02. I Can't Help It [Mikazuki M.]
WARNING: 1. Demam!Reader (wkwkwk)
2. Kehilangan Akal Sehat!Reader (getting slapped)
Saya hanya tau kalau senyuman Jiji itu menawan. (YHA)
***
"Aruji ... tidak sekolah? Ini sudah jam 7 pagi. Nanti bisa terlambat." Kasen mengguncang tubuh Aruji-nya yang masih terbalut selimut.
Namun, hanya lenguhan yang membalas ucapan Kasen. Itu membuat Kasen sempat syok dan sedikit merona.
Kasen menyadari suatu hal .... Wajah (Name) memerah dan berkeringat. Itu membuat Kasen mengangkat tangannya untuk memegang kening (Name).
"Panas sekali!" Kasen mengibaskan tangannya karena suhu badan sang saniwa yang terlalu panas.
"Aruji demam?! Ini gawat!"
Kasen berdiri kemudian berlari ke tempat dimana Shokudaikiri berada.
"Shokudaikiri Mitsutada! Aruji-sama terserang demam! Segera masak bubur yang hangat dan enak untuknya."
"Apa?! Aruji demam?!" Mendengar teriakan Kasen, seluruh penghuni citadel menjadi panik tak karuan. Semuanya berlari kesana-sini seakan sedang terjadi kebakaran.
Suara langkah kaki memenuhi seluruh penjuru citadel.
"Ah ... berisik!" desah (Name) kesal.
"Aruji! Bubur!" Shoku membuka pintu kamar Aruji-nya dengan sok keren. Lalu dia duduk di samping (Name), dan siap menyuapi bubur.
"Lho, belum bangun? Tadi hanya mengigau?"
"Ada apa, taishou?" Yagen datang dengan pakaian ala dokternya. Dia juga sudah siap perlengkapan lengkap.
Yagen mengeluarkan termometer dari tasnya, kemudian menyalakannya. Dia mengangkat lengan yukata tidur (Name), kemudian menaruh termometer nya di ketiak (Name).
Setelah mendengar bunyi dari termometer tersebut, Yagen langsung mengambilnya lagi.
"Astaga! Hampir 40 derajat celsius!"
"Hei, bukankah itu sangat parah, Yagen?" tanya Shoku khawatir.
"Apa sebaiknya bawa ke rumah sakit saja?"
"Atau panggil dokter yang asli?"
"Sejak kapan kalian disini?" Yagen menatap sosok yang adalah Kasen dan Mikazuki.
"Itu tidak penting! Aruji harus segera dibawa ke rumah sakit!" Kasen terlalu panik. Sudah berapa banyak mama yang menempati citadel?
"Kalian sudah menghubungi sekolahnya?" tanya Mikazuki.
"Ah ... biar aku yang melakukannya."
Shokudaikiri berjalan keluar menuju telepon rumah yang berada di ruang TV. Dia mengetik nomer telepon sekolah (Name) yang terletak di memo yang ada disamping telepon.
"Halo, selamat pagi? Apa benar ini nomer (Your School Name)?" tanya Shoku begitu panggilannya sudah diangkat.
"Ya ...? Benar. Saya berbicara dengan pria tampan- maksudnya, dengan siapa, ya?"
"Oh, saya mau memberitahukan kalau hari ini (Full Name) tidak bisa masuk karena terserang demam tinggi."
"Iya ... boleh tau siapa nama Anda? Dan Anda siapanya (Full Name)-san?"
"Saya Shokudaikiri Mitsutada, saya adalah suami dari (Name)," ucap Shoku dengan percaya diri.
Mikazuki datang langsung meninju wajah Shokudaikiri sampai dia terjatuh ke samping.
"Maaf atas ketidaksopanan saudara saya. Kami disini semua adalah sepupu dari (Full Name), jadi tidak usah bertanya lagi." Dengan segala kehormatan, Mikazuki menutup telepon secara sepihak.
Mikazuki tersenyum ke arah Shoku sebelum pergi meninggalkannya. Dia kembali ke kamar saniwa untuk memeriksa keadaannya.
(Name) mulai mengigau tidak jelas karena suhu badannya yang luar biasa tinggi. Kasen berada di sampingnya dengan kompres yang siap ia ganti ketika sudah mulai dingin.
Yagen bilang, hal ini membuat (Name) tidak sadarkan diri alias pingsan, tapi tak menutup kemungkinan (Name) akan mengigau semakin tak karuan.
"Ah .... Jangan .... Mhh ...."
Yagen, Kasen dan Mikazuki sangat syok dengan apa yang baru saja mereka dengar. Sebenarnya, Aruji mereka saat ini sedang mengigau tentang apa?!
"Jangan sentuh disitu .... Ahhn ...."
"A-Aruji ...." Kasen tak berhasil menahan wajahnya yang sudah sangat merah mendengar desahan yang keluar dari mulut Aruji-nya.
"Kasen .... Aku juga sayang kamu, kok."
Tepat! Panah cinta menancap di jantung Kasen. Dia rasanya ingin sekali mencium (Name) sekarang.
"Bukan hanya kamu ... aku sayang semua yang ada disini .... Hehehe."
Seketika Kasen langsung patah hati kembali.
"Ini semakin aneh .... Aku akan pergi." Kasen sudah tidak tahan dan membayangkan kemungkinan yang akan (Name) ucapkan, dia memutuskan untuk pergi saja.
"Aku juga pergi, Jiji." Yagen berdiri dan mengikuti Kasen.
Mikazuki terdiam menatap (Name) yang sepertinya sangat tersiksa. Badannya berkeringat luar biasa, wajahnya memerah.
Keringat ....
Berarti bajunya basah?
"Lalu siapa yang akan menggantikan bajunya?"
Pertanyaan itu muncul di pikiran Mikazuki. Tidak mungkin dia membiarkan Aruji-nya istirahat dengan baju basah.
Setidaknya Mikazuki berharap bajunya diganti Satu kali saja agar bisa disumpal handuk di punggungnya, supaya tidak basah lagi, begitu.
Tapi ... siapa yang akan melakukannya?
Midare? Tidak tidak. Walaupun seperti itu, Midare bukan perempuan.
Hasebe? Ngaco. Yang ada diraba-raba. Dia memang setia dan patuh, tapi siapa yang tau apa yang terjadi jika keadaannya seperti ini?
Kogi- ah, maaf. Seharusnya tidak usah menyebut namanya sama sekali.
Ishikirimaru? Omong kosong. Yang ada disembur sana sini. Padahal (Name) kerasukan aja juga tidak.
"Hn ... tidak mungkin aku, 'kan?"
"Aruji! Aku membawa air panas baru. Lho, ada Jiji ternyata?"
"Oh? Namazuo dan ... Honebami?"
Mikazuki berpikir saat menatap Namazuo dan Honebami. Mungkin saja, salah satu dari mereka bisa? Honebami saja sepertinya ....
Tapi, tetap saja, Mikazuki bingung.
"Hei, kalian ...."
Namazuo dan Honebami menatap Mikazuki dengan tatapan bertanya.
"Menurut kalian ... siapa yang harus menggantikan baju Aruji?"
Mereka berdua syok.
"Mungkin Aruji-sama sendiri?" jawab Namazuo gugup.
"Dia lagi sakit, dan tidak lihatkah kalian kalau Aruji sedang menderita dalam tidurnya?"
Menderita, ya ....
Mikazuki menatap (Name) lagi.
"Nngh ... hentikan .... Jangan ... ahhn ...."
MAKIN PARAH!
"Jadi, apa harus aku saja yang menggantikannya?" Entah kenapa Honebami terlihat lebih semangat dari biasanya.
"Kalau begitu, aku akan memakai tutup mata dan mengganti bajunya," ucap Mikazuki pasrah.
"Caranya?"
"Entahlah ...."
"Terima kasih atas perhatian kalian." Mikazuki mengambil baskom berisi air panas dari tangan Namazuo, dan handuk kecil dari tangan Honebami.
Kemudian Namazuo dan Honebami pergi lagi meninggalkan kamar (Name).
Mikazuki berjalan mendekati (Name), meletakkan baskom tersebut di atas meja, lalu duduk di samping (Name).
"Aruji ...?"
Mikazuki menuju ke lemari (Name). Awalnya dia cukup ragu untuk membukanya, tapi dia tidak punya pilihan lain. Baju-baju milik Aruji-nya yang didominasikan dengan kimono dan yukata itu terpampang jelas di depan wajahnya.
Dan ... pakaian dalam milik (Name) membuat mata Mikazuki melotot.
"Aruji ... memakai dalaman seperti itu?"
Motifnya (Your Favorite Animal).
"Lucu sekali."
Jeng jeng. Pikiran Mikazuki mulai kemana-mana. Tapi, benar, untuk ukuran gadis seumuran (Name), bukankah sangat lucu jika masih memakai dalaman bermotif (Y/F/A)?
"Eh? Tapi aku tidak perlu mengganti dalamannya, bukan?"
Mikazuki akhirnya mengambil sebuah baju tidur santai dan tidak menimbulkan hawa panas. Dia menatap baju itu lama.
"Baju jaman sekarang lucu-lucu, ya."
Mikazuki berjalan menuju (Name) lagi untuk menggantikan bajunya. Tapi, Mikazuki masih ragu.
Walaupun dia sudah berjanji pada dirinya sendiri akan menutup mata. Tapi ... tetap saja.
"Aruji ... bangun."
Dan (Name) lagi-lagi hanya menjawab dengan lenguhan.
Mikazuki menghela napasnya, dan menutup matanya. Dia mulai ingin membuka baju Aruji-nya sampai akhirnya terhenti karena sebuah tangan yang memegangnya.
"Jiji ...? Apa yang kau lakukan?" tanya (Name) dengan suara kelewat lemah.
"Akhirnya bangun juga. Aruji harus ganti baju, karena baju Aruji sudah basah terkena keringat."
"Kenapa ...?" (Name) terduduk dan menatap Mikazuki dengan mata sayu.
"Nanti Aruji bisa masuk angin."
"Maksudku ... kenapa harus aku yang menggantinya? Kan ada kamu."
Mikazuki tersentak. Bagaimana mungkin Aruji-nya yang kelewat galak ini mengatakan hal seperti itu dengan sangat gampang?
"Tidak, Aruji ...."
"TIDAK! Aku ... mau ... kamu yang mengganti ... bajuku!"
Mikazuki ingin menjerit. Dia tak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar.
"Aruji, tapi ...."
"Oh. Kamu sudah mau membantah perintahku?" (Name) tersenyum miring, "sekarang merangkak dan cium kakiku."
"Apa ...?"
"Aku bercanda. Hehe."
(Name) menatap Mikazuki, dan tersenyum manis. "Ji- tidak, Mikazuki ... aku ... sangat menyukaimu."
(Name) merangkak mendekati Mikazuki yang duduk di sisi lain. Mikazuki ingin lari, namun dia tak bisa karena (Name) sudah menangkapnya.
(Name) melingkarkan tangannya di leher Mikazuki.
"Kamu ... juga suka padaku, kan?"
"Aruji, sadarlah."
"Jawabb!"
"Tentu saja. Kami semua disini sudah pasti menyukai Aruji. Maka dari itu ... sadarlah." Mikazuki benar-benar ingin lari karena wajah (Name) semakin mendekat.
"Aruji ...."
Karena wajah Aruji-nya yang sangat menggoda, Mikazuki refleks menciumnya.
"Maafkan aku, Aruji ...."
"Lagi."
"Hm?"
"Cium aku lagi!"
Mati. Rasanya asam urat Jiji kambuh lagi.
"Tapi Aruji sedang demam, aku ...." Mata Mikazuki menatap sesuatu.
Sialan! Sejak kapan yukata tidur Aruji-nya sudah separah itu?
Mikazuki berpikir sesuatu. Apakah dirinya bisa tertular demam jika melakukan itu?
Tapi Mikazuki menggeleng cepat.
Bagaimanapun ... prinsip Mikazuki tetaplah sama. Jika ingin melakukannya, harus saat (Name) dalam keadaan sadar!
Kan tidak seru jika (Name) tidak ingat apapun. Dia tidak akan malu-malu kepada Mikazuki, terlebih lagi (Name) pasti tidak akan tahu jika anu-nya sudah diambil!
Mikazuki kembali menatap makhluk indah dihadapannya. Sedang menatap diri Mikazuki dengan mata sayu dan mulut yang sedikit terbuka. Wajahnya kemerahan dan terus mengeluarkan keringat.
Siapa yang ingin melewatkan keadaan seperti ini?
"Satu ciuman lagi ... tidak masalah, bukan?" bisik Mikazuki kepada dirinya sendiri.
Mikazuki mengangkat dagu (Name) agar sejajar dengan wajahnya. Tangan yang Satu lagi dia pakai untuk memeluk sang saniwa.
"Mikazuki ...."
Mikazuki kali ini mencium (Name) dengan lebih sungguh-sungguh, bukan didasari refleks. Walaupun suhu badan (Name) yang panas terasa sampai ke Mikazuki, dia tidak peduli.
Bahkan Mikazuki sekarang berharap demam yang diderita oleh (Name) berpindah ke dirinya. Dia tidak sanggup jika harus melihat (Name) mendesah seperti itu walau hanya mengigau.
Setidaknya (Name) harus melakukannya dihadapan Jiji sendiri, dan dalam keadaan Seratus persen sadar.
Astaga- Jiji. Mikazuki Munechika. Sejak kapan pemikiran kamu jadi seperti ini?
Tapi ... Mikazuki tidak bisa menahan ini semua.
"Aruji ... maaf."
Mikazuki mendorong (Name) ke tempat tidur.
(͡° ͜ʖ ͡°)
***
OMAKE
"Hmm ... hampir 40 derajat celsius. Jiji, sepertinya tertular oleh taishou, ya?" Yagen menggeleng pasrah.
"Ketika aku memberikannya bubur pagi ini, Aruji terlihat sangat sehat. Padahal sampai kemarin malam Aruji masih demam." Shokudaikiri meletakkan mangkuk besar berisikan bubur ayam di samping tempat tidur Mikazuki.
"Apa yang kau lakukan dengan Aruji?" Ishikirimaru menatap lurus ke arah Mikazuki.
"Tidak banyak, kok ...."
"Mencurigakan. Kalau ada sesuatu, ingatkan aku untuk mensucikanmu."
"Ahaha, tidak ada yang terjadi."
"Jiji, kau mencurigakan," ucap Shoku. Dan Yagen menyahutnya dengan anggukan.
Mikazuki memberikan senyum ala alanya kepada Yagen, Shoku dan Ishikirimaru.
Mungkin Mikazuki tidak akan pernah tahu .... Saat ciuman kedua itu (yang bukan didasari refleks), Aruji-nya sudah sadar sepenuhnya.
Tapi apa daya ... Aruji-nya sudah menikmatinya.
Biarlah ini menjadi rahasia mereka bertiga masing-masing.
Bertiga? Ya. Pada saat itu Hasebe menguping, padahal dia ingin menjenguk Aruji kesayangannya.
-END-
APA APAAN INI?! APA YANG TERJADI DENGAN DIRIKUUU~
Tolong beri aku kekuatanmu hasebe ⊙︿⊙
Maafkan diriku (';Д;`)
Maaf karena membuat readers sekalian jadi ternistakan (━┳━ _ ━┳━)
Tapi kan faktor demam hiks. Kehilangan akal sehat hiks.
Wokeh, terima kasih sudah mau baca. Chapter kedua humornya maksa banget. Oksip saya bingung.
But, hope you love it!
Please vote + comment!!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top