BAB 9 END
Gak nyangka ya, udah sampe akhir cerita. Terima kasih untuk 1k+ vote nya.. double up ya.. buat kalian 😗
Wonwoo merasa ia adalah manusia paling bodoh ketika Soonyoung berkata bahwa Pria itu adalah saudara jauh dari Mingyu. Dan melihat respon Wonwoo yang kosong membuat Pria berambut nyaris pirang itu tertawa terbahak-bahak. Bahkan sampai mengalihkan pandangan Tuan Kim yang sibuk merenovasi bagian samping rumahnya bersama Mingyu.
"Jadi kau berpikir bahwa aku menyukai Kim Mingyu? Oh Tuhan, Jeon Wonwoo. Kau sangat bodoh sekali. Tidak mungkin aku menyukai saudaraku sendiri." Keduanya lantas menatap Mingyu yang sibuk mengecat dinding rumah sementara sang ayah memaku kusen yang rusak.
Tuan Kim menolak Wonwoo membantu dirinya. Dan memaksa Pria itu untuk duduk menonton menemani Soonyoung. Karena Soonyoung sangat payah dalam hal merenovasi.
Wonwoo mengambil satu buah anggur menggunakan garpu ketika Soonyoung kembali bertanya yang berhasil membuat dirinya tersedak.
"Apa kalian sepasang kekasih sekarang?" Tanya Soonyoung dengan senyum jahil lalu melanjutkan ucapannya, "yeah, tak perlu dikasih tahu. Aku tidak akan terkejut jika benar. Karena selama Mingyu mengunjungi Anyang, ia akan sempatkan diri menceritakan tentang teman apartemennya yang unik-"
Wonwoo merasa begitu malu, ketika Soonyoung memberitahu tentang apa yang sering Mingyu ceritakan. Kata unik memiliki banyak makna dan bagi Wonwoo itu adalah tentang kebiasaan buruknya.
"-tapi Mingyu berkata bahwa temannya itu sangat baik dan ia telah jatuh cinta. Sebenarnya saat pertama kali melihatmu, aku sudah menduga bahwa kau adalah Jeon Wonwoo. Mingyu tak pernah membawa teman sebelumnya dan ia berjanji akan membawamu ke rumahnya ketika sudah tiba waktunya."
"Walaupun terlihat polos, terkadang Mingyu akan menjadi sangat menyebalkan ketika menyangkut orang yang dia sayang."
Tanpa sadar ucapan Soonyoung membuat Wonwoo tersenyum dan menatap Mingyu yang sibuk mengecat.
Ya. Wonwoo sudah benar-benar mencintaimu Mingyu sekarang.
•••
Kunjungannya dirumah Mingyu sudah berakhir. Minseo merengek sedih karena mereka terlalu sebentar- namun Mingyu meyakinkan sang adik bahwa dirinya akan kembali pulang tak lama lagi. Nyonya Kim memberikan senyum yang berbeda pada Wonwoo. Begitupun Tuan Kim- Wonwoo merasa bahwa keluarga Kim sudah mengetahui hubungannya dengan Mingyu dan mereka terlihat baik-baik saja. Wonwoo bersyukur.
Selama perjalanan pulang, Wonwoo tak mau melepas genggamannya pada tangan Mingyu. Dan juga perlakuan Mingyu yang secara tiba-tiba mengecupi punggung tangannya membuat Wonwoo tersenyum malu. Ia berpikir, kemana perginya Mingyu yang polos? Dan ia sempat juga berpikir bahwa Mingyu memiliki dua kepribadian berbeda.
"Apa keluargamu baik-baik saja?" Terdapat sebuah kerutan pada dahi Mingyu ketika Wonwoo tiba-tiba bertanya saat mereka baru saja memarkirkan mobil di basement. Mingyu tak mau melepaskan genggaman tangannya pada Wonwoo.
"Maksudmu?"
"Yeah, hubungan kita, kau tahu. Apa mereka tidak marah?" Ucap Wonwoo. Ada nada ketakutan di dalamnya. Namun Mingyu memberikan senyum terbaiknya dan mendaratkan sebuah ciuman di bibir.
"Semua baik-baik saja. Mereka tidak masalah dengan orientasi ku." Wonwoo hanya mengangguk kemudian. Ia berharap bahwa semua akan baik-baik saja seperti yang Mingyu katakan.
Ketika mereka memasuki apartemen, mereka memilih untuk berpisah diri sejenak dengan memasuki kamar masing-masing.
Wonwoo meraih ponselnya yang sudah ia tinggal selama kunjungannya ke rumah keluarga Kim. Sengaja, karena ia tidak ingin apapun mengganggu perjalanan.
Puluhan pesan bahkan panggilan tak terjawab masuk ke dalam ponselnya ketika benda itu menyala. Kebanyakan dari telepon rumah Wonwoo. Ada sekitar delapan pesan dari Seulgi. Wanita itu menanyakan kabarnya dan berkata bahwa Tuan Jeon tengah jatuh sakit.
Wonwoo merasa dunianya benar-benar hancur. Ia begitu merasa bersalah pada sang Ayah. Walaupun kelakuan Pria paruh baya itu sungguh membuatnya jengkel, namun Pria itu masihlah ayah kandungnya.
Wonwoo kembali keluar dari kamar dan meraih kunci motor ketika Mingyu juga baru saja keluar dari kamarnya.
"Ada apa, Wonwoo?" Wonwoo tersentak dan menatap kekasihnya.
Namun ia bahkan tak mampu menjawab, ia terdiam cukup lama sampai Mingyu menghampirinya.
"Seulgi Noona mengatakan bahwa Ayah sakit, Mingyu-ya," lirih Wonwoo pelan. Berusaha menahan bahwa ia akan menangis sebentar lagi. Ia merasa seperti sampah.
"Tenanglah. Aku akan menemanimu kesana."
•••
Ayahnya tak pernah berkata bahwa ia memiliki penyakit radang paru-paru akut. Pria itu selalu sibuk menghabiskan waktunya di kantor. Bahkan sampai lupa akan kesehatannya sendiri. Saat menemukan Pria paruh baya itu terbaring lemah dirumah sakit dengan mata tertutup- Wonwoo merasa bahwa ia juga bersalah disini. Ia tak pernah memperhatikan keadaan ayahnya. Jarang pulang kerumah dan suka menghambur uang. Tak sadar bahwa sang ayah mati-matian bertahan hidup.
"Ayah, maafkan Wonwoo." Dan untuk pertama kalinya setelah sekian lama, ia menemukan dirinya menangis di depan sang ayah. Ia menggenggam tangan ayahnya begitu erat. Berharap bahwa Pria paruh baya itu lekas membuka mata.
Ketika Wonwoo keluar dari ruangan ayahnya, ia menemukan Mingyu yang setia menunggu. Dengan segera Wonwoo menabrak dada bidang kekasihnya dan memeluk Pria itu dengan erat. Ia kembali terisak pelan. Mingyu mengelus punggungnya pelan. Memberi kata-kata penenang.
"Tenanglah, Wonwoo. Ayahmu akan segera sembuh. Berhentilah menangis."
"Tidak! Dia sekarat, Mingyu-ya. Aku anak tak tahu diri. Aku membuatnya tersiksa."
Mingyu menggeleng pelan, "tidak, sayang. Bukan salahmu." Ia lantas melepas pelukan dan menghapus jejak air mata sang kekasih. "Ayahmu akan sembuh. Kau harus tenang, hm?"
Wonwoo mengangguk pelan. Masih terisak membuat Mingyu terkekeh dan mengecupi kedua mata kekasihnya yang terpejam.
Dua jam kemudian, ayahnya sadar. Wonwoo bertanya keadaan pada pria itu dengan nada khawatir. Dan ayahnya berkata bahwa ia baik-baik saja. Wonwoo masih teramat bersalah. Ayahnya sangat kurus tanpa ia sadari.
"Apa ayah makan dengan baik? Maafkan Wonwoo yang membuat ayah tersiksa," ujar Wonwoo dengan mata penuh rasa bersalah. Sementara Tuan Jeon menggeleng pelan, dan berkata, "ayah makan dengan teratur, Wonu-ya. Kau tidak bersalah. Tak perlu minta maaf."
"Tapi-"
"Justru ayah yang harus minta maaf karena terlalu memaksamu. Ayah hanya ingin kau bahagia. Dan ayah pikir bahwa Seulgi adalah pilihan terbaik. Kalian pernah menjalin hubungan sebelumnya."
"Tidak, ayah. Aku mencintai Mingyu. Dia adalah kekasihku sekarang. Aku bahagia bersamanya."
Tuan Jeon hanya diam, namun Wonwoo dibuat terkejut setelahnya menemukan sang ayah tersenyum dan mengangguk pelan.
"Ayah tahu, jika Mingyu benar-benar mencintaimu."
•••
Selama hampir seminggu lamanya, akhirnya Tuan Jeon bisa kembali pulang walaupun lebih banyak istirahat dan rutin check up. Wonwoo memasuki kamar ayahnya dengan membawa bubur hangat serta beberapa butir obat. Selagi menyuapi sang ayah, mata Wonwoo sering kali melirik jam dinding yang menggantung dan itu tak luput dari pandangan Tuan Jeon.
"Terjadi sesuatu, Wonwoo?"
Wonwoo tersentak dan menatap ayahnya dengan bingung.
Tuan Jeon terkekeh, "sejak tadi kau sibuk menatap jam dinding. Ada apa? Kau ada janji?"
Walaupun ragu, namun Wonwoo kemudian bersuara, "sebenarnya hari ini pameran lukisan Mingyu diadakan. Aku sudah berjanji untuk melihatnya. Tapi ayah tak perlu khawatir. Mingyu akan paham jika-"
"Pergilah," cetus Tuan Jeon dengan tersenyum. "Mingyu pasti menunggumu."
Mendengar ucapan itu tanpa sadar membuat Wonwoo tersenyum, ia memeluk sang ayah sambil mengucapkan terima kasih. Kemudian ia keluar dari kamar milik Tuan Jeon dan segera meraih kunci mobil.
•••
"Mingyu, bisa bicara sebentar?" Pria tinggi dengan balutan jas hitam itu menoleh dan menatap Jihoon yang terlihat cukup gugup. Mingyu mengangguk lantas meminta ijin pada beberapa pengunjung yang sempat bercakap dengannya.
Ia mengikuti Jihoon menuju taman samping gedung dimana pameran lukisan berada. Mingyu menunggu Pria mungil di depannya angkat bicara. Namun, selama dua menit lamanya hanya deru nafas tak beraturan yang Mingyu dengar.
Jihoon terlihat seperti ia baru saja lari puluhan kilo.
"Ada apa, Ji-"
"Mingyu, aku menyukaimu. Tidak! M-maksudku, aku mencintaimu."
Mingyu terbelalak dengan menahan nafas. Paru-paru mendadak sempit sehingga ia bahkan tak bisa bernafas dengan normal. Pengakuan Jihoon cukup membuatnya terkejut- ia luar biasa terkejut. Tak pernah terpikir olehnya bahwa Jihoon menyukainya. Ketika pandangan Mingyu jatuh pada sebuah mobil hitam mewah yang masuk melalu gerbang gedung, ia tahu bahwa ia harus secepatnya memberi jawaban.
"Jihoon, maaf-" ucapannya sukses membuat Jihoon mendongak. Pria mungil itu tampak berkaca-kaca. Seperti, jawaban Mingyu tidak sesuai dengan apa yang Pria itu harapkan.
"Kau menolakku?" Anggukan pelan dari Mingyu tanpa sadar membuat Jihoon meringis.
"Tapi, kenapa?"
"A-aku, aku mencintai orang lain Jihoon. Dan beberapa hari yang lalu aku baru saja memulai suatu hubungan dengannya."
Jihoon menumpahkan kekecewaannya dengan menangis namun Pria mungil itu mengangguk pelan, "y-ya. Aku paham, Mingyu-ya. A-aku hanya merasa aku harus jujur padamu."
Bersamaan dengan itu, ponsel Mingyu berdering. Menampilkan nama seseorang yang sangat ia cintai.
"Jihoon, aku-"
"Pergilah, Mingyu. Aku tidak apa-apa."
Mingyu mengangguk pelan. Menyentuh bahu Jihoon dan meremasnya dengan halus, "sekali lagi maafkan aku, Lee Jihoon."
•••
Wonwoo memperhatikan beberapa lukisan yang baru pertama kali ia temui. Sebenarnya ia tak benar-benar menyukai seni. Namun, ketika mengetahui bahwa Mingyu adalah seorang pelukis, mendadak ia menyukainya.
Langkah Wonwoo mendadak terhenti ketika ia melihat pada salah satu lukisan yang sukses membuat keningnya berkerut. Suatu karya abstrak namun Wonwoo dengan jelas dapat melihat suatu wujud seorang Pria dengan sebuah puntung rokok di antara bibirnya. Tangannya terangkat menyentuh lukisan itu.
"Aku bertemu seorang Pria perokok di sore hari ketika aku nyaris tertabrak sebuah mobil. Pria perokok itu menolongku. Lantas membentakku dan berkata bahwa aku adalah Pria paling bodoh yang pernah ia temui. Dan untuk pertama kalinya, aku merasakan perasaan aneh, juga perutku yang bergemuruh tak jelas."
Tanpa sadar sudut bibir Wonwoo terangkat ketika mengingat kalimat Mingyu sebelumnya. Ia larut dalam lukisan itu, hingga kemudian seseorang memeluknya dari belakang di lanjut oleh kecupan pada pipi kanannya. Wajah Wonwoo menoleh dan menemukan wajah tampan Mingyu tersenyum polos menatapnya.
Wonwoo berusaha melepas diri dan segera berbalik. Menatap Mingyu dengan berkacak pinggang.
"Lihatlah siapa yang tanpa ijin menciumku?" Ujar Wonwoo menatap sang kekasih tajam.
Sementara itu, Mingyu tampak membelalakkan matanya. "Memangnya aku tidak boleh memeluk kekasihku sendiri?" Tanyanya dengan polos. Yang mau tak mau membuat Wonwoo gemas sendiri. Pria bermata rubah itu terkekeh dan segera tiba-tiba mengalunkan tangannya pada leher Mingyu dan mencium bibir sang kekasih.
"Tentu saja boleh, Kim Mingyu sayang. Hanya saja, kemana perginya Kim Mingyu yang polos ketika pertama kali aku bertemu dengannya. Apa ia tertinggal di rumah keluarga Kim?"
Keduanya lantas terkekeh bersama. Kemudian Mingyu membawa Wonwoo mengelilingi ruangan dan menjelaskan makna beberapa lukisan.
"Jadi, lukisan tadi adalah lukisan yang kau sembunyikan di dalam kamarmu?" Mingyu mengangguk dan tersenyum kecil membuat Wonwoo mengacak rambut kekasihnya gemas.
"Kau sangat mencintaiku ya, Kim Mingyu?"
"Sangat. Aku sangat mencintaimu, Jeon Wonwoo."
Wonwoo tertawa di buatnya, "aku juga mencintaimu, Kim Mingyu."
•••
Jelas sekali dalam ingatan tentang bagaimana Wonwoo merengek untuk segera pulang ke apartemen karena Pria itu merasa sangat kelelahan mengelilingi ruang pameran lukis dan memaksa Mingyu ijin pada Senior untuk pulang terlebih dahulu. Namun, seperti sebuah alasan klasik untuk Wonwoo ingin menghabiskan waktu berdua dengan sang kekasih di apartemen setelah hampir seminggu ia sibuk menjaga sang ayah.
Begitu mereka memasuki pintu apartemen, bibir Wonwoo secara tiba-tiba mengunci bibir Mingyu.
Sementara itu Mingyu menarik sang kekasih mendekat, ia menemukan dirinya benar-benar lengkap sekarang. Setelahnya ia mendorong Wonwoo menduduki sofa dan semakin memperdalam ciuman mereka.
Mingyu mengurung tubuh Wonwoo dengan tubuhnya. Sementara Wonwoo meremas rambut Mingyu ketika Pria itu mengigit pelan lehernya.
"Ahh.. M-mingyu-" desahan mengisi ruang hening ketika Mingyu menarik lepas jaket serta kaos Wonwoo, ia lantas mengecupi dada Pria manis di bawahnya tanpa cela.
Raga Wonwoo seakan melayang ketika Mingyu menggigit putingnya pelan-yang juga membuatnya membusungkan dada. Memberi akses luas untuk sang kekasih mengecupi.
Ketika tangan sang dominan bergerak turun dan membuka resleting celana Wonwoo, -Wonwoo menemukan miliknya tegang dan basah.
"Lepas, Kim Mingyu.. agh.. lepas semuanya, brengsek!!"
Mingyu terkekeh pelan, "kau sangat tak sabaran, Wonwoo."
"Peduli setan, kau sangat membuang waktu Kim Mingyu brengsek!" Wonwoo menyingkirkan tubuh Mingyu dari atasnya. Terganti dengan dirinya yang kini berpangku pada paha Mingyu dan segera meraup habis bibir Pria di bawahnya.
Beberapa saat kemudian, Wonwoo melepas seluruh pakaian yang melekat pada tubuhnya begitupun juga Mingyu. Mereka sama-sama tak tertutup sehelai benang pun.
Mingyu mendesah ketika Wonwoo merangkak turun dan masih setiap mengecupi seluruh tubuhnya.
"Ah .. Wonwoo .." desahan kembali terdengar ketika kini Wonwoo mengulum kejantanan Mingyu dan menaik-turunkan gerakannya. Membuat Mingyu merasakan kenikmatan tiada tara. Semua sungguh luar biasa.
"Wonwoo, aku-"
Wonwoo semakin mempercepat tempo gerakannya ketika Mingyu mengeluarkan cairan miliknya pada mulut Wonwoo.
Wonwoo melepas kejantanan Mingyu, menelan habis cairan milik kekasihnya dan kembali naik mencium bibir Mingyu dengan ganas. Tangannya bergerak meraih kejantanan Mingyu-menuntun masuk ke dalam lubang miliknya.
"Akh ... M-mingyu ... Ini luas biasa."
Perlahan tubuh Wonwoo bergerak naik turun diikuti oleh desahan keduanya yang tiada henti. Tiba ketika mereka akan sampai, tempo gerakan semakin di percepat.
"Akh!"
Keduanya mencapai klimaks secara bersamaan.
Wonwoo ambruk di atas badan Mingyu. Nafas keduanya tak beraturan.
Mingyu menurunkan Wonwoo pada sofa. Mengelus wajah kekasih cantiknya pelan.
"Kau cantik, Wonwoo."
Wonwoo tak menjawab, Pria itu hanya menatap Mingyu dengan sayu.
"Kim Mingyu, kurasa satu ronde lagi bukan sebuah masalah."
"Apapun untukmu, Jeon Wonwoo sayang."
Selesai
Terima kasih yang sudah mengikuti cerita ini dari awal sampai akhir, memberi vote serta comment, Noona benar-benar seneng. (っ˘̩╭╮˘̩)っ
Noona ketawa-ketawa sendiri baca comment dari kalian. Bahagia itu sederhana ya. ಡ ͜ ʖ ಡ
Dan maaf dengan sangat jika akhir dari cerita ini tidak memuaskan kalian. (〒﹏〒)
Sampai bertemu di cerita Meanie selanjutnya. (●♡∀♡)
Love u all,
Noona. 💕
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top