BAB 6
Sudah hampir seminggu lebih Wonwoo mengabaikan panggilan Ayahnya. Dan juga hampir setiap hari Seulgi menggedor pintu apartemen dan tak akan pergi sebelum Wonwoo membukanya. Atau ketika Wonwoo tidak ada, maka Mingyu lah yang dengan halus berkata bahwa teman apartemennya itu sedang keluar. Namun, sifat keras kepala Seulgi membuat Mingyu kewalahan.
"Kau berbohong, Kim Mingyu!" Punggung Mingyu menabrak permukaan pintu ketika Seulgi mendorong dirinya dan melangkah masuk ke dalam apartemen.
Mingyu mengikuti Seulgi ketika wanita itu berjalan membuka pintu kamar Wonwoo. Namun yang ia dapati, kamar itu dalam keadaan terkunci.
"Kau lihat?! Wonwoo pasti di dalam. Kamarnya tak pernah terkunci walaupun ia pergi. Wonwoo! Kau di dalam sayang? Bukalah dan biarkan aku memeluk tubuhmu. Aku merindukanmu, Wonwoo!" Tangan Seulgi tak tinggal diam untuk mengetuk pintu kamar Wonwoo beberapa kali.
"Noona, Wonwoo benar-benar tidak ada disini. Dia mungkin tidak sengaja mengunci pintu kamarnya." Seulgi mengabaikan ucapan Mingyu. Dan terus mengetuk pintu kamar itu tanpa lelah.
Namun pintu itu tak kunjung terbuka membuat Seulgi dengan geram menghampiri Mingyu.
Plak!
"Semua karena mu, Kim Mingyu! Kau menghasut Wonwoo untuk menjadi kekasih. Pertunangan ku dengannya terancam, asal kau tahu!" Pekik Seulgi dengan amarah. Namun tak di pungkiri ada bulir air mata menetes dan tak lama sebuah isak terdengar.
"N-noona ... "
"Kalian brengsek!" Seulgi terduduk dan masih terisak pelan. Bersamaan dengan itu pintu utama apartemen terbuka dan menampilkan Wonwoo dengan wajah lelahnya.
Mingyu tak bohong tentang Wonwoo yang tengah pergi keluar.
Pandangan kedua Pria itu bertemu. Namun dengan cepat Wonwoo beralih menatap Seulgi dan menghampirinya.
"Noona, ada apa?"
Seulgi berdiri dan memeluk Wonwoo dengan erat. Masih terisak pelan.
"M-mingyu, memaksa mencium ku, Wonwoo."
Mata Wonwoo melebar mendengar ucapan Seulgi. Ia lantas menatap Mingyu yang juga sama terkejutnya dengannya.
"Noona, apa maksudmu?"
"Mingyu, apa ucapan Seulgi Noona benar?"
Mingyu menggelengkan matanya dan menatap Wonwoo, "tidak Wonwoo. Seulgi Noona berbohong. Aku tidak-"
"Ya Wonwoo. Mingyu memang memaksaku tadi." Di tengah isak, Seulgi kembali menimpal.
Mingyu terdiam ketika kini Wonwoo menatapnya dengan kecewa. Pria dengan mata sipit itu lantas membawa Seulgi pergi.
"Wonwoo, aku benar-benar tidak melakukannya." Namun, Wonwoo mengabaikan ucapan Mingyu. Pria itu sudah sangat kecewa dengan apa yang Mingyu lakukan pada Seulgi.
Kecewa karena di saat Wonwoo masih mempertanyakan perasaan pada Mingyu, Pria itu justru dengan kurang ajarnya memaksa mencium Seulgi-wanita yang sangat Wonwoo hindari.
•••
Sudah tiga hari berlalu Wonwoo tak lagi pulang ke apartemen. Yang semakin membuat Mingyu gusar di tempat. Bahkan ia sudah beberapa kali menghubungi nomor sang teman apartemen. Namun panggilan itu di akhiri secara sepihak.
Wonwoo benar-benar tak mau bicara dengannya.
Ketika ponselnya berdering secara tiba-tiba, dengan segera Mingyu melihatnya. Berharap bahwa Wonwoo lah yang menghubungi. Namun, ketika nama Jihoon yang ia temui, bahunya kembali merosot.
"Ya, Jihoon?" Mingyu sudah tak lagi bersikap formal pada Jihoon. Mereka sudah semakin dekat sekarang sebagai seorang rekan kerja.
"Mingyu-ya, Jongin Hyung memintamu menyelesaikan lukisan untuk pameran minggu depan."
"Baiklah. Aku akan kesana sebentar lagi."
"Ya .. dan hati-hatilah di jalan, Kim Mingyu."
Mingyu kembali meletakkan ponselnya begitu panggilan berakhir. Dan mendesah pelan. Bahkan ia sampai mengabaikan pekerjaannya hanya karena memikirkan Wonwoo.
•••
"Mingyu-ya, kau tidak apa-apa?" Jihoon menepuk pelan bahu Mingyu ketika menemukan Pria itu tanpa sadar melamun dan mengabaikan lukisan hampir jadi di depannya. Tak di pungkiri bahwa Pria manis itu sejak tadi merasa khawatir dengan keadaan Mingyu yang beda dari biasanya.
Sementara Mingyu tersentak pelan dan tersenyum pada Jihoon, "aku baik-baik saja, Jihoon. Hanya sedikit lelah, kurasa."
"Sebaiknya kita kembali. Hari sudah semakin gelap. Jongin Hyung juga berkata untuk menyelesaikan lukisan besok." Ujar Jihoon selagi ia membereskan beberapa alat lukisnya.
Mingyu hanya mengangguk pelan. Ikut melakukan hal yang sama seperti Jihoon.
Ketika mereka keluar dari studio lukis, hari benar-benar sudah malam. Dan hawa dingin mulai menusuk hingga ke tulang, membuat Jihoon tanpa sadar menggigil. Pria manis itu memeluk tubuhnya tanpa sadar. Namun ketika sebuah jaket ter sampir di kedua bahunya-ia tersentak. Menatap Mingyu yang tersenyum hangat padanya.
"Kau membutuhkannya."
"Lalu kau?" Tanpa sadar hawa panas menjalar pada pipi Jihoon hingga ke telinga. Perlakuan sederhana namun manis yang Mingyu tunjukkan membuat dadanya berdegup kencang.
"Aku tidak apa-apa. Sebaiknya kita pulang."
•••
Hal pertama yang Mingyu temukan ketika ia memasuki apartemen adalah sepasang sepatu yang tak tertata rapi. Kemudian matanya bergulir ketika menemukan pintu kamar Wonwoo terbuka. Lantas kemudian ia menghampiri-
"Wonwoo?" Lirih pelan cukup mengejutkan Pria yang sibuk di depan lemari terbuka.
Wonwoo bergeming. Pria itu tengah sibuk mengeluarkan beberapa pakaian dan di masukkannya pada sebuah tas berukuran cukup besar.
"Wonwoo-"
Namun Pria yang di panggilnya itu memotong dengan nada menusuk, "Kau puas, Kim Mingyu?"
"Apa maksudmu?"
"Kau puas mempermainkan ku, Kim Mingyu?!" Suara Wonwoo terdengar meninggi, "setelah aku mati-matian menolak permintaan Ayah, dan hal lain mengejutkanku bahwa kau mencintai Kang Seulgi! Kau pemain yang baik rupanya!"
Mingyu menatap jauh ke dalam mata Wonwoo. Ada seberkas luka tak menentu di sana. Luka yang sukses mengudara hingga sampai pada hati Mingyu.
"A-aku mencintai Kang Seulgi?"
"YA!" Wonwoo membentak dengan keras. Matanya memerah menahan air mata. Ia menggigit bibir bawahnya dengan keras. Menutup resleting tasnya. Dan bersiap untuk pergi.
Namun di ambang pintu, seseorang menarik pergelangan tangannya dengan kasar. Dan Wonwoo menemukan wajah Mingyu yang memerah penuh amarah.
"Apa maksudmu dengan aku mencintai Kang Seulgi, Jeon Wonwoo?!" Mingyu balas membentak. Urat di pelipisnya menonjol dan hal itu membuat Wonwoo berjengit mundur.
Deru nafas keduanya begitu memburu ketika kehening tercipta begitu menyesakkan.
"Kau menciumnya." Wonwoo berbisik dengan pelan. Namun kalimat itu sukses membuat Mingyu menyeringai penuh amarah.
"Biar aku beri tahu kepada siapa sebenarnya aku jatuh cinta, Jeon Wonwoo!"
Mingyu mendorong tubuh Wonwoo menghantam dinding. Menghimpitnya kuat. Bibirnya meraih. Memangut bibir Wonwoo penuh nafsu. Salah satu tangannya menarik pinggang Wonwoo mendekat ke arahnya.
Dan ketika sepasang tangan mengalung pada lehernya dan ciumannya terbalas, Mingyu mengangkat tubuh Wonwoo dan menjatuhkannya pada ranjang. Kedua mata kelam saling beradu. Tangan Pria yang lebih tinggi mulai menanggal satu persatu kain yang membalut Pria di bawahnya sementara bibirnya kembali melontarkan kalimat mengejutkan, "bagaimana mungkin aku mencintai Kang Seulgi, disaat hatiku sudah tertulis namamu dengan begitu jelas, Jeon Wonwoo."
Ciuman Mingyu turun menuju leher halus milik Wonwoo. Memberi sebuah tanda merah disana.
"Aku mencintaimu. Tidak ada yang lain." Mingyu mulai memainkan lidahnya di bagian bawah tubuh Wonwoo. Menghasilkan desahan yang menuntun Wonwoo menggenggam rambut Mingyu erat.
Lidah Mingyu mulai bermain di dalam lubang Wonwoo. Meninggalkan jejak saliva disana. Dan ketika Mingyu dengan perlahan menggiring jarinya masuk, ia mendengar rintihan Wonwoo. Kembali ia mencium bibir Pria di bawahnya.
"Maafkan aku."
"T-tidak, Kim Mingyu. Biarkan semua terjadi."
Mingyu membiarkan seluruhnya miliknya masuk, membuat tubuh Wonwoo menggelinjang menahan sakit dan nikmat secara bersamaan. Hal yang ia lakukan bersama Mingyu merupakan hal baru baginya. Ketika sebelumnya ialah yang menjadi pihak penusuk, justru menjadi pihak yang di tusuk oleh teman satu apartemennya.
Desahan mengisi ruangan, erangan yang saling bersautan, serta peraduan yang semakin dalam.
Saat Mingyu kembali menguasai bibirnya, Wonwoo merasa bahwa bibir Pria tinggi itu akan menjadi candu baginya. Ia ingin memangut bibir itu lebih lama.
Ketika Mingyu meningkatkan tempo gerakannya, Pria itu meraih pinggang Wonwoo untuk semakin dekat. Mendorong masuk miliknya mencapai bagian sensitif milik Wonwoo. Dan puncak menghampiri mereka bersamaan, tubuh mereka menegang, serta desahan yang perlahan mereda.
Tubuh Mingyu ambruk di samping tubuh Wonwoo. Tangannya meraih selimut dan menyelimuti keduanya. Deru nafas masih terdengar.
"Aku mencintaimu. Tidurlah. Selamat malam."
Kkeut
Like a piece of watercolour painting
Aku beneran update tiap hari dong.. gilak :v
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top