10

"Sial. Ini sudah berapa hari? Mana mungkin ponselku masih ada di situ."

Harusnya Watson segera mengambilnya, namun dia tergesa-gesa dan akhirnya melupakan tentang ponselnya yang jatuh ke selokan. Memang tidak ada file penting di sana, nomor kontak orang pun hafal di kepala, namun ponsel itu sudah menemani Watson tiga tahun. Dia juga tak bisa menyalahkan Dextra karena adik kelasnya itu tidak sengaja.

Kenapa nasibnya sungguh tidak mujur untuk hal yang seperti ini? Watson mengembuskan napas pasrah, mengeluarkan gantungan bola bulu yang biasa dia pakai di ponsel. Tercenung.

"Ayo kita kenakan ini, Watson!"

"Hee, tidak mau ah. Bentuknya feminin. Kita kan bukan anak perempuan."

"Tapi aku sudah membelikannya untukmu. Mau, ya? Mau, ya?"

"Baiklah, baiklah. Kamu menang."

Sherlock pemurung itu mengambil ancang-ancang hendak melempar mainan ponsel tersebut ke tong sampah, tapi gerakannya terhenti. Diturunkan kembali tangannya, mendesah pelan.

Benda itu tidak salah apa-apa. Kenapa harus dibuang? Demikian pikirnya.

Tap! Seseorang berdiri di depan Watson. Adalah partnernya Horstar. Sial, apa dia mau meledek Watson? Mood detektif muram itu sedang tak baik.

Roesia membungkuk sopan. "Maaf atas ketidaksopanan temanku, Kak Watson. Entah bagaimana itu sudah menjadi sifat permanennya (menghina orang)."

"Tidak masalah. Aku pergi."

"Bolehkah aku memberi satu saran?"

Watson menoleh. Saran apanya?

"Ini soal Kak Jamos. Aku sarankan jangan terlalu percaya padanya. Boleh jadi yang dia lakukan selama ini hanya memanipulasi Kak Watson. Aku percaya, tidak ada yang bisa menandingi kakak."

"Apa yang kamu..."

"Hanya itu yang bisa kusampaikan. Hatiku merasa gundah semenjak datang ke sini, seakan memaksaku untuk segera mengatakannya pada Kak Watson."

Roesia pergi begitu saja setelah meninggalkan tanda tanya besar.

Apa dia kenal dengan Jam? Mendengar perkataannya, Watson rasa tidak mungkin. Sama seperti Watson yang batal studi di Alteia, setelah kematian Mela, Jam keluar dari akademi itu dan hilang kontak sampai sekarang.

"Jam, sebenarnya kamu di mana? Apa kamu masih hidup?" Watson bermonolog.

-

Kaffeinate, pukul 8 malam.

"Apa yang mau kamu bicarakan, Beaufort?" Chalawan membuka obrolan sembari menyesap kopi pesanannya.

"Kamu tahu persis ke mana arah percakapan ini, Krakal. Kamu tahu tujuanku mengajakmu bertemu."

"Seperti halnya kamu yang tidak mau keponakanmu dalam bahaya, aku juga tak menginginkan putraku terlibat masalah masa lalu. Aku tak bisa membiarkannya mengetahui kebenaran."

"Kamu tahu, Krakal, Watson adalah anak yang keras kepala. Dia akan melakukan apa pun demi menemukan jawabannya. Jadi, tak peduli seberapa lama kita menyembunyikannya, cepat atau lambat dia akan mengetahuinya."

"Kita sama-sama terlilit utang budi, Beaufort. Haruskah kita menceritakan apa yang terjadi malam itu?"

"Tapi," Beaufort mengatupkan rahang. "Jika benar kasus yang dikerjakan mendiang istrimu sebegitu berbahaya, aku tak bisa memberitahu Watson demi keselamatannya. Masalahnya dia pantang menyerah. Ini menjadi rumit."

Chalawan menghela napas.

Kita putar latarnya 11 tahun yang lalu, saat insiden pengeboman di Pockleland.

Ketika ledakan itu terjadi, ketika Chalawan panik Paul menghilang entah ke mana, ketika pikirannya berkecamuk karena King mengalami pendarahan hebat di arena kepala, dia mendengar suara lirihan kecil di reruntuhan.

Dan anak itu adalah Watson.

Langsung saja Chalawan mengeluarkan Watson dari sana ke tempat aman. "Nak, kamu baik-baik saja? Astaga, apa yang harus kulakukan? Apa dia sendiri? Atau orangtuanya tewas oleh ledakan? Sial! Aku harus bagaimana?!"

Saat ini putranya tengah sekarat. Di depannya anak asing itu juga membutuhkan pertolongan. Tentu saja Chalawan kebingungan parah. Dia sampai lupa kondisi Pasha, istrinya.

Setelah berperang batin, keputusan Chalawan sudah bulat. Dia akan memprioritaskan King, tapi bukan berarti dia mengabaikan anak itu.

Chalawan membawa mereka berdua ke rumah sakit menggunakan mobilnya.

Akan tetapi, setelah Watson diantar ke ruang UGD dan Chalawan menulis administrasi, King mendapat masalah. Terdapat luka cedera serius di kepalanya, sedangkan di sana tidak ada dokter saraf yang bisa mengoperasinya.

"Kami sarankan pergilah ke Inggris, Pak. Salah satu profesor kami bekerja di sana. Untuk saat ini kami telah memberi penanganan darurat untuk putra Anda. Tapi jika dibiarkan terlalu lama, ada kemungkinan mati otak."

Chalawan tidak bisa marah karena frustasi bercampur panik. Bagaimanapun caranya dia harus menyelamatkan King. Anak itu bahkan belum mendapatkan kebahagiaan hidup.

Jadilah Chalawan terbang ke Inggris hari itu juga dengan bantuan paramedis yang sukarela ikut menolong.

Dan di sana lah awal pertemuan Chalawan dengan Beaufort.

Chalawan yang tak bisa fokus menyetir karena kondisi King memburuk dan Beaufort yang mengebut ke bandara setelah mendengar kabar duka kakaknya tewas karena ledakan misterius lantas keponakannya dirawat di rumah sakit dan membutuhkan tranfusi darah. Mobil yang mereka kendarai pun bertabrakan.

"Ukh..." Beaufort terbatuk, tertatih keluar dari mobil. "Apa Anda baik-baik saja? Maaf saya terburu-buru."

"Saya minta maaf. Saya juga sedang tergesa-gesa. Apakah Anda tahu rumah sakit terdekat di sini?"

"Ah, itu lumayan jauh..."

"Pak Chalawan! Putra Anda mengalami henti jantung! Kita harus segera membawanya ke rumah sakit!"

Tubuh Chalawan menegang. Tangannya gemetar, mengusap wajah gundah. Bagaimana ini? Apa dia akan kehilangan King? Rumah sakit jauh dari sana...

"Sebentar, nama Anda Chalawan? Apakah Anda Chalawan Del Krakal?"

"Iya. Apa saya mengenal Anda?"

"Astaga, nama saya Beaufort Dan. Wali dari anak yang Tuan selamatkan. Pihak administrasi menghubungi saya dan memberitahu soal Anda. Terima kasih sebelumnya karena sudah mengantar keponakan saya ke rumah sakit."

"Bukan masalah."

"Kebetulan, saya mempunyai kenalan dokter. Namanya Reed Radley, spesialis saraf. Tempatnya tidak jauh. Saya akan mengantar Anda sebagai balasan menyelamatkan keponakan saya."

"SUNGGUH?!" Tunggu. Bukan waktunya berseru senang. Chalawan menatap Beaufort dengan sorot mata tegas. "Tidak apa, Tuan Beaufort. Anda bisa memberikan alamatnya saja. Keponakan Anda membutuhkan Anda. Dia sendirian di New York. Saya takkan menghambat."

"Saya benar-benar berterima kasih..."

"Justru saya lah yang harusnya berterima kasih, Tuan Beaufort. Anda menyelamatkan nyawa anak saya."

Semenjak itulah mereka berteman.

-

Besoknya, Dewan Siswa kedatangan tamu tak diundang. Apol tak menyangka Watson hendak bertemu dengannya.

"Ini sebuah kejutan, Watson Dan. Kupikir kamu enggan menginjakkan kaki ke ruangan ini lagi. Apa kamu berubah pikiran atau membutuhkan bantuan?" Mata Apol terpicing, tersenyum licik seperti biasa. Cowok itu tidak berubah.

"Aku datang untuk bertanya. Hanya kamu yang memiliki informasi saat ini." Karena Watson yakin Chalawan akan tutup mulut seperti pamannya.

"Oh, ya? Apakah informasi ini sangat penting sampai kamu sendiri yang mendatangiku, bukan teman-temanmu."

"Benar." Watson berkata serius.

Demi mendengar intonasi suara lawan bicara yang genting, mata sipit itu terbuka. "Jadi, tentang apakah ini?"

"Kamu bilang padaku kalau King Krakal mendapat pelatihan khusus dari ayahnya saat awal-awal dia bergabung ke klub detektif. Dalam aspek apa pelatihan yang kamu maksud?"

Apol tersenyum miring, mengelus dagu. "Kamu selalu membuatku kagum, Watson Dan. Percakapan itu sudah sangat lama, bahkan aku samar-samar mengingatnya. Apa ingatanmu sebagus itu?"

"Jawab saja pertanyaanku."

"Hmm, coba kita lihat. Aku yakin sekali Pak Chalawan yang memberitahu kabar pelatihan itu padaku, namun dia tidak menyebut spesifiknya."

Watson menarik tubuhnya dari kursi, berpikir keras. Apol si licik itu tidak punya alasan untuk berbohong. Apakah Chalawan benar-benar tidak memberitahu apa pun padanya? Lalu kenapa dia menyebut soal 'pelatihan' jikalau tak mau mengungkap alasan?

"Tapi menurut intuisiku, itu adalah latihan mengingat." Apol menyambung.

"Apa maksudmu?"

"Kamu pasti penasaran dari mana aku mengetahuinya, tapi aku punya banyak informan, Watson Dan. Salah satunya..." Apol menyodorkan secarik kertas. Ada sederet nomor seseorang di sana. "Pak Chalawan sering menelpon pria itu."

Watson menerimanya. Tertegun.

Tunggu dulu. Dia ingat betul pemilik dari nomor tersebut. Bukankah itu nomor Reed? Jadi, selain Beaufrot dia juga punya koneksi dengan Reed? []






Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top