19
Pada suatu tempat gelap, terdapat berbagai macam reaksi bermunculan. Di antaranya;
"Ah, dia menghancurkan drone-nya. Ya ampun itu barang baru. Sial. Aku akan membalasnya nanti," kata tokoh satu.
"B-bos, bagaimana ini... Anak itu sepertinya sudah mengetahui rencana kita. Apakah kita akan melanjutkan penjualan?" Ini dialog tokoh dua.
"Dasar bodoh! Jelas tidak mungkin, kan?! Kamu mau memakan pancingan bocah ingusan itu? Menggali kuburan sendiri? Lebih baik kita menunda acara gathering, Bos. Kita tidak punya pilihan." Sementara yang ini tokoh tiga.
Bos yang mengetuai organisasi penjualan identitas, menatap dingin rekan-rekannya. Terkekeh seram. "Astaga, kenapa kalian seperti orang tolol begitu. Kalian ini bukan amatir. Bukan pemula. Aku sudah bilang tinggal bunuh saja. Aku takkan membiarkan bocah kencur mengganggu bisnisku. Apalagi kali ini kita mengundang banyak tamu. Penjualan paling besar dan meriah yang pernah kita lakukan." Dia beralih menatap potret sosok yang mengancam pergerakan aktivitas mereka, tersenyum miring. "Watson Dan, huh? Cowok pintar. Tapi sayangnya targetku bukan dia. Dia pasti sudah muak diincar setiap saat."
"Mungkin narasumber kita tahu sesuatu," usul tokoh dua.
Tatapan mereka berpindah ke seorang wanita berpakaian dinas (guru) dengan bercak darah di mana-mana. Rambutnya semrawut bekas dijambak. Kedua tangannya terikat, namun mereka tidak membekapnya.
"Bagaimana, apa kamu ingin memberitahu?"
Wanita itu menggeleng kuat-kuat. Menutup mulutnya rapat-rapat. Takkan berbicara.
"Yah, aku sudah menduganya. Kamu menolak bekerjasama." Bos berdiri, menyuruh para konconya menyalakan sebuah televisi. Bola mata wanita itu berbinar-binar kaget. Layar TV besar mempertontonkan kepala sekolah Madoka di ruangannya bersama ketua Dewan Siswa (Apol). Tengah bercakap-cakap.
"JANGAN SENTUH DIA!"
"Kalau begitu katakan. Jika dia tidak mau terluka, berbicaralah." Bos menyeringai.
-
Akhirnya hari ini datang juga. Saat dimana otak Watson rusak dan dia hanya bisa melamun. Perang batin di serebrum. Entah apa yang terjadi dia telah diusir dari Istana Pikiran. Ruangan khusus tempat dia menyimpan segalanya.
King menoleh ke Violet, setengah berharap gadis itu punya jawaban untuk 'memulihkan' Watson. Violet menggeleng tidak tahu. Bilang biarkan waktu yang mengobati sherlock itu.
"Jika Mrs. Gweni sudah diculik sebelum datang ke Korea, mungkinkah mereka menculiknya ketika beliau di rumah? Atau jangan-jangan ketika hendak membeli tiket di bandara?"
Di sisi lain, Aiden dan Jeremy berusaha membuat kesimpulan yang ditinggalkan Watson. Kasihan selalu Watson yang diandalkan. Mereka sebenarnya juga mau membantu, namun apa daya? Mereka tak cukup sepadan.
Dinda membuka tutup spidol, mencoret-coret papan. "Mari kita coba rakit semua petunjuk yang kita punya. Dimulai dari kedatangan Manava Mara ke Madoka."
Jeremy mengelus dagu. "Aku ingat ketika meninggalkan Madoka malam itu, aku mendengar suara debam jatuh. Karena gelap jadi aku menghiraukannya. Mungkinkah itu Manava?"
"Iya. Kita lihat rekamannya bahwa Manava secara naluriah datang ke Madoka untuk meminta pertolongan Mrs. Gweni. Tapi dia dihalangi Fate. Sebenarnya peran Fate itu apa sih? Aku gregetan sumpah. Apa dia pembeli yang sedang mengawasi target identitas pilihannya?"
"Aku rasa dia bukan pembeli." King tahu-tahu menyepil ke diskusi. "Dia seorang agen organisasi yang bertugas memantau."
"Lalu kenapa dia dibunuh?"
"Entahlah..." King menyerah secepat dia memulai.
Mereka berempat serempak menoleh ke Watson yang ternyata dari tadi memperhatikan. Mimik memelas. Kecuali Violet yang memasang wajah malas. Dia tahu, sherlock pemurung itu kalau otaknya lagi kacau dia akan mogok ngapain-ngapain.
Kling! Cahaya lampu menyinari manik-manik konde pemberian Watson. Iya, Aiden langsung memakainya.
'Aku tidak tahu.' Apa kamu akan mengatakan itu? Haah, kamu tidak berubah sejak dulu, Watson.
Jam, memang benar kamu lebih pintar dariku. Kamu juga benar mengatakan bahwa aku hanya beruntung menjadi tokoh utama. Tapi kenapa kamu mengajariku? Kamu menjadikanku detektif yang hebat, kenapa kamu melakukan itu? Padahal aku hanya fans Holmes... Watson menghela napas, lamat-lamat menatap King. Maka dari itu kuikuti caramu. Akan kubuat anak ini menjadi detektif terhebat di Moufrobi.
"Apa?" King memergokinya.
Tapi, Watson mendesah, dia juga tak bisa memaksa. Dia sendiri mengalami kebuntuan. Bisa-bisanya si pemilik dikunci di luar. Apa yang bisa Watson lakukan kala gerbang Istana Pikiran ditutup?
Watson uring-uringan menulis di buku gambarnya. 'Aku yakin Ayahmu mengatakan suatu hal yang bisa berupa petunjuk, King.'
"Ayah?" King berpikir cepat.
"Seharusnya kami memberitahu ini beberapa hari lalu, namun waktu tak memperkenan hingga tertunda sampai sekarang."
"Wakil kepala sekolah hilang seminggu lalu."
Gasp! Itu dia. King buru-buru mengeluarkan ponsel, menelepon kepala sekolah. "Ah, ayah!" Dia canggung melihat Aiden dan yang lain menyimak antusias lalu mengecilkan volume suara, sedikit menjauh. "King ingin bertanya sesuatu..."
"Aha!" Terlambat. Jeremy terlanjur mendengarnya. "Panggil diri pakai nama! Anak manja pasti!" semburnya kurang ajar. Aiden geleng-geleng kepala melihat kelakuan Jeremy.
Imutnya... Violet dan Dinda (kebetulan) memikirkan hal sama.
"Terserah!" King mengabaikan cibiran Jeremy, kembali ke tujuannya. "Ini soal wakil kepala sekolah. Apa Ayah tahu kapan tepatnya beliau tidak masuk kerja? King mau jawaban spesifik bukan hanya kata ganti tak jelas."
"Tanggal 9—"
Tanpa salam, bahkan belum genap beliau menyempurnakan kalimatnya, King sudah mematikan sambungan telepon. Dia memerintah dengan terbata-bata. "Dinda, coba cari kapan Manava Mara menghilang. Tidak, tidak... Dahulukan kapan Mrs. Gweni selesai dari urusannya di rumah sakit. Jika mereka kebetulan bertemu di sana, mungkin satu sama lain saling memberitahu tenggat waktu pengobatan masing-masing."
"O-oke." Dinda salah tingkah disuruh King.
Violet? Dia cemberut. Watson sampai memasang ekspresi yang tak berhasil diterjemahkan lewat ketikan. "Cih, kenapa harus Dinda sih. Aku kan juga informan."
Dih, cemburu? Wajah Watson menghina.
"Bukan urusanmu!" balas Violet bete. Ini si Watson mulai sebelas duabelas perilakunya dengan Jeremy.
"Aku menemukannya, King!" Dinda berseru, menghalau latar gurau. "Mereka berdua sama-sama keluar hari kamis tanggal 16."
Aneh. Apa mereka janjian untuk meninggalkan rumah sakit berbarengan? Kalau begitu kenapa mereka sampai terpisah? King tidak mengerti.
Violet tidak tega melihat air muka King yang lesu, menoleh tajam ke Watson. "Cepat bantu dia, detektif perajuk! Kalau tidak aku bakal mengadumu dengan Lupin, menjelek-jelekkan aksi sulapnya!"
Kamu memfitnahku? Watson tidak percaya.
Kemudian mereka berdua terlibat perkelahian anak-anak. Violet mencekik Watson, begitupun sebaliknya. What's the matter with them?
Kelereng cokelat milik King bermain ke sekitar, tersentak melihat poster kontes kecantikan yang Watson bawa untuk jaga-jaga. Benar. Kompetisi itu bukan hanya godaan untuk wakil kepala sekolah agar datang ke Korea. Perlombaan itu benar-benar ada.
"Dinda, coba cari tanggal pengumuman seleksi kontes kecantikan di Seoul."
Sedang mencari.
Dinda menahan napas. "I-itu juga terjadi di hari yang sama, King. Tanggal 16."
Aiden dan Jeremy terkesiap. "Berarti...!"
"Tidak salah lagi. Mereka berdua berpisah karena Mrs. Gweni ingin memeriksa hasil babak seleksi. Di sinilah antek-antek organisasi menculik Manava. 1,2,3,4,5..." King mulai menghitung membuat Dinda mengernyit bingung.
"Kenapa kamu menghitung?"
"Itu membuatku tenang. Fuh!" King menarik napas panjang. "Kenapa mereka harus menyamakan hari penculikan Mrs. Gweni dan Manava?"
Watson menyikut Violet agar berdeham menyuruh mereka menyimak sherlock pemurung itu. Dia menulis sesuatu di buku komunikasinya.
'Itu karena mereka akan melakukan event besar pelelangan identitas saat Natal. Jadi, mereka membiarkan para korban sehat. Bahasa kasarnya: peternak membiarkan hewan ternak memakan rumput sebelum disembelih. Aku yakin sekarang organisasi itu sedang sibuk mengumpulkan aset.'
Semua orang terdiam. []
Jumat, 18 februari 2022
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top