BAB 1

"Oh benar! Mana mungkin Mingyu menghamili anak orang. Aku bahkan ragu dengan ereksinya!"

"Pelan kan suaramu, bodoh! Kau benar-benar bodoh!"

"Jangan heran. Dia memang begitu."

Mingyu hanya memperhatikan. Tak ingin membuka suara apalagi pembelaan ketika ketiga sahabatnya atau mungkin satu di antara yang menjadi sumber emosi. Sambil menikmati kacang di atas meja, mereka selalu bercanda dan berakhir membully Mingyu seperti biasa.

"Hei, Mingyu! Kau harus membela dirimu sendiri!"

Sofa ruang tengah sudah hampir hancur dengan lusuh dimana-mana. Mingyu kadang heran bagaimana mereka begitu sangat berantakan. Mata karamelnya lantas menatap Pria yang duduk di sofa lusuh. Yang terakhir berbicara. Dia adalah Vernon. Pria blasteran yang berakhir menjadi salah satu sahabatnya.

"Kau seperti tidak mengenal Mingyu saja." Kemudian Pria yang tengah duduk di lantai dengan ponsel di kedua tangannya. Tengah bermain game. Namun juga membagi fokus dengan menimpali obrolan. Dia adalah Seungcheol.

Pria itu memiliki bulu mata yang panjang. Cukup aneh. Seungcheol lumayan normal di antara mereka. Pria itu tidak terlalu bar-bar. Namun terkadang tidak serius pada beberapa hal. Dan cukup menyebalkan juga.

"Oh! Lihat!"-Mingyu menatap kemana perginya buku yang semula ada di kedua tangannya. Buku itu berakhir mengenaskan di lantai. Seseorang lantas melompat kesamping nya. Membuat kedua mata Mingyu melotot.

"Aku akan bosan menjadi dirimu, Kim Mingyu. Jika setiap hari hanya baca buku," Pria itu kembali berkata. Masih pada posisinya; berjongkok di atas sofa membuat benda empuk itu mengempes di bagian yang tertekan. Dengan wajah condong ke arah Mingyu.

Dia adalah Wonwoo. Mingyu mengenalnya sebagai Pria urakan. Penampilan yang jauh dari kata rapi, rambut acak seperti orang bangun tidur; tapi tidak benar-benar bangun tidur, ujung baju seperti tidak pernah di setrika. Matanya sipit dan setajam silet. Bibirnya suka sekali menyeringai.

"Ya! Kau mau mencium Mingyu?!" Begitu Seungcheol berbicara, Wonwoo lantas menjauhkan diri. Turun dari sofa dan memungut buku Mingyu-mengembalikannya pada tempat semula. Ke tangan Mingyu.

"Yang benar saja! Aku masih belum puas dengan bibir Seulgi Noona."

"Kau memacarinya lagi?"

Wonwoo mengangguk sambil memakan kacang yang sudah ia kupas. Lantas menjawab pertanyaan Vernon, "ya. Banyak orang menyebut bahwa kami mirip. Mungkin saja jodoh. Aku hanya mempermudah semuanya," sebelum biji kacang kembali masuk ke dalam mulutnya.

Ketiga sahabatnya hanya diam. Berdecih dengan kebiasaan Wonwoo yang suka ganti pacar setiap minggunya.

"Tapi Seulgi Noona selalu menolak jika aku menyentuh bokongnya. Kenapa ya? Apa remasanku kurang kencang?" Wonwoo bertanya masih dengan mengunyah kacang. Mungkin saja setelah ini ia akan di hantui oleh jerawat berlebihan.

"Mungkin saja karena kau terlalu meremasnya Wonwoo!"

"Tidak mungkin. Remasanku ini nikmat. Bikin orang keta-"

"BISAKAH KALIAN DIAM?!"

Wonwoo berhenti mengunyah kacang. Seungcheol berhenti dengan gamenya. Vernon berhenti mengorek upil. Semua menatap Mingyu.

Mereka masih terdiam untuk satu menit lamanya sebelum Mingyu melangkah masuk menuju kamarnya.

"Sepertinya dia sedang datang bulan."

"Oh Wonwoo. Kau tidak lupa kan kalo Mingyu pria?"

"Kau berbicara pada orang yang salah Seungcheol."

Malam itu berakhir dengan ucapan terakhir Vernon. Semua masuk pada kamar masing-masing dan pergi tidur.

•••

"Kau darimana?"

Mingyu berpapasan dengan Wonwoo di depan gedung apartemen sore itu ketika dirinya baru saja dari perpustakaan kota.

"Kencan. Seperti biasa."

Alis Mingyu naik seketika, "bersama Seulgi Noona?"

Sang lawan bicara menyeringai. Selagi mereka menunggu lift terbuka. Wonwoo kemudian menjawab pertanyaan Mingyu, "tentu saja tidak. Aku bosan. Seulgi Noona mungkin saja tengah menangis."

Kemudian pintu lift terbuka. Mereka segera masuk. Dan menekan angka 5.

"Seharusnya aku tidak terkejut. Tapi bosanmu terlalu cepat."

"Ya. Aku adalah Jeon Wonwoo."

Oh. Ucapan itu memiliki seribu makna berbeda. Dan Mingyu sudah tahu.

Tak ada percakapan lagi. Wonwoo sibuk berkirim pesan dengan entah siapa-mungkin pacar barunya. Sementara Mingyu hanya menatap angka yang tiap beberapa detik terganti sebelum pintu lift lagi-lagi terbuka.

Mereka sudah sampai di lantai 5. Dan keluar bersama.

Setiap dari mereka memiliki kunci masing-masing. Namun kali ini Wonwoo membiarkan Mingyu membukanya.

Seungcheol dan Vernon adalah tetangga apartemen. Namun suka menghabiskan waktu di apartemen Mingyu dan Wonwoo.

"Sepertinya Seungcheol dan Vernon belum pulang," ujar Mingyu ketika menemukan Wonwoo menatap pintu apartemen sahabat mereka.

"Oh ya. Aku tahu. Seungcheol mengunjungi Ibunya sementara Vernon kerja paruh waktu."

Wonwoo menutup pintu setelah mereka benar-benar masuk. Dan menghempas diri pada sofa.

"Mingyu, kau harus masak sesuatu. Perutku benar-benar lapar. Uangku dihabisi Jisoo."

Jisoo adalah pacar baru Wonwoo.

"Kau mau apa?" Mingyu muncul di balik pintu kamar. Dengan pakaian yang lebih santai. Aroma lavender tercium seketika. Membuat Wonwoo merasa lebih rileks.

"Lain kali aku harus pakai parfum lavender. Dan kurasa sup ayam dengan potongan kimchi tidak buruk," kata Wonwoo selagi ia membuka jaket kulit yang melekat pada tubuhnya. Menyisakan kaos hitam polos dan celana jins.

Mingyu berjalan menuju dapur. Membuka kulkas dan mengeluarkan semangkuk daging ayam dan sayuran. Mengolahnya menjadi sup ayam menakjubkan. Begitulah ketika Wonwoo memuji masakannya. Sebenarnya hanya sup biasa. Namun terkadang Wonwoo berkomentar bahwa ia tak pandai masak dan ketika mencicipi makanan orang yang pandai masak, ia harus memujinya.

30 menit kemudian sup telah jadi. Dengan semangkuk kimchi segar. Mingyu memanggil Wonwoo. Namun tak ada jawaban apapun ketika panggilan ketiga.

Ketika Mingyu berjalan menuju ruang tengah, ia menemukan Wonwoo sudah tertidur di atas sofa.

Mingyu mendesah pelan. Ia harus menunda makannya dan menunggu Wonwoo bangun.

Langkah ia bawa menuju kamarnya. Berjalan menuju pojok ruangan dan duduk di depan sebuah kanvas besar yang tertutup sebuah kain putih. Tangannya menyingkirkan kain yang menghalangi.

Kanvas itu kosong tanpa ada warna apapun.

Mingyu melirik cat warna di bawah penyanggah kanvas kemudian meraihnya.

Dan ia mulai melukis.

•••

"Benar. Kau harus pergi berkencan, Mingyu."

Entah dari mana percakapan mereka bermula sampai-sampai Seungcheol melontarkan kalimat itu.

"Tidak." Mingyu menjawabnya dengan lugas. Memberitahu bahwa dirinya tak benar-benar ingin berkencan.

Vernon yang hobi mengupil lantas menatap sahabat mereka yang lugu, "aku memiliki seorang teman. Dia cukup cantik dan baik. Kurasa kalian akan oke."

"Tidak. Dan tidak. Sudahi obrolan ini sebelum aku merasa muak."

"Oh, Mingyu. Yang terjadi disini adalah kau yang benar-benar memuakkan."

Wonwoo yang sejak tadi hanya diam lantas terkekeh pelan. Berjalan menghampiri Mingyu dan mengapit lehernya, "benar, Gyu. Kau harus berkencan. Percayalah, ciuman itu memabukkan. Kau akan ketagihan."

Mingyu cukup yakin dengan ciuman yang memabukkan. Karena bukti sudah ada di depan matanya. Seorang Wonwoo adalah Pria yang suka ganti pacar. Mungkin saja ia itu tidak berbohong. Namun, Mingyu tak benar-benar ingin berkencan. Ia baik-baik saja dengan hidupnya yang sekarang.

Semua seperti menunggu Mingyu membuka suara. Namun, Pria itu tak kunjung memecah kehening. Membuat Seungcheol jengah.

"Begini saja. Tidak perlu berkencan. Datanglah ke klub yang biasa Wonwoo datangi. Pilihlah satu bibir yang ingin kau cium di atas lantai dansa tanpa status apapun. Atau setidaknya kau bisa menikmati bokong mereka."

Ucapan Seungcheol seakan terbawa angin begitu saja ketika Mingyu benar-benar berakhir di depan pintu klub malam yang biasa Wonwoo datangi. Sahabatnya itu tengah berdiri di sampingnya. Menunggu Mingyu merespon apapun agar Wonwoo yakin membawa temannya itu masuk.

"Dengar, Mingyu. Mungkin saja kita akan berpisah di dalam sana. Jadi, aku memberimu ini jika kau benar-benar melakukan sesuatu yang tak ingin kau lakukan," Wonwoo memberi Mingyu alat kontrasepsi di tangannya. Membuat Mingyu bungkam. Ia jelas tahu maksud Wonwoo dan benda di tangannya. Namun, ia tak berpikir akan berakhir di ranjang penuh cairan cinta.

"Bagaimana jika-"

Wonwoo sudah menyeretnya masuk sebelum Mingyu selesai akan kalimatnya. Begitu mereka masuk, suara dari musik begitu memekak telinga, bau alkohol dimana-mana, serta rasa pengap yang kentara. Mingyu tak yakin bisa melewati ini semua. Ia berusaha membuat Wonwoo tetap berada di sisinya. Ruangan asing itu sungguh membuatnya tak ingin jauh-jauh dari sang sahabat.

Mingyu mengikuti Wonwoo menuju bartender dan memesan dua minuman beralkohol.

"Wonwoo, kau membawa seseorang?" Suara dari seseorang yang tengah meracik minuman terdengar di sela bisingnya klub.

"Ya. Dia hanya terlalu bosan di apartemen. Jadi aku membawanya kemari," Wonwoo menyeringai menerima minumannya. Satu ia beri pada Mingyu.

"Terdengar seperti ia tidak pernah ke klub," bartender itu kembali bersuara.

"Begitulah," ujar Wonwoo setelah menyesap minumannya.

Sementara Mingyu tak yakin dengan minuman di hadapannya. Beraroma menjijikkan dengan tampilan cukup menarik. Sebelum Mingyu mencicipinya, ia menemukan Wonwoo yang terkekeh menatapnya.

"Kau akan suka, Gyu."

Dan benar. Tegukan ke sepuluh sudah Mingyu lakukan. Ia merasa melayang di atas awan. Semua berputar layaknya roller coaster. Namun Mingyu sangat menikmatinya.

Wonwoo sudah menghilang entah kemana. Meninggalkan Mingyu seorang diri di meja tender.

"Hei, tampan."

Semua akan mudah ditebak.

Wanita itu mendekati Mingyu. Mengapit tangannya seperti mendapatkan mangsa baru.

"Mau ikut bersamaku?"

Dan anehnya Mingyu mengangguk dan tersenyum kekanakan.

Mereka pergi entah kemana. Mingyu tak tahu. Yang ia tahu hanya suara bising itu perlahan tak lagi terdengar hingga ia merasa punggungnya terhempas pada tembok dan ciuman penuh gairah itu terjadi. Mingyu mencoba untuk menarik pinggang wanita di hadapannya untuk semakin dekat ketika ciuman mereka semakin dalam.

Mingyu merasa dirinya terbakar. Semuanya terasa begitu panas dan ia ingin membuka bajunya dengan segera.

"Tidak disini, boy. Ikutlah denganku."

Wanita itu membawa tubuh Mingyu pada salah satu kamar dan menghempasnya pada kasur empuk. Perlahan namun pasti wanita itu merangkak naik ke atas tubuh Mingyu dan mempertemukan lagi bibir mereka. Semua terjadi begitu cepat ketika Mingyu sudah menanggal habis bajunya sementara wanita itu sudah tak memakai apapun. Sepenuhnya telanjang.

"Lihatlah. Celanamu terlihat sangat sempit. Perlu kubuka?" Tangan wanita itu bermain di atas zipper celana Mingyu.

Mingyu hanya diam. Terengah. Lantas kemudian matanya melebar.

Tidak.

Mingyu memegang tangan wanita yang mencoba melepas celananya, "cukup sudah. Aku tidak ingin melakukannya denganmu."

•••

"Jadi bagaimana?"

Mingyu menatap Seungcheol serta Vernon di hadapannya. Kedua Pria itu seakan tidak mau berhenti bertanya sebelum Mingyu memberitahu sesuatu yang menyenangkan. Mata karamel Mingyu beralih pada Wonwoo yang diam dengan santai sambil menikmati nasi goreng kimchi buatannya.

Demi Tuhan! Ini masih pagi dan kedua manusia itu sudah seperti detektif.

"Tidak ada yang terjadi," ucap Mingyu pada akhirnya.

"Benarkah?" Tanya Vernon dengan skeptis. Pria itu menyipitkan matanya.

"Benar. Tidak ada yang terjadi." Suara Wonwoo akhirnya menegaskan semuanya. Membuat kedua sahabat mereka akhirnya menyerah bertanya.

"Aku hanya menemukan Mingyu tertidur pada salah satu kamar tanpa aroma cinta. Dan pipi kanan Mingyu membuktikan bahwa wanita itu menamparnya," lanjut Wonwoo. Ia menghabiskan nasi gorengnya. Lantas berdiri.

"Aku harus menemui Jisoo. Wanita itu seperti cacing kepanasan jika tidak bertemu denganku. Dan-" Wonwoo menghentikan ucapannya. Ia menatap Seungcheol dan Vernon, lalu beralih menatap Mingyu.

"-sudah kubilang Mingyu itu tidak memiliki ereksi apapun."












Kkeut

Like a piece of watercolour painting

Tertarik membaca?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top