28

Sekarang semuanya sudah jelas.

"Jadi itu kamu. Yang menyuruh mereka untuk menabrak Pak Ketua, menjebak Crown, membunuh Mita, ternyata kamu dalangnya. Kamu pelaku yang kami cari. Kenapa... Kenapa kamu melakukannya? KENAPA KAMU MEMBUNUH MEREKA?! Mau sebejat apa pun mereka, kamu tidak berhak bermain dengan nyawa seseorang, Paul!"

"Aku akan menyingkirkan orang-orang yang menghalangiku menghidupkan Mama. Kenapa kamu frustasi? Lagi pula sebentar lagi kamu akan menyusul orang-orang itu."

Entah sudah berapa kali King tegang beberapa menit ini. Banyak informasi dan tindakan di luar prediksi yang Paul tunjukkan dalam lima menit pertemuan mereka setelah berpisah selama 11 tahun lamanya.

"Seharusnya semua ini berjalan lancar karena Tuan Casiel melakukan tugasnya dengan sangat baik," ucap Paul meremas sebuah kertas. Matanya menggelap creepy. "Tapi si Watson Dan sialan itu...! Dia terus mengganggu langkahku! Dia seolah bisa membaca pikiranku! Ah, pasti dia 'Genius Sejati' yang dikatakan Kakek. Apa pun yang dia lakukan, selalu berhasil membuatku waswas jika rencanaku ketahuan."

Paul menoleh ke King, menyeringai. "Dia itu sinting tahu. Dia sengaja menabrakkan dirinya hanya untuk mendapatkan bukti. Apakah orang genius rata-rata idiot? Mereka juga bodoh bisa-bisanya diperdaya."

King menggeram kesal. "Meski demikian, yang kamu lakukan itu salah. Kenapa bisa kamu membunuh seseorang dengan mudah? Apa yang salah denganmu, Paul?"

"Kenapa? Aku sudah melakukannya dari dulu. Membunuh tiga orang lagi kurasa bukan masalah besar, demi Mama."

Apa? King tercekat tak percaya. Apa yang baru saja diakui kembarannya itu? Sudah berapa lama dia terjerumus di dunia psiko?!

"Kenapa kamu sangat terkejut? Kamu kan juga tahu, aku sudah melakukannya sejak kecil. Apa kamu lupa kejadian di kamar itu? Bukankah karena ini aku dibenci?"

"A-apa yang kamu bicarakan? B-bukannya malam itu aku yang melakukannya...?"

Dinilai dari mimpinya tadi, jelas bahwa King lah yang membunuh Radella malam itu. Dia membantainya dengan keji menggunakan tatakan lilin yang runcing sambil tertawa.

"Akui saja. Kamu juga membenciku, kan? Sama seperti mereka dan Mama."

"Aku tidak pernah sedikit pun membencimu! Apa ini masih tentang Pockleland? Aku minta maaf, Paul. Aku... Aku sungguh tidak sadar apa yang sudah kulakukan. Maafkan aku..."

Paul tertawa keras, menatap King seolah King adalah musuh abadinya. "Kamu berlagak naif. Lantas kenapa kamu membuat novel sialan itu? Masih mau menyangkal, huh?"

Ingatan King berputar pada suatu malam di rumah saat Paul sudah tidur. Dia dengan tangan gemetar membuat sebuah catatan 'Tolong Bunuh Saudaraku' dan membagikannya ke seorang pencetak buku.

Paul tersenyum miring melihat King yang terdiam lama, bersenandung riang. "Kenapa? Berhasil mengingatnya?"

"Aku... Aku tidak..."

Kenapa King melakukannya? Kenapa tidak ada satu pun memori yang bisa membantunya? Kenapa ingatannya kacau balau? Apa yang sebenarnya dia lakukan?! Novel laknat itu! Kenapa King membuatnya?!

Kenapa King mau seseorang membunuh saudara kembarnya sendiri? Kenapa King mendorong Paul ke dalam api? Apa yang membuat King takut pada Paul? Rahasia apa yang disembunyikan oleh ingatannya?

"Kembaranmu itu tidak normal! Jadi berhentilah membela dan mendekatinya!"

Kalimat itu terlintas begitu saja. Pasha yang mengatakannya sembari menatap King dengan pandangan aneh seolah trauma.

Eh? Pasha pernah berbicara dengannya? Bukannya seumur-umur ibu kandungnya itu tidak pernah sekali pun berkomunikasi dengannya? Kenapa tiba-tiba ada ingatan?

Paul lagi-lagi tersenyum. King tidak lagi merasa merindu, melainkan merinding tiap dia tersenyum ganjil seperti itu. "Memorimu sekarang pasti amburadul, kan? Ahh~ kembaranku yang malang. Ingatannya menyesatkan. Hidupnya palsu."

"Apa maksudmu...?" King menahan napas.

Tidak. Jangan lanjutkan. Usaha keras Chalawan selama ini bisa terbuka sekali Paul membuka mulut, mengatakan kebenaran. Tapi, tapi, kenapa King penasaran pada lanjutannya? Seakan percakapan inilah yang dia tunggu-tunggu.

"Kamu betulan tidak tahu apa pun, Adik. Apa yang dilakukan Papa hingga kamu berdelusi begini? Papa juga tak waras sama sepertiku. Bisa-bisanya dia menganggapmu diriku yang sangat dia sayangi. Betapa bodohnya."

Deg. Deg. Deg.

Paul mencengkeram leher King, namun tidak mencekiknya, hanya menyeringai lebar yang terlihat horor. "Bisa-bisanya kamu hidup dengan identitasku. Apa kamu puas? Ah, tidak lah ya. Satu keluarga pasti membencimu karena kamu memakai namaku."

"A-apa yang kamu katakan?"

Ingatan dan hidupnya palsu? Apa maksudnya? Jadi King selama ini memakai nama kembarannya? Tidak mungkin!

"Kamu lah yang mati, begitu katamu padaku. Di hari itu, benar-benar King Krakal lah yang mati. Paul telah mendorong King Krakal ke zona ledakan lalu berdelusi dia adalah King. Hidupmu 11 tahun ini adalah kepalsuan!"

King mengepalkan tangan. "Jangan bercanda, Saudaraku... Aku adalah King Krakal. Aku percaya pada diriku. Aku tak pernah memakai namamu. Hidupku tidak palsu. Aku hidup sebagai diriku sendiri."

"Kamu menyanggah karena takut pada kenyataannya, kan? Kalau-kalau semua yang kukatakan itu adalah fakta."

"BERHENTI BEROMONG KOSONG!"

"Yeah, yeah. Lagian memperdebatkan itu sudah tidak ada gunanya. 'King Krakal' mati sekali lagi demi menghidupkan Mamanya. Jangan khawatir. Aku pasti akan membuat kisah heroik atas pengorbananmu."

"Dari tadi, kenapa kamu mengatakan aku akan mati? Apa ada orang lain di sini? Sudah kuduga, kamu sedang dikendalikan seseorang untuk melakukan semua tindak kriminal dan kapsul aneh itu! Katakan padaku, Paul! Siapa orangnya?!"

Paul menggeleng polos. "Tidak ada. Aku yang melakukannya sendirian bersama Casiel. Apa kamu tidak dengar penjelasanku? Aku mau Mama hidup. Makanya aku membunuh."

"Kamu pikir mesin tak jelas itu bisa mengabulkan permintaanmu?! Sadarlah, Paul! Kamu terlalu diliputi kedukaan!"

"Lihat Mama, Saudaraku! Dia sehat! Mesin itu memperbaiki tubuhnya! Usahaku selama 11 tahun mempelajari kapsul Revive Project membuahkan kesuksesan!" seru Paul memeluk tabung yang mengeluarkan bunyi gelembung air, dengan penuh kasih.

Dia sudah kehilangan akal sehatnya.

"Tapi, Mama tidak mau sadar. Dia tidak mau pulih karena kurang satu elemen lagi, yaitu jantung." Paul menyentuh dadanya, tersenyum haru. "Mama memberikan jantungnya agar aku hidup. Aku tahu, aku tahu Mama menyayangiku. Di balik sikap kejamnya, Mama sangat mencintaiku."

Paul berhenti bermonolog, menoleh horor ke King, menelengkan kepala. "Maka dari itu aku butuh jantung baru untuk Mama dan kamu adalah pendonor yang cocok."

Usai mengatakan itu, Paul pun menaiki tempat King terantai, mengeluarkan pisau. Tangannya membekap mulut King yang sudah bercucuran air mata. Teramat takut.

"Sst, jangan menangis. Ini takkan sakit kok. Aku akan melakukannya dengan cepat. Mama pasti sangat bangga padamu, Adik."

Jleb! Paul benar-benar menikam dada King. Alhasil darah memuncrat dari mulutnya. King sontak meronta-ronta kesakitan, namun dia tak bisa membebaskan diri karena kedua tangan dan kakinya terikat oleh rantai.

Tidak sampai di sana, Paul terus memperpanjang luka sobekan tersebut. Dia harus membuat lubang yang cukup besar untuk mengangkat jantung King tak peduli kembarannya itu berteriak-teriak.

"Tolong... Aku belum mau mati..."

Dan sebelum pisau Paul sampai di jantung, terdengar suara tembakan nyaring yang mementalkan pisau di tangannya. Tembakan kedua mengenai pahanya membuat Paul terjatuh dari atas ranjang. Meringis marah.

Paul menoleh ke arah peluru melesat, terbelalak. Adalah Aiden bersama Dextra yang melepas tembakan itu, menatap datar. Moncong pistol yang dia genggam berasap.

Dor! Dor! Aiden menembak lagi, melepas rantai yang mengikat King. Cowok itu tak langsung turun, menekan dadanya yang koyak dan mengeluarkan darah.

"Kenapa kamu bisa--"

"Kegilaanmu berhenti sampai di sini," ucap seseorang dari kegelapan. Paul menoleh, mengepalkan tangan marah. Yah siapa lagi kalau bukan si Sherlock Pemurung.

"KENAPA KAMU ADA DI SINI, WATSON DAN SIALAN?!" seru Paul benar-benar murka.

"Apa? Kamu pikir semua berjalan sesuai rencanamu? Maaf saja, ya. Kamu lah yang masuk ke dalam garis rencanaku. Datangnya kamu ke sini termasuk ke salah satunya."

"Apa katamu, Brengsek?"

"Tempat ini sudah dikelilingi mafia kenalanku, jadi kamu tak punya rute untuk kabur. Kamu habis sekarang Paul Procyon... Ah, atau bisa kubilang King Krakal yang asli?" Watson menyunggingkan senyuman miring.

Deg! Aiden dan King tertegun syok.

"Tunggu, apa maksudmu, Dan?!"

"Sesuai isinya. Biar kuperjelas, orang yang bersama kita selama ini adalah Paul Procyon bukan King Krakal." (*)













Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top