Part 1

Ruang 4x6 meter itu bernuansa klasik. Langit-langit kayu digarap sedemikian rupa hingga membentuk bingkai persegi dengan sisi dikelilingi ukiran geometri yang rumit. Dindingnya dibalut european damask wallpaper, senada dengan warna pinggiran lantai beralas karpet cokelat muda. Meja dan kursi utama diapit dua rak kayu yang penuh buku. Sisa ruangan itu diisi jendela besar bertirai panjang yang menyuguhkan pemandangan Jakarta, sofa empuk dan meja dengan beberapa kursi untuk diskusi di sisi kanan dan kirinya. Namun sungguh disayangkan, seluruh keunikan interior ruang itu tidak pernah menarik perhatian para tamu.

Kebanyakan orang tertunduk dengan wajah pucat di bawah tekanan sang pemilik ruang. Seperti siang ini, pemilik ruang itu menatap tajam bawahannya seperti seekor ular memojokkan tikus kecil yang tiada daya.

"Apa kaubilang? Nenek tua itu akan menambah kandidat CEO dalam RUPS?!" tukas pria bersetelan Armani sambil menggebrak mejanya.

Wanita berambut keriting yang baru saja mengantarkan laporan seketika berkeringat dingin. Jantungnya bertalu-talu seperti terkena godam raksasa.

"Rupanya perawan tua itu berniat untuk menentangku!" lanjut pria itu mengepalkan tangan. Pria berpostur tinggi yang terbungkus otot proporsional layaknya patung-patung penguasa Olympus itu menyipitkan mata. "Siapa saja kandidatnya?"

Sekretaris baru tersebut terdiam sejenak lalu menjawab dengan suara lirih. "Bapak Andi Wiharja, Bapak Januar Winarto, dan Bapak Rafael..."

"Rafael termasuk kandidat?!" potongnya sengit.

"Presiden komisaris memutuskan Bapak Rafael ikut pemilihan CEO," tambah sekretaris itu dalam satu tarikan napas.

Pria yang selalu tampil rapi dengan rambut disisir ke belakang itu terdiam sejenak sebelum mengalihkan perhatiannya. "Kenapa kau masih di sini?!"

Dengan tergesa-gesa sekretaris tersebut pamit meninggalkan ruangan. Hatinya bersorak gembira. Berakhir sudah ketegangan neraka pada ruang utama Trevis Tower. Namun dugaannya salah, api neraka belum sepenuhnya padam. Suasana berubah mencekam. Raja iblis penguasa PT. Sun Bangun—anak perusahaan Sun Holding Group (SHG) di sektor properti dan real estate—mengaum, mengumpat dengan deretan nama binatang dan kata-kata yang tidak pernah diucapkan manusia beradab.

Mikael Trevis memang dikenal pria berdarah panas dan bertemperamental. Bagai kayu kering yang dilalap api, sudah menjadi rahasia umum, emosi pria tersebut mudah terbakar sehingga tidak mengherankan Mikael memiliki julukan The Mighty Lucifer.

"Berengsek! Nenek bau tanah itu menyerangku!" sumpah serapah terdengar sampai di ruang sekretaris dan asisten pribadi Mikael.

"Untung saja aku keluar," gumam sekretaris bernama Janetta tersebut sambil menghela napas lega.

Laki-laki bernama Deryl yang satu ruangan dengan Janetta tersenyum masam. "Kemarahan ini belum ada apa-apanya dibanding satu tahun lalu ketika Pak Mikael kalah dalam tender besarnya."

Janetta terkejut mendengar penuturan asisten pribadi Mikael tersebut. Setengah takjub Deryl bisa bertahan menghadapi The Mighty Lucifer selama itu. Deryl duduk di tempatnya ketika Janetta mencoba menggali informasi pribadi bos besarnya. "Sudah berapa lama Bapak jadi asisten pribadi Pak Mikael?"

"Lima tahun," jawabnya pendek.

"Kenapa Pak Mikael meledak ketika mendengar Pak Rafael menjadi saingannya?"

"Pak Rafael adalah kakak Pak Mikael, sudah menjadi rahasia perusahaan kalau mereka terlibat perang dingin."

"Bapak tahu banyak mengenai keluarga pemilik perusahaan." Deryl membalasnya dengan senyum simpul. "Hmm... jadi Pak Rafael itu si anak Cinderella."

Deryl mengerutkan alis. "Anak Cinderella?"

"Iya, Cinderella's son. Aku dengar anak pertama pemilik perusahaan anak lahir biasa, bukan perkawinan politik."

"Gosip tidak sepenuhnya benar."

"Apa maksudnya?"

"Pemegang saham terbesar yang juga menjabat presiden komisaris Sun Semen, induk perusahaan ini, adalah bibi Pak Mikael dan Pak Rafael. Beliau tidak menikah dan tidak memiliki keturunan."

"Jadi, nasib perusahaan ada di tangan dua pangeran..." Janetta menggumam pada dirinya sendiri, "... tapi kudengar komisaris lebih memilih putra pertama, seperti putra mahkota yang dipilih dari anak pertama."

"Tapi kenyataannya tidak semudah itu. Walaupun Pak Rafael cakap dan memiliki kemampuan bisnis yang tidak kalah dengan Pak Mikael, Pak Rafael memiliki satu kekurangan besar."

"Apa itu?" tanya Janetta tak mengerti.

"Pengaruh. Pak Rafael tidak memiliki cukup sokongan dan pengaruh menjadi pewaris perusahaan. Berbeda dengan Pak Mikael yang memiliki pengaruh besar karena lahir di keluarga konglomerat walaupun ia juga terkenal bertabiat buruk."

"Jadi... dipastikan Pak Mikael menjadi pewaris?"

Deryl mengangkat bahu, tidak yakin. "Entahlah, karena tunangan Pak Rafael sekarang putri salah satu dewan dereksi yang cukup berpengaruh."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top