18

Aku menggeliat. Duh, duduk berjam-jam di kursi membuat punggung dan bokong menderita. Kalau tidak salah hari ini rekor tujuh jam karena tanggal merah, ditambah Mama lembur. Kesempatan ngegame puas!

[Kapten, tambah seronde lagi?]

"Tentu saja! Tidak ada yang mengganggu malming-ku! Kita lanjut sampai jam 5 pagi!"

[Ya ampun, Kapten bersemangat sekali. Kalau gitu maunya Kapten, kami akan menemani.]

Ronde ke-7 pun dimulai dan dimenangkan dengan kilat. Kadang aku heran kenapa otak dan mulutku lancar sekali mengatakan kalimat-kalimat strategi itu. Apa belajar rajin membuatku mendapat kemampuan genius?!

Sembari menambah susu cokelat yang habis, komputer kubiarkan menyala, menampilkan notif kontak.

_Klendestin telah meminta pertemanan pada anda. Terima/Tidak?_

Aku tercenung melihat nick player tersebut. "Klendestin"? Bukankah itu ejaan nama akunku? Apa-apaan dia?!

Itu adalah akun yang baru netas. Tidak ada rasio kemenangan, atau pertandingan pertama. Benar-benar akun hangat. Sampai meniru nick-ku, apa maunya nih user?

Oh! Dia mengirim pesan.

Salam kenal, Clandestine. Aku adalah fansmu. Maaf jika kau tersinggung oleh nick-ku yang terkesan menjiplakmu. Aku hanya menyukai namamu. Kau sungguh kreatif membuatnya. Nickname yang indah dan manis.

Semua buluku meremang. Rasanya seperti dikirim pesan oleh penguntit.

Bolehkah aku bertemu denganmu? Aku sangat mengagumimu, Clandestine! Aku ingin bertemu denganmu! Aku menyukaimu, Clandestine. Aku yakin di dunia nyata, kau sama indahnya dengan nickname-mu.

"Haah, apaan sih orang ini? Jijik sumpah."

Aku tanpa ABCD langsung memblokirnya. Player tak jelas.

Bertemu? Jangan konyol.

*

Lalu, dari mana aku tahu Klendestin berasal dari Woodzn? Karena aku menyelidiki riwayat pertandingan Menas dan mendapat informasi mereka berdua pernah bermain bersama.

Tidak! Bukan itu masalahnya sekarang, Ram! Kembali ke masa sekarang, dong!

"Aku yakin ada kesalahan di sini." Northa berkata geram, mondar-mandir di depanku kayak setrikaan. Bisakah dia duduk? Aku saja pusing melihatnya, apa dia tidak?

Tatapan tajamnya jatuh padaku. "BAGAIMANA BISA ANAK INI CLANDESTINE?"

Mama! Mau pulang!

"Tenanglah, Northa. Kau membuatnya takut. Cupcupcup, sini biar Tante Sokeri usap-usap dulu kepalanya."

"Enyahlah kau, penyuka berondong!"

"Hiks, aku baru 32 tahun."

Mangto menghela napas, menatapku yang tak bisa membuka suara, kembali menghela napas. Masalah ini jadi pelik.

Aduh! Harusnya setelah kejadian Kafe Ceibar tadi sore selesai, aku langsung cabut ke rumah. Tapi Castle sialan itu...! Peka dan mencegatku. Menyebalkan.

Tidak, tidak. Aku harus menenangkan otak dulu. Sebelum situasinya menjadi makin panas, aku harus cari cara keluar dari sini—SEBENTAR! INI DI MANA, BTW?!

Double gawat. Saking gugupnya dengan tekanan mereka, aku tak memperhatikan jalan ke mana mereka membawaku. Meski hasilnya 50:50, aku akan tersesat dan jadi anak hilang. Lalu, lalu, aku... mati kelaparan.

Sepotong roti bungkus terulur ke depanku. Dien tersenyum ramah. "Kamu pasti belum makan siang, kan? Makanlah."

Aku menerimanya tanpa banyak tanya (yah, perutku memang sudah berbunyi sih).

"Kapten membuatku salut, tahu tidak? Tak kusangka Kapten seusia keponakanku. Hebat sekali bisa memberi pengarahan sejitu itu."

Tersedak dalam diam takkan membuatku mati konyol, kan? Dien, kenapa kau tidak mengatakannya saat aku belum mengunyah rotinya...

"Jadi... dia betulan Kapten?" Tobi mendesah kecewa. "Lalu Mangto, kau sudah tahu ini tapi kau merahasiakannya?"

"Aku tidak... Dengar, aku juga berusaha mencari timing untuk memberitahu kalian."

"DAN PADA AKHIRNYA KAMI LEBIH DULU MELIHAT KEBENARANNYA, MANGTO!"

"Lalu apa? Kalau pun kuberitahu, kalian kaget dan tidak percaya bahwa Clandestine anak-anak. Menurutku menunjukkan kenyataannya pada kalian secara langsung mempercepat proses perang saudara ini."

Northa mengepalkan tangan. "Sejak kapan kau mengetahuinya? Sejak kapan kau tahu?"

"Sejak mereka mulai meneror. Clandestine, tidak, anak ini nekat menerobos masuk ke ruanganku dan melukis simbol Kapten. Aku langsung tahu bahwa dia adalah Kapten."

"Kemudian kau diam dan tak memberitahu kami..."

"Aku sudah bilang, aku juga tak ingin menyembunyikannya! Apa yang akan kalian lakukan jika berada di posisiku, huh? Bingung? Kecewa? Sedih? Memangnya apa yang kita harapkan dari realitas menyedihkan? Daripada mengharapkannya, aku lebih memilih menerimanya lapang dada."

"Lalu bagaimana dengan kami? Kau pikir kepribadian kita sama? Wah, Mangto, apakah kau sekarang mengira kesolidaritasan Marmoris di maya hukumnya sama di dunia nyata? Dasar egois."

"Apa katamu—"

"SUDAH CUKUP KALIAN BERDUA!"

Oke, yang seperti ini sering terjadi di game sekalipun. Northa si anak bangsawan yang kepala batu melawan Mangto yang berdedikasi tinggi. Perlu digeplak kepala kalian pakai panci.

Melompat dari posisi duduk, aku menatap mereka berdua tajam. "Kalau kalian bertengkar karenaku, lebih baik hentikan. Itu hanya akan merugikan kalian berdua."

Northa terkekeh sarkas, melotot marah. "Sepertinya kau masih percaya diri setelah semua yang terjadi—"

"I'll delete my account, so don't worry about it. Mangto yang akan memegang posisi Ketua Marmoris untuk ke depannya, jika kalian masih terus bermain."

Deg!

"Apa? TUNGGU, KAPTEN! APA YANG KAU KATAKAN—"

"Tutup mulutmu dan diam. Tidak ada yang boleh menyela saat aku berbicara," gumamku dingin. "Ini perintah."

Mangto seketika tersumpal, mendadak bungkam. Northa pun sama-sama terkesiap kaget. Member lain hanyut dalam pikiran masing-masing.

"Bukankah sudah kukatakan tadi, aku telah menduga hal ini akan terjadi di jauh-jauh hari. Hari dimana kalian tahu rupa Clandestine yang sebenarnya. Tapi itu bukan masalah. Aku akan out dari Marmoris dan menghapus akunku lantas menghilang. Itu resiko yang harus kuambil karena berani menipu kalian dengan identitas palsu."

"Lagian, aku seratus persen yakin, mengatakan tentangku sejak awal bermain game sialan itu, kalian takkan terima dipimpin oleh anak kecil sepertiku. Untuk seorang bocah harusnya bermain bola di lapangan."

Aku tidak ingat kenapa bisa menjadi ketua guild Marmoris. Apa aku mencalonkan diri? Apa aku mengalahkan Mangto? Aku lupa, bagaimana cara Clandestine menjadi pemimpin Marmoris. Aku tidak mengingatnya.

Terutama, aku tidak ingat pertama kali bermain dengan mereka. Apa yang membuatku meng-install game tersebut? Apa ini alur alami kehidupan? Mengalir tenang bak sungai.

"Kalian sekarang bebas mau mempertahankan Marmoris atau apalah. Aku angkat tangan. Selamat tinggal dan maaf membohongi kalian selama ini. Maaf aku berbohong soal penampilan, Hermit. Percayalah pada Northa, realita hubungan online memang sangat menyakitkan."

Aku membungkuk sopan, melewati mereka semua yang bergeming di tempat masing-masing. Langit malam menyambut begitu aku keluar dari ruangan.

Yaps, lebih baik begini. Sepertinya aku harus mencari hobi baru.

"Hiks..."

Pulang ah. Lalu tidur bareng Mama. <0>

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top