Twenty Third Cage
Suara berderit khas dari sebuah pintu di sudut ruangan membuat tulang terasa ngilu. Gagang dingin itu mulai tampak berkarat dengan sedikit noda kehitaman yang mulai mengering. Seberkas cahaya dari pintu yang terbuka berpendar menyinari ruangan yang tidak ada bedanya dengan tempat tak pernah terjamah.
Ralat. Ruangan itu memang tak pernah tersentuh oleh orang luar, bahkan tidak ada yang tahu. Kecuali sosok yang kini berdiri di depan pintu dengan senyuman jahat. Seolah tidak peduli dengan bau anyir yang menyeruak dari bagian tubuh "burung-burung" yang berhasil ia tangkap dengan tangannya sendiri.
Sosok itu melangkah perlahan. Melempar kapak berlumur darah di tangannya sembarangan hingga membelah menjadi dua sebuah "sayap" yang sudah mulai membusuk. Seringai yang tercetak di wajah itu semakin lebar. Napasnya memburu cepat. Bukan karena takut atau apa pun. Dia hanya terlalu bersemangat melakukan semua ini.
Beberapa mata menatapnya dari sudut ruangan tanpa berkedip. Tentu saja. Tidak mungkin benda itu bisa melakukannya setelah terpisah dari kelopaknya. Mereka hanya mata yang menyiratkan rasa sakit serta ketakutan untuk terakhir kali. Bahkan hanya untuk melirik benda di sekitar yang mulai membusuk, itu mustahil. Yang bisa mereka lakukan hanya berbagi tempat sempit di dalam stoples kaca berisi cairan pengawet.
Sosok itu meneruskan perjalanannya mengitari ruangan. Berhenti di salah satu rak setinggi satu setengah meter, kemudian membelai jemari yang seolah mencoba untuk mencekik pemburunya tetapi gagal karena ajal menjemput. Tanpa pengawet, sudah pasti benda itu tak punya tameng terhadap makhluk dekomposer. Namun, semua sama saja. Bau menyengat tidak akan mampu membuat sosok itu merasa ngeri.
"Hanya tinggal beberapa lagi ...," lirih sosok itu. Debar jantungnya berpacu dua kali lebih cepat. "... kalian semua akan menjadi bayaran untuk satu nyawa yang tak pantas mati," lanjutnya sembari menunjukkan ekspresi janggal. Namun, itu hanya beberapa detik sebelum akhirnya berganti menjadi seringai kegilaan disusul dengan suara tawa mengerikan.
"Tunggulah hari itu, Kagome."
------x---x------
"Selamat pagi, Asami-senpai," sapa seorang pria berseragam rapi sembari membawa setumpuk berkas yang sama seperti yang ada di genggaman adik dari kekasihnya. Tanpa menunggu lama, ia meletakkan bawaannya di hadapan orang yang sudah lebih senior darinya. "Ini data tentang kasus pembunuhan beberapa hari yang lalu, dan juga kasus-kasus sebelumnya," jelasnya.
"Selamat pagi juga," balas Asami sembari memeriksa kelengkapan dokumen di hadapannya sembari memasang senyuman miring yang tertuju kepada pria itu. "Pagi yang indah bukan, Kazuhiko-kun," lanjut polisi wanita itu sembari menautkan jari-jari kedua tangan.
"Ya, seindah namamu, Asami-senpai," sahut Kazuhiko yang belum memiliki niat untuk keluar dari ruangan itu meski pekerjaan lain menunggunya di luar sana. Tentu saja ia mengucapkan itu dengan maksud bercanda. Dia sudah tahu jika wanita yang usianya hampir menginjak kepala tiga itu tidak mudah terpesona pada rayuan dan kata-kata manis setelah dicampakkan oleh sang kekasih yang memilih menikah dengan gadis lain.
"Ngomong-ngomong, kenapa kau tiba-tiba memanggilku dengan nama depan, dengan tambahan -kun pula?" Kazuhiko mengalihkan pandangan ke arah jendela yang menampakkan kesibukan warga Tokyo yang baru saja dimulai. Asami tidak menjawab. Dia malah sibuk dengan dokumen yang menumpuk, menunggu untuk diperiksa.
Kazuhiko mengernyit, memandangi seniornya lamat-lamat. Ia semakin bingung dengan perasaan apa yang menghinggapi wanita itu hingga berulang kali mengecek berkas yang sama seolah ia baru saja melupakan sesuatu yang penting. "Kazuhiko-kun," panggil Asami. Yang dipanggil hanya menyahut dengan gumaman kecil.
"Kau menyerahkan berkas ini padaku ... segera setelah kau menerimanya, kan?" tanya Asami penuh selidik. Kazuhiko hanya mengangguk tanpa maksud berbohong. Memang benar. Dia segera menyerahkan benda itu tak lama setelah dia menerimanya.
"Kau tidak membocorkan informasi ini kepada siapa pun selain kepolisian?" wanita itu kembali bertanya setelah menyesap secangkir kopi yang terletak di salah satu sudut meja kerja. Kazuhiko berjengit. Keringat dingin mulai mengalir dari dahi. Ia menelan ludah, mencoba menghindari tatapan Asami yang selalu tampak mengerikan ketika sedang menginterogasi.
"Te-tentu saja ..., s-senpai .... Mana mungkin ... aku m-melakukan itu," ujar Kazuhiko sambil menggaruk tengkuk yang tidak gatal. Asami merasa geli akan kemampuan berbohong Kazuhiko yang berada di bawah rata-rata, tersenyum miring layaknya seorang detektif dalam film ketika akan berkata "kaulah pelakunya." Kali ini, kejadiannya tidak jauh berbeda. Hanya saja yang menjadi tersangka adalah rekannya sesama penegak hukum.
Asami bangkit dari kursinya lalu berjalan mendekati polisi muda itu hingga posisinya tepat berada di belakang punggungnya. "Kazuhiko ...," kata Asami pelan sembari memegangi pundak juniornya. Kazuhiko semakin bergidik oleh sentuhan dingin itu. Ia tidak pernah menyangka jika ada orang lain yang juga memiliki 'shinigami mode' seperti dirinya.
Dia kembali tertawa garing. Mencoba mengabaikan perasaan ngeri ketika menghadapi -- atau yang lebih tepatnya membelakangi -- sang senior. Ia tidak bisa memutuskan untuk takut pada Asami yang bisa membuatnya kehilangan pekerjaan atau Keiko yang kapan saja mampu membuat tulang kakinya patah. Lelaki itu juga tidak bisa marah pada Kaito. Karena, anak itu tidak mengancam dengan apa-apa kecuali dengan kesalahan Kazuhiko sendiri.
Asami kembali berjalan ke arah kursinya. Tentu saja dengan mode shinigami itu. "Maafkan aku, senpai. Aku tidak punya pilihan lain. Kaito yang memaksa- ... etto maksudku ... memintaku untuk memberikan semua informasi itu," aku Kazuhiko sambil membungkukkan badan. Asami tersenyum tipis kemudian meneguk kopi hangatnya.
"Kau tahu kan, itu kesalahan fatal?" tanya wanita berambut seleher itu tanpa intonasi. Kazuhiko tidak menjawab. Ia bahkan tidak memiliki cukup keberanian untuk menegakkan tubuh, menatap seniornya. "Kau tahu, kan? Inspektur bisa marah besar jika mengetahui hal ini." Asami menghela napas berat.
"Maaf ..., s-senpai ...." Kazuhiko semakin tegang. Denyut jantungnya bertambah cepat berkali-kali lipat. Ia sangat tidak punya pilihan. Sekarang tidak ada yang bisa dia salahkan selain dirinya sendiri. Hanya karena keisengannya menggoda juniornya, dia harus terjebak di antara pilihan kehilangan pekerjaan atau kehilangan fungsi kaki.
Asami kembali bangkit setelah menghabiskan minuman hangatnya. Dia memang sudah tidak lagi dalam shinigami mode. Akan tetapi, sorot mata serius sama sekali tak hilang dari wajah cantiknya. "Kazuhiko, kau tahu ...." Wanita itu kembali memegang pundak lelaki itu.
Kazuhiko menelan ludah. Dia benar-benar belum siap mendengar apa yang akan dikatakan perempuan di sampingnya. Entah apa yang akan terjadi setelah ini, ia tak bisa menebak. "Sebenarnya ...." Asami tidak melanjutkan ucapan, terdiam beberapa menit. Tentu saja itu sudah cukup untuk membuat Kazuhiko semakin khawatir.
"... aku hanya bercanda!" seru Asami seraya mengacungkan kedua jari tengah dan telunjuk lalu meletakkannya di samping mata, memasang wajah manis. Kazuhiko menghela napas lega. Di sudut hati terdalam, timbul kekesalan terhadap sang senior yang berlebihan mengerjainya.
"Yah, kurasa ... Inspektur Kiyomizu tidak akan marah. Kau tahu sendiri kan, dia sangat ingin kasus ini cepat berakhir. Jika calon adik iparmu itu bisa membantu investigasi, kurasa tidak ada salahnya. Asalkan setelah ini kau berjanji tidak akan pernah menggoda Mika lagi," papar Asami sambil merapikan kertas-kertas yang berceceran di atas meja kerjanya. Kazuhiko hanya tertawa kecil, mengiyakan sambil pura-pura merapikan kerah baju.
"Begitu ya? Tapi, apa kau tahu penyebab Inspektur seperti itu?" Kazuhiko tidak bisa menahan rasa ingin tahunya. Ia benar-benar merasa aneh jika seorang pemimpin kepolisian tidak marah jika anak buahnya membocorkan informasi. Meskipun di sisi lain dia sangat mensyukuri hal itu.
"Inspekstur Kiyomizu ..., dia masih merasa bersalah ... pada anak perempuan bernama Kagome, yang menjadi korban pembunuhan." Asami menghela napas berat. Bagaimanapun, ia mengerti sedikit tentang perasaan atasannya. Dia berpikir, pasti rasanya berat memikul perasaan bersalah seumur hidup karena tidak mampu menyelesaikan tanggung jawab.
"Kagome ..., sepertinya aku pernah dengar nama itu," gumam Kazuhiko serta memegang dagu. Mencoba berpikir keras mengingatnya, tetapi gagal.
Tanpa mengacuhkan ucapan lirih lelaki itu, Asami melanjutkan ceritanya. "Inspektur beberapa kali mengatakan padaku. Anak itu tidak seharusnya mati. Yah, kurasa itu ada benarnya. Anak kecil tak berdosa itu tidak seharusnya menjadi korban dari keegoisan orang dewasa." Wanita itu menghela napas panjang untuk ke sekian kali. Menyisakan keheningan yang mengisi kekosongan setiap sudut ruangan.
"Tapi jika Inspektur sampai terus-menerus menyalahkan diri sendiri ... aku jadi khawatir," ungkap Asami. Yang bisa dilakukan Kazuhiko hanya terdiam. Berkutat dengan segala pikiran dan dugaan. Hingga dia sendiri akhirnya menyerah untuk mengingat kembali siapa Kagome. Namun, beberapa saat kemudian, kesunyian di ruangan itu pecah oleh pertanyaan yang sekaligus mengagetkan Asami.
"Apa mungkin ... yang membunuh Kagome adalah orang yang sama di balik semua ini?"
*
[30] Nama Asami terdiri dari kanji "Asa" (朝) yang artinya "pagi", dan "Mi" (美) yang artinya "indah". Jadi, Asami memiliki arti "keindahan pagi."
Akhirnyaa ...! Setelah sekian lama, akhirnya bisa update cerita ini. KAITO, I'M REALLY MISSING YOU! ☺
Di bagian awal rasanya rada-rada ambigu. Padahal niatnya cuma pengen bikin scene itu jadi nggak terlalu ngeri. Tapi malah jadi bingung sendiri 😶.
Kalo kalian agak bingung sama bahasanya Ichi yang (sok) puitis, inget aja ya. Si pelaku nyebut korbannya itu "burung." Jadi, paham sendirilah, "sayap" itu apa.
Nah, akhirnya kalian ketemu sama shinigami jadi-jadian yang baru. Entah kenapa, suka aja bikin tokoh kek gitu 🤣.
//tapi, kenapa Kazuhiko nggak ikutan berubah?//
Karena dia sadar kalo itu memang salah dia sendiri. Kan logikanya, kalo seandainya dia memang nggak salah, pasti ngelawan kan.
Oke, outronya udah kepanjangan. Sampe sini aja ya. Jangan lupa tinggalkan vote dan comment 😄.
See you next time 👋.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top