25

Ayolah. Kalian tak mengira King tertembak tanpa sebab, kan? Setiap terjadinya suatu insiden, selalu ada pemicunya.

Apa yang terjadi beberapa jam lalu? Mari kita putar sedikit waktunya. Ketika lampu padam di tengah-tengah diskusi.

Dengan semua penjelasan Watson dan pengamatannya, Naluri King bekerja sesaat kemudian. Dia langsung mengendap bersembunyi bahkan sebelum para anak buah Organisasi menyergap klub detektif Madoka. King hafal rute hotel, jadi dia percaya diri bisa keluar tanpa pencahayaan sedikit pun.

King rela menyuruk di dalam bak sampah agar tidak tertangkap. King pun sempat melihat antek-antek Organisasi menyeret Jeremy. Dia tahu Organisasi itu menginginkan mereka berdua, tapi entah kenapa mereka terlihat mendahulukan penangkapan Jeremy.

Apa ada hubungannya dengan kakaknya, Jerena? Organisasi tahu mereka bersaudara maka dari itu mereka menculik Jeremy terlebih dahulu? King memang bisa berkelahi, namun perbedaan jumlah serta postur tubuh, jelas dia takkan menang.

Maafkan aku, Pak Jer, aku belum bisa menolongmu! batin King kembali bersembunyi.

Tapi bukan berarti King membiarkan Jeremy diculik begitu saja. Dinilai dari kalimatnya, dia hanya bilang 'belum bisa' bukan 'tidak bisa'. King diam-diam mengirim pelacak yang merayap sendiri ke kaki kala orang-orang Organisasi melewati bak sampah tempat persembunyiannya. Tampaknya cowok itu pintar dalam membuat benda elektronik. 

Lalu berikutnya, suara teriakan Violet.

King nyaris melompat keluar untuk menolong, namun dia berhasil menahan hasrat tersebut, bergeming di bak sampah yang kebetulan kosong—mungkin petugas kebersihan sudah membuang isinya. King beruntung.

Anehnya, King lagi-lagi mendengar suara seretan. Sedikit mengintip, dia termangu. Kelompok Organisasi menangkap Dinda, yang lainnya menggiring kasar Violet. Aduh, masalah ini semakin kapiran.

"Berhenti!" Ternyata Deon mengejar, menodongkan pistol. Dia tak ragu menembak.

Mereka menoleh. Seketika panik. "Sialan! Jadi dia seorang polisi?! Kabur! Jangan sampai tertangkap! Bos Besar melarang kita terlibat dengan polisi!"

Dor! Dor! Tembakan Deon mengenai kaki salah satu rekan mereka, memperlambat mobilitas, namun mereka memaksa terus melarikan diri sembari membawa Violet dan Dinda. Juga Jeremy, beda lima belas menit.

Baiklah. King berhitung cepat dalam hati. Tidak ada Watson dan Aiden, itu berarti mereka berhasil bersembunyi. Jeremy pun telah dia beri pelacak, bisa disusul nanti-nanti. Yang mendesak sekarang adalah Violet dan Dinda. King tidak punya waktu mencari Watson guna menanyakan pendapatnya. Dia harus menyimpulkan secara mandiri. Jelas mereka berdua tidak ada hubungannya dengan Jeremy. Mereka pasti menculik gadis-gadis itu sebagai jaminan supaya Jeremy menurut.

Tak ada pilihan selain menyelamatkan Violet dan Dinda. King memutuskan ikut bersama Deon. Mereka membuntuti dari belakang.

Maka di sinilah mereka sekarang. Distrik Snowdrop. Nyaris dekat dengan gedung pelelangan. Salju turun, membuat beberapa bagian bumi dipenuhi butir putih halus, basah, dan dingin. Kabar baiknya ramalan cuaca mengatakan malam ini takkan terjadi badai salju. Setidaknya mereka tidak bertarung menyedihkan di bawah rintik salju dan angin.

Apa yang mereka lakukan di sini? Di mana auditorium pelelangannya? Apa mereka tahu mereka diikuti? Atau memang di sana lah pemberhentian mereka? Banyak pertanyaan di kepala, King lagi-lagi hanya bisa diam. Dia bukan Watson yang bisa menjawab segalanya. King hanya bisa menilai hal-hal logis, memilih opsi mana untuk langkah selanjutnya.

Satu sosok berpostur tubuh beruang turun dari mobil yang baru datang. Hawanya mengatakan bahwa dia memiliki mandat tinggi. Dia menatap dingin ke arah Violet. Tanpa basa-basi. "Aku dengar kamu seorang informan di New York. Bisakah kamu mencarikan seseorang untukku? Namanya Paul Procyon. Remaja, 18 tahun."

Tidak. Bukan Violet yang terbelalak. Dia jelas tidak kenal siapa itu Paul.

Adalah King yang tiba-tiba emosional. Dia dengan tatapan bengisnya menyambar pistol di tangan Deon lantas DOR! Pria berbadan besar itu berkelit lincah, tersenyum miring. Dia sudah menantikannya. Tembakan tersebut mengungkap persembunyian mereka berdua.

"Keluar juga."

"Bagaimana? Bagaimana kamu bisa tahu nama itu?" King menatap marah. Gemetar menodongkan pistol.

"Kenapa mendadak melankolis, heh? Kamu bukan tipe seperti itu dari yang kudengar. Seseorang yang kamu kenal? Ah, sudah pasti lah ya. Sampai membuatmu berani memegang senjata api."

"KENAPA KAMU TAHU SOAL PAUL?!"

Dia tertawa remeh. "Siapa yang tidak tahu tentang pengeboman di Pockleland, huh?"

Salah satu rekannya berbisik memotong percakapan. "Pak, Bos menyuruh kita cepat kembali. Pelelangan akan segera dimulai."

Pria itu meludah. "Kita tidak punya banyak waktu untuk berbincang rupanya. Sekap gadis informan itu, dia berguna bagiku. Aku akan menemuinya setelah pelelangan selesai. Jangan sampai dia lepas."

"Baik!"

Tidak akan King biarkan. Dia berdiri di depan Violet, berniat menantang lima orang teman sejawat pria berpostur tubuh beruang. Deon juga merangsek maju, malahan langsung menyerang pria itu. Sayangnya Deon ditahan oleh para kameradnya.

Tapi, hei, jangan kalian remehkan Deon. Dia yang terbaik dari yang terbaik di yuridiksinya. Lima orang rubuh olehnya dengan cepat, segera melayangkan tinju ke orang-orang yang mengepung King. Baku hantam berlanjut. Jual-beli pukulan.

Violet yang pertama kali dibebaskan oleh King, buru-buru melepaskan lilitan pada tubuh Dinda. Mereka ikut membantu walau sekadar melempar kerikil ke musuh. Sampah-sampah di sekitar. Apa pun yang bisa dijadikan senjata dadakan.

Melihat perlahan rekan-rekannya yang tak berguna dipukul mundur, si pria berpostur tubuh beruang mendecih di dalam mobil, mengambil sebuah pistol dari kotak penyimpanan, memompa pelan. Kepercayaan Bos Besar padanya memberikan restoratif, memberikan keberanian untuk merenggut nyawa. Dia tidak peduli. Yang penting menjaga amanah Bos.

Dor! Tembakan pertama di bawah bumbungan asap rokok dan pandangan dingin.

"INSPEKTUR!" King berseru.

Deon meringis, menatap berang. Dia tidak apa. Yang tertembak hanya lengan. "Tunggu sampai aku menangkapmu, bangsat! Akan kupastikan kamu mendekam di penjara seumur hidup!"

Dor! Tembakan kedua. Kali ini mengenai arena perut membuat Deon muntah darah.

"Hentikan!" Dinda menangis, mencoba memapah Deon, menekan lukanya. "Jangan tembak Inspektur lagi. Tolong hentikan."

"Minggir, Dinda! Kamu bisa terluka..."

Tatapan dingin itu pindah ke Violet yang terkesiap. Todongannya berubah haluan. "Setelah kupikir-pikir, aku rasa aku tidak memerlukan bantuanmu. Aku lebih percaya pada Bos Besar. Kalian tidak berguna untukku. Matilah."

Dor! Tembakan ketiga.

Bola mata Violet membulat sempurna. King nekat melompat ke arahnya, berposisi melindungi. Peluru pistol mengenai dada.

Bruk! King jatuh di depannya.

Barulah kita tiba di ending episode kemarin. "Kamu layak mendapatkan itu. Tinggalkan mereka bertiga. Bawa gadis asal Indonesia itu. Misi selesai," ucap pria itu datar, membuang puntung rokoknya. Dua rekannya beranjak memegangi bahu Dinda yang bersimpuh tak bertenaga.

"BERHENTI KALIAN, BEDEBAH!" Seruan Deon hanya dianggap serangga. Darah memelanting ke sana-sini. "Mereka hanya remaja, sialan..."

Violet tersenyum getir. Air matanya mengalir deras. Terisak. Hidungnya kedat.

"Hei... Bangunlah, King. Kenapa kamu tidur? Kita harus menolong Dinda dan menyelamatkan Jeremy serta kakaknya. Kenapa kamu harus melindungiku? Kamu tahu... itu bukan pekerjaan yang mudah. Melindungi seseorang sangat berat. Aku dengar percakapanmu dengan Jeremy. Kamu menyukaiku, kan? Kalau begitu, ayo bangun... Kita bahkan belum memulainya, lalu apa-apaan kondisimu ini? Ayolah, kumohon... bangun King!"

"Yosh. Kalau begitu hari ini kita resmi pacaran."

"Iya... Eh, APA?!" Violet mengangkat kepalanya, melotot melihat King justru sedang menyeringai lebar padanya. Dasar tengil. Mengambil kesempatan dalam kesempitan. Sepertinya King murid Aiden dalam urusan cinta.

"Kamu...! Bagaimana kamu bisa?!" Violet melongo tidak percaya. Dia ditipu mentah-mentah.

King mengeluarkan jam saku besi berat dari balik pakaiannya. Peluru yang seharusnya menembus dadanya, terperosok di bundaran jam membuat jam tersebut rusak. Dia menelan ludah gugup. Astaga, Watson Dan benar-benar mengerikan. Apa dia bisa melihat masa depan?

"Ka-kalau kamu baik-baik saja, kenapa tidak segera bangun?!" seru Violet. Wajahnya mulai memerah.

"Yeah," King menggaruk kepala. "Sebenarnya aku mau bangun. Tapi mendengar kamu mengakui perasaanmu, tubuhku jadi panas dan malah berakting pingsan—"

Violet menghambur memeluk King. "Dasar bodoh! Aku pikir aku betulan kehilanganmu!"

King menyeringai. Ternyata kasus ini memberinya keberuntungan.

"Hei, kalian..." Deon memanggil. Wajahnya memberengut masam. "Hentikan percintaan kalian. Sambung nanti-nanti. Kita harus menyelamatkan Jeremy dan Dinda." []




Kamis, 3 Maret 2022











Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top