CHAPTER 11 - BROKEN HEART VS FIGHT FOR LOVE
Title: Kill Me, Heal Me
Cast: Taehyung, Yoongi, Jungkook, Jimin (figuran/? : Hoseok, Jin, Namjoon) #TaeGi #MinYoon #VKook FF
Lenght: Mini Chapter
Rating: 15+
Author: Tae-V [Line KTH_V95, Twitter KTH_V95]
Note: (Visualisasi para tokoh sesuai dengan visualisasi mereka yang ada di cover ff)
"CHAPTER 11 - BROKEN HEART VS FIGHT FOR LOVE "
.
.
.
Yoongi dan Jimin duduk saling berhadapan di sebuah rumah makan yang tak jauh letaknya dari rumah Yoongi.
Jimin sudah tak sabar ingin segera mendengar penjelasan dari mulut Yoongi, namun entah mengapa ada perasaan yang tidak enak yang dirasakannya saat itu.
"Bibirmu kenapa hyeong?" tanya Jimin ketika melihat ada luka kecil di sudut bibir Yoongi.
"Uh~ Gwenchana... Uhm..." Yoongi menggembungkan pipi kanannya, bingung bagaimana menjelaskan bahwa Taehyung dalam karakter V lah yang menonjoknya.
"Pasti sakit..." sahut Jimin.
Yoongi menganggukan kepalanya. "Sedikit~"
"Pria tadi yang menonjokmu?" sahut Jimin tiba-tiba, mengejutkan Yoongi.
"Memang tangan pria tadi yang menonjokku namun dengan karakter yang berbeda.. Haruskah kukatakan seperti itu? Aku pasti terlihat mengada-ada~ Sudahlah, abaikan saja masalah luka ini.." gumam hati kecil Yoongi.
"Lupakan masalah luka ini , Jiminnie~ Bukankah ada hal penting yang harus kita bahas saat ini?" Yoongi, dengan mencoba mengumpulkan keberaniannya, mulai bersiap membahas mengenai hubungannya dengan Jimin, tunangannya.
"Ah... Benar... Pria tadi... Siapa dia?" tanya Jimin sambil menatap Yoongi.
"Harus kumulai darimana, Jiminnie?" tanya Yoongi sambil menopang dagunya dengan tangan kirinya dan menatap Jimin, bingung darimana ia harus menjelaskan dan bagaimana cara menjelaskannya agar Jimin tidak marah padanya.
"Terserah padamu hyeong... Bicarakan saja apa yang ingin kau bicarakan.." sahut Jimin, menatap tepat ke kedua bola mata Yoongi sambil berusaha tersenyum. Tangan kirinya ikut menopang dagunya seperti Yoongi.
Padahal firasat buruk sudah menyerang dirinya sejak mereka berpapasan di lobi tadi.
"Uhm..." Yoongi masih kebingungan, kata-kata apa yang harus digunakannya agar Jimin dapat mengerti maksud yang ingin disampaikannya.
"Bicaralah, semuanya.. Aku tidak akan berkomentar sepatah katapun hingga ceritamu selesai..." sahut Jimin, berusaha meyakinkan Yoongi bahwa ia sudah siap mendengar penjelasan Yoongi.
"Aku... Pria itu... Aku... Aku mencintainya, Jiminnie... Aku.. Mencintainya..." sahut Yoongi.
Kedua bola mata Yoongi tiba-tiba meneteskan air mata, lega karena berhasil mengutarakan isi hatinya kepada Jimin, dan sedih karena tidak tega harus melukai Jimin yang sebaik itu padanya.
Jimin membelalakan kedua bola matanya, namun sesuai janjinya, ia tidak bersuara sedikitpun, menunggu Yoongi melanjutkan ucapannya.
"Aku pertama kali bertemu dengannya ketika hari pertama aku pindah ke kota ini... Dan saat itu entah mengapa... Aku sangat terkesan... Dengan sosoknya..." sahut Yoongi sambil menghapus air matanya.
Jimin sangat ingin membantu menghapus air mata Yoongi, namun ia menahannya, lagi-lagi menunggu Yoongi menyelesaikan penjelasannya.
"Di pertemuan kami yang kedua, kami mulai berbincang-bincang, dan ternyata ia sangat menyenangkan.. Dan.. Ia sama-sama berasal dari Daegu... Dan sejak saat itu, aku sering menunggunya di halte yang sering didatanginya.. Untuk sekedar bertemu dengannya... Dan aku baru sadar... Bahwa aku sudah jatuh cinta... Jatuh cinta.. Padanya..." Lagi-lagi air mata Yoongi menetes ketika bercerita kepada Jimin.
Sedikit demi sedikit, jantung Jimin terasa tengah disayat-sayat oleh cutter yang sangat tajam.
Dada Jimin terasa sesak, namun ia menahan perasaannya. Ia terus menatap Yoongi yang tengah menangis dihadapannya.
Jimin terdiam. Menunggu semua isi hati Yoongi mengalir keluar dari mulutnya.
"Dan ternyata... Taehyung.. Pria itu... Ia juga mencintaiku..."
Yoongi terdiam sejenak, menahan agar air matanya berhenti mengalir, lalu kembali melanjutkan ucapannya.
"Namun, kami tidak mungkin bisa bersama... Karena ada kau... Sebagai tunanganku... Dan aku bingung... Harus bagaimana aku menjelaskan ini semua kepadamu... Karena sebenarnya..."
Yoongi terdiam lagi, menghirup udara sebanyak-banyaknya lalu menghembuskannya, mempersiapkan dirinya untuk mengucapkan sesuatu yang menjadi point terpenting dalam pembicaraan mereka saat itu.
Sesuatu yang Yoongi yakin akan sangat melukai hati Jimin. Namun jika ia tidak jujur saat itu, maka ia tidak lagi memiliki kesempatan untuk mengutarakan semua perasaannya terhadap Jimin selama ini.
"Sebenarnya... Aku... Aku tidak pernah... Sekalipun... Mencintaimu... Jiminnie..." Yoongi langsung menundukkan kepalanya setelah kata-kata itu terucap dari mulutnya.
Dan tentu saja, air mata mengalir deras, sangat deras, dari kedua bola mata kecil Yoongi.
"Mianhae, Jiminnie... Jinjja... Jinjja mianhae... Jinjja mianhae..." sahut Yoongi sambil terisak dalam tangisnya.
Air mata mulai menggenang di kedua bola mata Jimin yang hanya bisa terduduk diam menatap Yoongi.
"Aku menerima pertunangan ini... Karena appa... Kau tahu kan bagaimana kondisi appaku? Aku mana mungkin menolak permintaannya yang sedang sakit-sakitan itu..." sahut Yoongi lagi, masih dalam isak tangisnya.
"Aku selalu... Selalu berusaha mencoba... Mencoba mencintaimu... Setelah menerima pertunangan ini, aku selalu berpikir... Untuk belajar.. Mencintaimu... Jinjja... Namun, aku selalu gagal... Aku tidak bisa mencintaimu... Bahkan hingga saat ini..." sahut Yoongi lagi dengan wajahnya yang sudah dibanjiri air mata.
TES...
Air mata mulai menetes dari kedua bola mata Jimin. Namun Yoongi tidak melihatnya, karena Yoongi terus berbicara sambil menunduk dan menangis, tak berani menatap Jimin.
"Kau begitu baik terhadapku, Jiminnie... Kau begitu menyayangiku, dan aku tahu itu... Tapi, aku tidak pernah bisa... Menganggapmu.. Lebih dari sahabat... Karena itu, aku.. Aku membenci diriku.. Membenci dirimu yang tak bisa mencintaimu.. Membenci diriku... Yang sangat jahat kepadamu..." Isak tangis Yoongi semakin menjadi-jadi.
Dan air mata semakin deras pula menetes dari kedua bola mata Jimin.
"Selama ini, bohong kalau kubilang aku tidak bahagia bersamamu... Semua waktu.. Yang sudah kita habiskan berdua.. Selama ini... Aku sangat menghargainya... Dan semua senyumanku padamu... Itu semua tulus... Karena aku memang nyaman bersamamu.. Namun hanya sebatas sebagai sahabat... Tak kurang dan tak lebih..." sahut Yoongi lagi.
Detik itu juga Jimin merasa lega, karena akhirnya Yoongi bisa mengungkapkan semua isi hatinya. Dan disaat bersamaan, Jimin merasa begitu terluka, melihat Yoongi ternyata begitu tersiksa dengan pertunangan ini.
Jimin bisa melihat dari isak tangis Yoongi, dari bagaimana Yoongi mengungkapkan semua isi hatinya saat itu, bahwa selama bersama Jimin, Yoongi menahan banyak luka dalam hatinya.
Dan tentu saja, Jimin juga terluka, karena ternyata dugaannya selama ini memang terbukti benar. Bahwa pria yang sangat dicintainya itu sama sekali tidak pernah mencintainya. Bahkan pria itu justru jatuh cinta pada pria lain yang baru ditemuinya.
Takdir. Tidak ada seorangpun yang bisa melawan takdir. Jika Yoongi memang ditakdirkan untuk mencintai Taehyung, maka keberadaan Jimin selama ini disisi Yoongi memang tidak akan ada artinya. Karena Yoongi bukanlah takdir Jimin.
"Aku benar-benar menganggapmu sebagai sahabat terbaikku, sahabat terbaik kedua setelah Hoseok... Dan karena aku menyayangimu sebagai seorang sahabat, akhirnya kuputuskan untuk.. Untuk jujur padamu... Akan semua perasaanku padamu... Mianhae, Jiminnie.. Jeongmal mianhae..." sahut Yoongi lagi sambil terus terisak.
Air mata sangat sulit dihentikan Yoongi, karena ia sungguh tidak rela harus menyakiti Jimin seperti ini. Namun, jika terus membohongi Jimin, bukankah itu juga berarti ia semakin melukai Jimin?
Jimin terlalu baik bagi Yoongi untuk dilukainya terus menerus, makanya Yoongi memutuskan menyelesaikan semuanya saat itu.
"Apa aku sudah boleh bicara, hyeong?" tanya Jimin sambil menghapus air mata dari wajahnya.
Yoongi menganggukan kepalanya, masih sambil menangis dan menundukkan kepalanya, tidak tega melihat ekspresi Jimin setelah mendengar semua isi hatinya.
"Gumawo, hyeong... Karena sudah jujur kepadaku.. Seperti ini..." sahut Jimin sambil berusaha agar air matanya tidak mengalir dihadapan Yoongi.
Jimin tidak ingin air matanya akan semakin menambah beban untuk Yoongi.
Yoongi mengangkat kepalanya dan menatap Jimin.
"Mengapa ia berterima kasih? Bukankah seharusnya ia marah padaku?" bisik hati kecil Yoongi.
"Gumawo... Karena sebenarnya aku memang berharap kau bisa mengutarakan semua perasaanmu yang sejujurnya kepadaku selama ini..." sahut Jimin.
"Maksudmu?" Yoongi berusaha menghentikan tangisnya dan menatap Jimin.
"Seharusnya, aku yang meminta maaf padamu.. Karena ini semua terjadi karena keegoisanku... Aku mencintaimu sejak pertama kali bertemu denganmu... Dan aku begitu bahagia mendengar kabar pertunangan kita... Dan tanpa memperdulikan perasaanmu, aku mengiyakan pertunangan ini, membuatmu terpaksa harus ikut mengiyakan pertunangan ini..." sahut Jimin sambil mengepalkan kedua tangannya di bawah meja, menahan agar air matanya tidak menetes.
"Bukankah ini permintaan kedua orang tua kita?" tanya Yoongi sambil menatap Jimin.
"Sebenarnya dari awal aku tahu, bahwa jika aku menolak pertunangan itu, maka pertunangan itu dapat dibatalkan, hyeong. Keputusan ada di tanganku, karena appa tidak pernah memaksaku, ia hanya bertanya, dan jika aku menolak, ia akan mengabaikan idenya itu.. Namun aku begitu egois, karena aku sangat mencintaimu... Jadi aku mengatakan pada appa, bahwa aku setuju dan meminta appa mengusahakan agar pertunangan itu dapat benar-benar terlaksana.." sahut Jimin, yang tentu saja membuat Yoongi sangat terkejut.
"Jadi, kau yang meminta, bukan kedua orang tua kita?" tanya Yoongi. Wajahnya masih dibasahi air mata.
Jimin menganggukan kepalanya dengan pelan. "Ide itu memang dari kedua orang tua kita, namun keegoisanku yang membuatnya terlaksana... Karena aku begitu ingin memilikimu, tanpa menyadari bahwa memaksamu bukan berarti aku bisa mendapatkanmu..."
Yoongi berusaha mencerna setiap kata-kata Jimin.
"Karena itu, berhentilah merasa bersalah... Sesungguhnya, aku yang paling bersalah dalam masalah ini... Dan seharusnya akulah yang meminta maaf padamu, bukan kau yang meminta maaf padaku..." sahut Jimin, masih menahan tangisnya.
"Dan aku sangat bersyukur, karena akhirnya kau mau jujur kepadaku akan semua perasaanmu.. Selama ini aku berpura-pura tidak menyadari perasaanmu, karena aku menunggu kau yang lebih dulu mengutarakan semuanya padaku, hyeong... Untung saja kau akhirnya buka suara, sebelum hubungan kita memasuki jenjang pernikahan dan semakin membebanimu..." sahut Jimin lagi.
"Jiminnie..." sahut Yoongi sambil menghapus air mata dari wajahnya. "Karena semua sudah jelas, dan kita sama-sama bersalah dalam masalah ini... Bisakah kita... Mengakhiri... Pertunangan ini? Mianhae, jinjja... Tapi aku rasa aku sudah ... Tidak sanggup lagi... Melanjutkan pertunangan ini..."
Jimin mengangguk pelan. "Aku yang akan menjelaskan semua kepada orang tua kita... Aku yang memulai, itu berarti aku yang harus menyelesaikannya... Kau tidak marah kan padaku, hyeong?"
Yoongi menggelengkan kepalanya. "Aku tidak marah, karena aku juga bersalah kepadamu... Kalau begitu, bisakah kita kembali menjadi sahabat? Karena aku memang nyaman bersamamu, sebagai sahabat... Aku tidak ingin masalah ini membuat persahabatan kita lenyap begitu saja..."
"Aku butuh waktu, hyeong.. Beri aku waktu untuk menenangkan perasaanku yang tidak bisa memilikimu... Beri aku waktu untuk bernafas, tanpa melihatmu dihadapanku, sampai aku bisa melupakanmu... Karena akan sangat berat bagiku jika tetap ada disampingmu.. Aku akan sangat sulit melupakanmu jika kau masih ada disampingku, hyeong..." pinta Jimin.
Yoongi menganggukan kepalanya. "Mianhae, Jiminnie..."
"Setelah aku bisa mengatur perasaanku dengan baik, aku akan mencarimu, dan muncul lagi dihadapanmu sebagai seorang sahabat yang baik... Semoga jika saat itu tiba, kita berdua sama-sama dalam keadaan yang bahagia... Kau tetap bisa tinggal di rumahmu itu sampai masa kontraknya habis tahun depan... Atau kau mau kembali ke Daegu?" sahut Jimin.
"Aku rasa lebih baik jika aku kembali ke Daegu..." sahut Yoongi sambil menghapus semua air mata yang ada di wajahnya.
"Lalu bagaimana dengan pria bernama Taehyung itu? Bukankah kau mencintainya? Ia tinggal di Busan kan?" tanya Jimin.
"Ah, benar... Taehyungie..." sahut Yoongi pelan.
Jimin lagi-lagi menghela nafas dan berusaha mengatur agar tangisnya tidak terlihat di mata Yoongi. "Tinggalah disana sampai masa kontraknya habis tahun depan... Aku toh tidak akan menggunakan tempat itu untuk apapun..."
"Gwenchana? Aku benar-benar sangat jahat ya, Jiminnie?" sahut Yoongi menatap Jimin, air mata menggenangi mata Yoongi namun ia berusaha untuk menghentikan tangisnya.
Jimin tersenyum simpul. "Sudah kubilang, ini semua berawal dari keegoisanku, jangan meminta maaf lagi, hyeong..."
Dan malam itu menjadi malam terakhir mereka berstatus sebagai tunangan, karena malam itu juga Jimin segera menghadap kepada ayahnya dan meminta membatalkan pertunangannya dengan Yoongi, dan malam itu juga Jimin pergi meninggalkan Busan, pergi ke Los Angeles dan memegang perusahaan milik keluarganya yang ada disana.
Tetap tinggal di Korea akan membuatnya sulit melupakan Yoongi, karena itu Jimin memilih untuk pindah ke Los Angeles dan memulai kehidupan barunya disana. Melupakan kenangan pahitnya di Korea.
.
.
.
Seminggu sudah berlalu sejak kejadian malam itu dimana Yoongi dan Jimin mengakhiri hubungan pertunangan mereka..
"Hyeong... Mengapa kau rasanya agak berubah akhir-akhir ini? Kau seperti memikirkan sesuatu setiap bersamaku? Gairahmu bahkan tidak seperti dulu..." gerutu Jungkook yang merasa akhir-akhir ini perlakuan V padanya tidak seperti V yang biasanya begitu mencintai dan menikmati tubuhnya.
"Molla, Bunny... Aku rasa efek obat si brengsek blonde itu mulai bekerja, atau entahlah apa alasannya tapi aku juga merasa aneh akhir-akhir ini.." sahut V sambil mengancingkan kemejanya, sementara Jungkook masih dalam keadaan telanjang bulat, memeluk tubuh V dari belakang.
"Apa yang harus kita lakukan agar si bodoh Kim Taehyung bisa menghilang dan membiarkanmu saja yang memegang kendali atas tubuh ini?" sahut Jungkook sambil terus meletakkan kepalanya di bahu V.
"Aku merasa sangat sedih melihatmu... Kau terbentuk karena sisi lemah Taehyung, itu berarti kau terbentuk karena Taehyung... Ia yang membentukmu lalu kau berusaha menyingkirkannya? Bukankah itu menyedihkan? Sebegitu besarkah keinginanmu untuk merebut tubuh Taehyung?"
Ucapan Yoongi tiba-tiba melintas di benak V.
"Hyeong~ Mengapa kau hanya diam saja, huh?" Jungkook agak terganggu karena V terlihat termenung dan mengabaikan ucapannya.
"Jangan membuat keonaran... Bukankah sosok V terbentuk untuk melindungi Taehyung yang kau katakan sebagai sosok yang lemah? Namun apa yang kau lakukan selama ini justru bukannya melindungi Taehyung namun mencelakakannya secara tidak langsung..."
Ucapan Yoongi itu kembali melintas di benak V.
Dan kejadian itu kembali muncul di benak V, ketika ia mencium Yoongi, dan sosoknya menghilang sesudah itu, dan tubuh itu kembali diambil alih oleh Taehyung.
"Hyeoooooong~ Sebenarnya apa yang kau pikirkan? Adakah yang lebih penting bagimu selain aku, huh?" Kini amarah Jungkook mulai timbul karena merasa V mengacuhkannya saat itu.
V merasa terganggu dengan amarah Jungkook yang tiba-tiba itu.
"Bagaimana jika ada yang lebih penting darimu bagiku?" sahut V dengan nada dingin sambil mendorong tubuh Jungkook agar tidak menyentuh punggungnya.
"Hyeong..." Jungkook terkejut, ini pertama kalinya V membentak Jungkook sejak mereka berpacaran.
V menatap Jungkook sangat tajam, membuat Jungkook bergidik ngeri.
"Apa kau pikir kau segalanya bagiku? Dulu mungkin iya, namun apa kau pikir kau akan selalu menjadi segalanya untukku? Jaga hatimu agar jangan merasa sombong dengan perlakuan padamu selama ini!" bentak V, membuat air mata Jungkook menetes.
"Hyeong... Sebenarnya ada apa denganmu..." sahut Jungkook sambil mulai menangis.
V menatap Jungkook.
"Maaf, kali ini aku tidak dalam mood untuk menghapus air matamu ataupun menghiburmu..." sahut V sambil berjalan keluar dari kamar Jungkook, berjalan keluar dari rumah Jungkook, membiarkan Jungkook menangis sendirian dalam kamarnya.
V mengendarai motornya sekencang mungkin sambil terus berteriak, memaki dirinya sendiri.
"SEBENARNYA APA YANG TERJADI DENGANKU?!" teriak V sekencang-kencangnya sambil mengendarai motornya dengan kecepatan tinggi.
.
.
.
Taehyung membuka kedua matanya.
Tubuhnya terasa sangat sakit.
Rasa nyeri menjalari sekujur tubuhnya.
Ia memandang berkeliling.
"Kamar rumah sakit? Mengapa aku disini?" tanya hati kecil Taehyung.
Tak lama kemudian Jin mendekati Taehyung. "Kau sudah sadarkan diri, bodoh?"
"Uh? Aku dimana hyeong?" tanya Taehyung.
"Arghhh... Tubuhku nyeri semua rasanya hyeong.. Aku kenapa?" sahut Taehyung lagi.
"Bersyukurlah kau selamat... Aku rasa V yang berbuat ulah... Melihat dandananmu tadi saat ditemukan tergeletak di jalan, itu V style..." jawab Jin.
"Maksudnya?" Taehyung kebingungan.
"V sepertinya mengendarai motor terlalu kencang dan menabrak pohon di tepi jalan, untung saja tidak ada luka yang sangat parah atau membahayakanmu... Kepalamu bocor sedikit tapi sudah dijahit oleh pihak rumah sakit... Sekarang hanya tinggal rasa nyeri di sekujur tubuhmu karena terpelanting ke tanah..." jawab Jin sambil menggenggam tangan Taehyung tiba-tiba.
TES~
Dan air mata yang terasa hangat itu menetes ke tangan Taehyung yang tengah digenggam oleh Jin.
"Hyeo.. Hyeong...?" Taehyung membuka lebar kedua matanya menatap satu-satunya hyeong yang dimilikinya itu menangis dihadapannya.
"Untung saja kau selamat, bodoh~ Bagaimana jika V melakukan hal-hal yang lebih mengerikan kedepannya? Bagaimana jika aku harus kehilanganmu karena ulahnya? Ini semua salahku... Ini semua salahku... Yang mengabaikanmu..." sahut Jin sambil terisak dalam tangisnya.
Ini pertama kalinya Taehyung melihat Jin menangis setelah Jin menjadi dokter jiwa.
"Gwenchana, hyeong..." sahut Taehyung, berusaha menenangkan Jin.
"Seandainya... Seandainya aku tidak mengabaikan keberadaanmu waktu itu... Pasti.. Pasti kau tidak akan seperti ini..." sahut Jin lagi dalam isak tangisnya.
Kedua mata Taehyung mulai basah. Dan air mata itu menetes dari kedua bola mata Taehyung.
Air mata bersyukur karena menyadari betapa besar rasa sayang Jin untuknya, air mata bersyukur karena Jin menyadari kesalahannya di masa lalu, dan air mata terluka karena melihat hyeong satu-satunya itu menangis karena dirinya.
Mereka berdua menangis bersama, dan tak ada kata yang terucap lagi diantara mereka karena tangisan mereka cukup menjelaskan isi hati mereka masing-masing.
Tak lama kemudian, ketika air mata Taehyung dan Jin sudah mereda, Yoongi berjalan masuk ke dalam kamar rumah sakit tempat Taehyung dirawat itu.
"Gwenchana, Taehyung a?" Tatapan Yoongi sangat menunjukkan betapa cemas dirinya akan keadaan Taehyung.
Taehyung menatap wajah Jin.
"Aku yang memberitahunya.." sahut Jin sambil membersihkan sisa air mata di wajahnya.
Yoongi berjalan mendekat ke kasur tempat Taehyung berbaring.
"Taehyung a~ Aku berjanji, mulai saat ini aku akan ada disampingmu... Menjagamu... Agar kejadian seperti ini tidak terulang lagi..." sahut Yoongi sambil menahan agar air matanya tidak menetes.
Yoongi merasa ia harus terlihat kuat dihadapan Taehyung agar ia bisa menjadi penyemangat untuk Taehyung.
"Maksudmu, hyeong?" tanya Taehyung.
"Aku yang akan menjagamu mulai detik ini, bersama Jin hyeong juga tentunya, agar V ataupun Taesoon tidak menghancurkan kehidupanmu lagi kedepannya... Agar kau tidak perlu ketakutan karena dianggap aneh oleh orang lain... Agar kau mendapatkan cinta yang selama ini hilang dari dalam hidupmu..." sahut Yoongi.
Taehyung dan Jin menatap Yoongi.
"Saranghae, Kim Taehyung..." sahut Yoongi.
.
-TBC-
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top