Kapten! Begitu Ace tim tumbang, permainan ini berakhir!"

Clandestine tersenyum, mengeluarkan bom asap dari jaket. "Mangto, dengarkan nasihatku dong. Marmoris bukan semata-mata unggul karenaku. Jika kalian hanya memperkuat potensi Ace, apa yang bisa kalian lakukan jika aku out lebih dulu? Ayo berkembang. Kalahnya terkuat memberi peluang terlemah meningkatkan pengalamannya. Aku sering bilang itu kan. Lagi pula aku tidak mati sia-sia. Dien, kau sudah siap?"

"Aku sudah menandai poin yang kau minta,  Kapten."

"Kita akan mengorbankan tiga orang sekaligus di sini, paling tidak berhasil mengirim Mangto dan Hermit ke lokasi bom terpasang. Lakukan, Dien!"

Dentuman meriam terdengar. Sesuai yang diprediksikan oleh Clandestine, pemimpin musuh akan memerintahkan dua sniper di titik berseberangan menembaknya. Dua peluru mengenai tubuh Clandestine.

"Baik, sudah kudapatkan mereka. Tenggara barat dan Perkotaan D. Northa, tugasmu. Jangan lupa turun ke gedung bawahmu, posisimu sudah terbuka. Bertahan selama mungkin. Juga, Dien, jangan biarkan mereka masuk ke zona pembiusan. Aku mengandalkan kalian lho~"

Tubuh Clandestine menghilang. Death.

Mangto mengumpat marah. "Apanya yang tidak sia-sia?! Dien takkan bisa menahan mereka berdua! Apalagi jika aku dan Hermit membiusnya dengan manual. Tidak ada Tobi di sini—"

"Aku sudah datang nih."

Hermit menoleh ke sumber suara, tersentak kaget. "Tobi?! Se-sejak kapan kau ada di sini? Kenapa kau bisa lolos dari radar mereka?"

"Kematian Ketua tidaklah percuma. Lewat bayangannya, aku bisa memanfaatkan situasi yang kritikal itu untuk menyusup masuk ke sini. Ayo kita segera bius bomnya."

Semua itu diperintahkan oleh anak-anak kelas 6 SD?! Tidak mungkin!

Northa yang menolak percaya identitas asli ketua Marmoris adalah seorang bocah, memilih menguntit Clandestine beberapa hari ini. Dia bahkan menyuruh beberapa pengawal serta pelayannya menyamar menjadi penduduk sekitar demi memata-matai.

"Tuan Muda Northa, target memasuki sebuah toko. Apa perintah Anda?"

"Tetap pada peran! Jangan mencolok atau dia peka!"

"Saya akan memberikan saluran komunikasi target pada earphone Tuan Muda."

"Ya, tolong."

Tapi sepertinya Northa lupa, siapa yang sedang dia buntuti.

Ram menoleh beberapa kali ke luar jendela, menyipitkan mata serius, tersenyum miring.

"Ada apa, Sweetie?"

"Tidak ada, Ma. Ram lapar. "

"Tunggulah sebentar di sana. Kamu pasti capek berdiri."

"Oke."

Langkah Ram melamban. Sikunya menyenggol salah satu sendok makan pengunjung. Bunyi denting yang ditimbulkan menyorot beberapa perhatian. "M-maafkan aku, Tante."

"Ah, tidak apa."

Northa yang memantau di salah satu bangku taman lewat teropong, menelan ludah. Dia menjatuhkannya dengan sengaja untuk memastikan siapa saja yang akan memperhatikan gerak-geriknya? Pengunjung biasanya tidak tertarik apalagi suara benda yang jatuh terlalu kecil untuk didengar. Cerdik.

... Enam, tujuh, sepuluh, tidak... jumlahnya terlalu banyak. Siapa sih nekat menghantuiku begini. Klendestin? Anggota Woodzn yang lain? Aku harus menghitungnya. Ram mengembuskan napas jengkel, menggaruk anak rambut.

Tidak ada pilihan lain.

Northa bangun dari posisi, terbelalak.

"Mama! Tadi ada es krim! Ram mau itu!" rengek Ram menarik-narik baju Mamanya agar keluar dari toko. "Nanti es krimnya terlanjur pergi. Ram mau es krim!"

"Hee, sejak kapan kami suka es krim. Tunggu, Ram. Makanannya belum jadi..."

"Ram mau sekarang!"

"Wah, manjanya..."

"Anak itu imut sekali."

Dia membuat keributan dan keluar dari sana untuk memastikan jumlah pembuntut tanpa perlu diketahui sang ibu? Dan lagi, caranya sangat alami. Dengan kekacauan yang ditimbulkan, semua pengunjung menaruh perhatian padanya, sehingga akan mencurigai orang yang dirasa berbahaya. Dia memanfaatkan mereka untuk melindungi diri?!

Northa tersentak, refleks menoleh ke belakang. "Castle—"

"Sstt," Castle memberi isyarat diam, menarik Northa. "Jika kau ingin memata-matai Kapten, setidaknya ajak aku atau Tobi. Dia tidak berbohong soal mengaku sebagai Clandestine. Anak itu asli."

"Kalau kau sudah tahu, kau mengakuinya begitu saja?! Tidak untukku!"

"Aku tidak percaya, asal kau tahu."

Deg!

Northa merasakan bahaya dari hawa Castle yang tiba-tiba berat.

"Caramu terlalu kolot, Northa. Akan kuperlihatkan perbedaan posisi kita di guild dengan dunia nyata." Castle memegang tablet (mungkin android tempatnya meretas), menatap ke jalan raya.

Ram menatap es krim kerucut jijik. Jika saja situasinya tak begini, dia takkan pernah meminta cemilan tersebut.

Lampu hijau menyala. Waktunya menyebrang.

Benar-benar bikin repot. Tiga hari setelah menghadapi member Marmoris dan melawan Woodzn akhirnya Ram punya waktu senggang untuk liburan, kenapa dia malah dimata-matai sih?

Castle menekan tombol.

Tepat Ram berada di tengah-tengah jalan raya, sebuah mobil dipaksa maju oleh alat retas Castle. Cepat sekali hendak menabraknya.

"CASTLE! APA YANG KAU LAKUKAN! MATIKAN SEKARANG!" Dalam situasi radikal, Northa pun berinisiatif merebut benda yang dipegang Castle. "KAU INGIN MEMBUNUHNYA?!"

"Ini adalah cara agar Clandestine mengekspresikan umurnya."

"Pengawal! Cepat hentikan dia!"

Jarak memangkas. Mobil tersebut tak bisa dihentikan lagi. Bayangannya masuk ke bola mata Ram.

Astaga, Castle. Kau tidak pernah ragu ya. Aku akan meladenimu. Pikirmu aku tak punya cara menghentikannya?

Detik-detik sebelum tabrakan,  Ram melemparkan tiga granat EMP dari kantong celana berukuran mini namun bertegangan tinggi. Mobil tersebut berhenti tepat menyentuh ujung kaki Ram.

"RAM!" Mama berseru panik. "ASTAGA, NAK! APA KAU BAIK-BAIK SAJA?"

Pengendara juga cemas, bingung kenapa tranportasi yang dia kendarai mendadak melesat kencang.

"Kau sudah gila! Gila! Apa yang kau pikirkan?! Kau ingin jadi pembunuh?" bentak Northa marah, langsung menghancurkan tablet Castle tanpa basa-basi. "Dia hanya anak-anak!"

"Karena itulah yang kubutuhkan." Castle tersenyum miring, menatap lurus.

Northa terdiam, memalingkan kepala, berbinar-binar kaget.

Ram sudah mengetahui posisi mereka berdua, juga balik memandang lurus, datar namun terlihat murka.

Kali ini, kau sudah kelewatan, Castle. Kau harus minta maaf karena terlalu meremehkanku.

Bulan oktober akhirnya selesai. [9/4/2021]

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top