30
Siapa bilang Pasha membenci King? Ah, itu pasti narasi sebelah mata. Sebaliknya, Pasha menyayangi King. Bagaimana mungkin dia bisa membenci manusia kecil imut dan menggemaskan? Yang ada Pasha dicap orang gila.
Pasha merawat King dengan penuh kasih, seperti yang dia lakukan ke Paul. Dia senang bisa melahirkan anak kembar padahal tidak ada gen kembar dalam silsilah keluarganya. Apa mungkin karena keturunan Chalawan?
"Mereka manis sepertimu, Pasha."
Pemilik nama menyikut pinggang suaminya, melotot. Bisa-bisanya Chalawan menggodanya di depan anak-anak mereka.
"Eh, kenapa? Malu ya? Hahaha!"
Tidak terima diledek (mana fakta lagi), Pasha pun mengejar Chalawan yang lari terbirit-birit sembari mencibirinya. Paul dan King tertawa melihat tingkah orangtua mereka.
Keluarga kecil itu pernah harmonis pada waktunya seperti sebuah keluarga normal.
Tapi, merujuk ceritanya, semuanya berubah semenjak Paul dan King berumur 3 tahun. Di saat Paul menunjukkan kepintaran yang tak lazim untuk anak seusianya, di sisi lain King memperlihatkan hal aneh yang mengerikan.
Selimut jatuh kala Pasha mengangkat jemuran dan dia kesusahan mengambilnya karena beban di tangannya berat. Kepalanya menoleh ke King yang asyik bermain.
"King sayang, bisakah kamu tolong ambilkan selimut itu? Sudah mau hujan, Nak."
King tidak mendengarnya.
Pasha tak sempat berpikir panjang karena gerimis pertama datang. Dia terpaksa meletakkan ember kain dan mengambil selimut itu sendiri, kembali menoleh. King masih asyik bermain. Hujan-hujanan.
Tidak mau anaknya demam, Pasha pun berlarian kecil mendekati King. "Nak, ayo masuk. Mainnya bisa dilanjutkan besok--"
Betapa kagetnya Pasha melihat apa yang sebenarnya King lakukan dari tadi. Dia merobek sayap kupu-kupu yang dia tangkap dengan jaring, belasan jumlahnya.
Kebetulan. Pasti kebetulan. Dia masih anak kecil, jadi wajar-wajar saja jika dia belum tahu apa yang dia lakukan. Dia akan memainkan apa yang membuatnya senang. Pasha menepis pikiran buruk mengenai King.
Akan tetapi, tak lama setelah kejadian itu, King menjerit karena seekor anak burung yang belajar terbang jatuh ke kepalanya.
Pasha tergopoh-gopoh ke tempat King, seketika membeku melihat apa yang dilakukan anaknya itu pada anak burung tersebut, menutup mulut mual.
King menghancurkan kepalanya dengan batu sampai berdarah-darah dan mati.
Ada yang salah sama King, ini sudah bukan kebetulan semata. Pasha yang paranoid pun langsung menghubungi seorang psikiater, meminta konsultasi padanya.
"Sepertinya anak anda mengalami gangguan mental, Nyonya. Kusarankan sering-sering lah memberinya perhatian agar dia membaik."
Yang benar saja! Memberikan kasih sayang pada anak iblis itu?! Buru-buru perhatian, dia merasa takut tiap mata anak itu menatap maniknya. Tubuh Pasha seketika merinding. Dia tidak bisa melakukannya! Ini mustahil!
Kalender pun berganti. Pasha yang makin takut pada King lambat laun pergi menjauh dan tidak lagi berkomunikasi dengan dalih Pasha membenci King karena dia bodoh.
"Anda melakukan hal yang salah, Nyonya!"
"Aku sudah bilang aku tak dapat melakukannya! A-anak itu mengerikan! Aku tak mampu menatapnya sama sekali!"
"Lalu apa yang akan anda lakukan mulai sekarang? Kondisi mentalnya memburuk karena anda membencinya. Perlahan namun pasti, dia akan melakukan segala upaya untuk mendapatkan kasih sayang anda seperti membunuh orang yang anda cintai supaya anda dalam kondisi terpuruk."
Hanya satu yang terpikirkan: Chalawan.
Mantan suaminya sering bepergian dengan anak iblis itu ke Berlin, ke rumah istana yang Chalawan bangun untuk King. Karena takut pria yang dia cintai itu kenapa-napa, Pasha pun mengikuti Chalawan kala dia liburan dengan King. Jangan sampai anak iblis itu melukainya. Pasha takkan membiarkannya.
Sekali lagi waktu berlalu. Dan terjadilah insiden penculikan rumah Kinderen, lantas berlanjut ke pengeboman di Pockleland.
Pasca ledakan, tidak peduli setelah mendengar mantan suaminya bersama salah satu si kembar terbang ke Inggris, Pasha menetap di reruntuhan taman bermain.
Pasha berkaca-kaca melihat benda tajam menembus dada anaknya. Dia terduduk lemas, membelai pipi putranya, menangis. Dia langsung tahu bahwa itu adalah King.
"Maafkan Mama, Nak... Mama terlalu takut padamu... Mama minta maaf..."
Keputusan Pasha sudah bulat. Dia akan menembus dosanya atas sikap kadarnya pada King selama ini. Anaknya itu masih bisa diselamatkan. Organ lainnya tidak bermasalah. Yang kritikal adalah jantungnya.
Maka dari itu Pasha meminta bantuan salah satu dokter yang terkenal namun punya gangguan komunikasi. Dokter Heineri.
Lalu Pasha pun mendonorkan jantungnya.
-
Karena teorinya sudah Watson jelaskan, maka kita kembali ke narasi yang benar. King Krakal sebagai orang yang kita kenal selama ini, dan Paul Proycon musuh di series ini. Supaya kalian tidak bingung dan salah menangkap.
Menurut Watson, mereka berdua sudah mendapatkan keadilan masing-masing. Paul berhasil meraih impiannya yaitu disayangi oleh Chalawan dan King diselamatkan oleh Pasha, ibu yang membenci sekali menyayanginya. Ini sungguh ironis.
"Hahaha... AHAHAHAHA!" Paul tertawa terbahak-bahak entah apa yang lucu. Padahal suasananya super serius. "Lalu apa, hei, Watson Dan? Kebenarannya sudah terungkap. Apalagi yang kamu inginkan?"
"Jangan retorik. Tentu aku akan melemparmu ke lapas remaja dan..." Watson menoleh datar ke kapsul RP. "Menghancurkan benda itu. Ia tak boleh ada di dunia ini--"
Sret! Dia spontan mengeluarkan pistol dari saku celana, menatap Watson dengan tatapan kosong. "Jangan macam-macam dengan Mamaku. Atau aku bunuh."
"Kalau begitu mau bertanding?" Terdapat sebuah bom hasil modifikasi Saho di telapak tangan Watson. Dia menyeringai. "Siapa yang akan mati duluan. Begini-begini aku pernah selamat dari tembakan peluru dua kali."
Hening sejenak. Si Sinting Genius dan Penderita Gangguan Psikotik yang Miring.
Tapi tiba-tiba Hellen dan Jeremy masuk ke ruangan itu dengan napas tersengal. "Wat! Aku berhasil mengalahkan bajingan itu!"
Paul menyeringai. Tangannya mengambil semacam tukik dan menekan tuasnya.
BOOM! Tempat itu meledak.
Jeremy segera menarik Hellen ke belakang. Sebuah batu runtuh. Tidak hanya mereka. Di atas sana Aiden berseru panik. Tempat dia berpijak retak dan rengkah. Gadis itu pun meluncur jatuh, namun Dextra cekatan memegang lengannya sambil memegang pagar yang masih kokoh berdiri.
"BERTAHANLAH, KAK AIDEN!"
Sementara itu, Watson keluar dari bongkahan batu yang menimpanya, terbatuk-batuk. Sial. Dia lengah. Sherlock pemurung itu sudah menduga Paul menyiapkan sesuatu di sana. Tapi dia tidak menyangka itu berupa bom.
Watson menoleh ke kapsul. Sesuai dugaan, benda itu baik-baik saja. Paul memasang sesuatu seperti payung untuk melindunginya. Jangan sampai benda itu rusak. Mau bagaimanapun, dia akan mengambil benda itu dan menghancurkannya!
Bagaimana dengan King?! Maksudnya, Paul, ah sudahlah! Watson akan tetap memanggilnya King Krakal!
"Krakal! Kamu baik-baik saja?!"
"Hidupku palsu. Aku hidup sebagai saudaraku. Aah, sebenarnya apa gunanya aku hidup? Seharusnya aku mati saja."
"Berhentilah mengoceh dan bangun! Kita harus segera kabur dari sini! Ayahmu sudah menunggu di rumah!" Watson membantu memapah King untuk berdiri. Wajahnya makin pucat karena luka di dadanya. "Sial, kalau terus begini kamu bisa dalam bahaya."
"Tinggalkan saja aku, Pak Ketua. Aku tidak punya alasan untuk hidup lagi. Jika jantungku bisa menyelamatkan Mama, maka biarlah."
Bugh! Watson meninju pipinya. Dia terdiam, juga Watson yang meringis seperkian detik kemudian. Nonjok orang sakit juga.
"Jangan mengada-ada, berpidato ingin mati atau apalah itu. Kamu masih punya ayahmu. Beliau sudah senewen demi mencarimu. Kalau kamu tidak mau menjadi Paul, maka jadilah King Krakal. Setidaknya kamu harus menghargai ingatan yang dibuat oleh beliau dan percaya pada keyakinanmu sendiri. Katakan pada dirimu, 'Aku adalah King Krakal! Aku bukan lagi Paul Procyon!'. Semacam itu. Karena kamu adalah King, tak peduli kamu yang asli atau bukan."
"Aku... adalah King Krakal..."
Watson mengangguk. "Ya! Bagus--" Matanya melotot melihat Paul nan sesat itu tiba-tiba merangsek maju. Sherlock pemurung itu refleks mendorong King, menahan pisau yang dia ayunkan.
"INI SEMUA GARA-GARAMU, WATSON DAN SIALAN! KENAPA KAMU HARUS ADA?! JIKA KAMU TIDAK TERLIBAT, JIKA KAMU TIDAK PERNAH ADA, KEGAGALAN INI TAKKAN TERJADI! AKU AKAN MENGHIDUPKAN MAMA BAGAIMANAPUN CARANYA!"
"Kamu ini benar-benar sudah hilang akal. Bukannya bertobat, malah menambah dosa. Malaikat di sebelahmu pasti sibuk."
Watson membuang pisau yang digenggam Paul, lantas mendorongnya dengan bahu. Aduh! Dia butuh assist! Mana bisa si Watson lemah melawannya! Jeremy mana Jeremy?!
Watson menoleh ke samping. Jeremy dan Hellen tertimpa lemari. Ukh, agaknya mereka lah yang perlu ditolong. Bagaimana dengan Aiden--ASTAGA! Detektif muram itu melotot ketika menyadari Aiden bergelayutan. Dextra tak cukup kuat karena kondisi tempatnya yang tidak memungkinkan.
"Aiden!" Aduh, Watson harus bagaimana.
"Lepaskan aku, Dextra. Kalau tidak kamu bisa jatuh. Ini cuman lantai tiga, paling aku hanya akan patah tulang!" seru Aiden cemas terhadap pagar yang mulai berderak goyah.
"Tidak! Aku takkan melepaskan Kak Aiden!"
Watson mengernyit. Kenapa dialog mereka seperti pangeran yang mencoba menyelamatkan putri yang terguling jatuh ke dalam jurang? Aduh (tiga kali)! Tolong fokuslah, Watson!
"Hentikan semua ini, Kakak! Jika kamu benar-benar King Krakal yang asli, aku adalah King palsu, baiklah, aku menerimanya. Oleh karena itu hentikanlah perbuatanmu, aku mohon. Jangan buat Mama sedih--"
Jleb! Paul menghunuskan pisaunya ke perut kembarannya karena Watson agak jauh dari posisi King, menyeringai dingin. "Aku tidak butuh kata-katamu. Yang kuinginkan adalah jantungmu. Matilah untuk Mama, Adikku."
"Aku... belum mau mati!"
Dengan sisa-sisa tenaga, King pun mendesak Paul sampai ke tembok agar makin jauh dari Watson. "Sadarlah, Kak! Mama tidak menginginkan ini!"
"LEPASKAN AKU, BAJINGAN!" teriaknya mendorong King ke tengah-tengah. Tangannya mengeluarkan pistol yang sempat dia gunakan untuk menggertak Watson. "Jika kamu sebegitunya enggan untuk mati, aku sendiri yang akan mencabut nyawamu!"
Aiden dan Dextra melotot melihat pemandangan yang terjadi di bawah. Moncong pistol tertodong lurus ke arah teman mereka, King Krakal yang pasrah.
"KRAKAL! TIDAKKKK!"
Surai keunguan melewati Watson dengan cepat. Ujung matanya terbelalak.
"Violet...? Kenapa... kamu ada di sini?"
Dor! Dalam detik-detik krusial, Violet tanpa pikir panjang melompat ke arah King. Peluru tersebut melesat ke kepalanya. Bruk! Tubuhnya seketika ambruk di depan King.
"Crown...? Apa yang kamu lakukan?"
Watson tahu. Dia tahu ini akan terjadi. Itulah mengapa dia menjauhkan Violet.
Sherlock pemurung itu bergegas menghampiri Violet, mengganjal kepalanya. "Tidak, tidak. Ini tidak boleh terjadi. Vi, tidak. Jangan begini. Vi, bangun. Tatap aku. Kamu akan baik-baik saja. Aku akan--"
Violet dengan tangan gemetar menyentuh pipi Watson yang bercucuran air mata. "Terima kasih... atas semuanya... Aku bersyukur bertemu denganmu, Temanku..."
Dan Violet pun berhenti bernapas.
Tubuh Watson menegang.
"Vi? Tidak, tidak, tidak. Vi, buka matamu. JANGAN TIDUR, VIOLET! BUKA MATAMU! TIDAK! JANGAN TINGGALKAN AKU! KUMOHON BUKA MATAMU! TIDAK, TIDAK, INI TIDAK MUNGKIN! KUMOHON! VIOLETTTT!!!!"
Ruangan itu hening, hanya menyisakan raungan Watson yang menangis kencang sambil memeluk tubuh temannya.
Tindakan terakhir Violet adalah untuk orang yang dia cintai. Kalimat terakhir Violet adalah untuk sahabat yang dia sayangi.
***THE END***
Gantung ya? Yeah, aku memang berencana membuatnya gantung kayak ending Hellen.
Berawal dari komedi berakhir tragedi.
Tapi, tapi, harusnya King lah yang mati. Lalu aku berubah pikiran dan jadilah menumbalkan Violet. Kurang baik apalagi aku ini?
Kalau begitu sampai jumpa di series berikutnya~ Entah Gari atau Saho, atau mungkin Dextra? Ahahahahaha! Adios!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top