Thirty Third Cage

Kazuhiko mematut diri di depan cermin berukuran sedang di dinding kamar. Menyisiri rambut yang masih sedikit basah dengan jari. Berusaha menunjukkan ketampanannya secara maksimal, walaupun tidak akan ada yang melihat. Termasuk Keiko yang sedang marah dan tidak mungkin memaafkan dalam waktu dekat.

Sebenarnya sejak dulu Kazuhiko tidak pernah terlalu memedulikan penampilan. Yang dilakukannya hanya menekuni hobi, yaitu bermain basket. Dia sama sekali tidak pernah berniat menjadi idola para gadis dengan cara seperti itu. Ia berpikir, mungkin kebetulan saja wajah yang diwariskan dari leluhurnya merupakan selera mayoritas siswi SMA kala itu.

Daripada memikirkan soal hubungan asmara, ia sebenarnya lebih suka menghabiskan waktu bersama trionya. Tapi apa boleh buat. Gadis-gadis itu tidak bisa dihentikan dengan apa pun. Kedua sahabatnya juga menyarankan untuk menikmati masa-masa itu sebaik mungkin.

Kazuhiko melirik foto di atas meja. Di sana ada dia, Mitsuki, serta satu orang lagi yang sekarang sulit sekali dihubungi. Ia yang berada di tengah merangkul kedua temannya. Mereka bertiga tersenyum lebar pada kamera dengan latar sekolah yang tampak indah saat musim semi.

Hari kelulusan yang menimbulkan kesan yang begitu dalam. Foto itu menjadi sangat berharga bagi pertemanan mereka. Terlebih saat itu adalah masa-masa kelam dalam hidup Mitsuki. Namun, untungnya mereka dapat dengan segera mengembalikan hubungan mereka seperti sedia kala.

"Megane-kun, kau apa kabar? Kau tahu, Mitsuki yang sekarang masih sama saja seperti dulu, selalu lupa pada hari ulang tahunnya. Tapi yah, baguslah dia berhasil bangkit dari keterpurukannya. Jika tidak, mungkin ia tidak akan bisa bertunangan dengan Erika. Oh ya, kapan kita bisa bertemu? Mungkin nanti kita bisa menggodanya seperti waktu SMA dulu. Dia pasti akan tersipu seperti anak perempuan," bisik Kazuhiko sambil tertawa nakal seolah pemuda berkacamata tipis dalam foto itu bisa mendengar ucapannya.

Getaran panggilan memutus lamunan singkatnya tentang masa sekolah dulu. Dia bergegas menerimanya tatkala melihat si penelpon tak lain adalah nama sang senior, Asami. Seingatnya, wanita itu hampir tidak pernah menelepon kecuali ada hal yang benar-benar amat sangat mendesak sekali. Saking jarangnya, sampai-sampai untuk menjelaskan diperlukan pleonasme. "Halo, sen- ..."

"Kazuhiko, kau sudah tahu tentang perkembangan kasus itu?!" potong wanita berambut seleher itu dengan dahi yang masih mengerut. Lelaki itu turut mengernyit ketika seniornya berkata tanpa sapaan basa-basi. Dia bertanya tentang perkembangan kasus, tetapi nada bicaranya sudah mengisyaratkan jika ia mengetahui sesuatu.

"B-belum, Senpai. Ada apa?" tanya Kazuhiko sembari melihat pemandangan langit malam yang hampir larut lewat jendela kamarnya kemudian meneguk air yang tersisa setengah dalam gelas.

"Terjadi peningkatan jumlah kasus secara signifikan. Hari ini saja, ada lima korban yang ditemukan," Asami menjelaskan seraya memastikan apa yang ia ucapkan benar-benar akurat dengan melihat buku catatannya.

Kazuhiko menyemburkan air yang tertampung di dalam mulut. Sedikit terbatuk karena beberapa tetes air masuk ke dalam saluran pernapasan. "Apa?!" serunya sambil menggebrak meja. Untung saja orang tuanya sudah tertidur lelap dan tidak terganggu dengan aksi spontan tersebut.

"Aku juga baru saja mendapat informasinya. Menurut hasil pemeriksaan forensik, kelimanya tewas dalam waktu yang hampir berdekatan di empat lokasi berbeda selain Akai Michi. Kondisi korban juga sama persis seperti yang kita temukan selama ini, wajah hancur dengan salah satu organ tubuh hilang. Tapi yang aneh ada dua kasus yang terjadi dalam waktu yang persis sama," terang wanita itu tanpa jeda.

"Mana mungkin," sahut lelaki itu tegas. "Itu semua pasti kebetulan. Mungkin saja itu pembunuhan terencana yang tidak ada hubungannya dengan kasus ini," lanjutnya.

"Di lima TKP, ditemukan kanji 'shi' (kematian) yang setelah dianalisis, memiliki gaya tulisan yang sama persis seperti yang sering kita temukan sebelumnya. Ah ya, tetapi kanji yang ditemukan di Akai Michi hari ini dan satu tempat lain memiliki karakter tulisan yang berbeda dengan tiga lainnya. Menurutmu itu kebetulan?" papar Asami panjang lebar.

"Sialan," umpat Kazuhiko sambil memegang kepala yang terasa nyeri. Bahkan di malam yang tenang ini dia tidak bisa tidur nyenyak karena kasus. "Aku benar-benar tidak mengerti pikiran orang itu. Kenapa juga kita harus mengurusi psikopat tidak tahu diri seperti dia?" gerutunya.

"Memangnya ada psikopat yang tahu diri?" Asami sempat-sempatnya melontarkan candaan di tengah situasi pelik seperti sekarang. "Sudahlah, Tenangkan pikiranmu. Kita tidak akan bisa berpikir jernih dengan pikiran kacau begitu. Dan kurasa ... ada baiknya beritahu adik dari pacarmu itu," sarannya.

------x---x------

Honoka tidak bisa berhenti untuk senyum-senyum sendiri seperti orang yang kasmaran selama melintasi koridor. Beberapa siswa lain di loker sepatu bahkan menatap bingung ke arahnya, "Aneh." Mereka berpikir gadis berambut bob itu baru saja menemukan surat cinta, padahal loker yang bertuliskan nama Shiratori Honoka itu hanya ditempati sepasang sepatu tak berdosa.

Namun, ekspresi ceria itu bukan tanpa sebab. Dua hari yang lalu, saat ia tak bisa meminjam novel dari Keiko, Honoka memutuskan untuk bernyanyi sendiri di kamar kemudian mengunggahnya ke media sosial. Tak disangka, respons warganet melebihi sebelumnya. Seakan-akan dirinya sudah menjadi artis papan atas yang terkenal karena suaranya yang kebetulan mirip sebuah software.

Perhatiannya tiba-tiba teralihkan dengan oleh beberapa orang gadis yang tampak asyik mengobrol di depan kelas. Wajah mereka tampak serius, seolah pembicaraan tersebut merupakan topik yang tidak bisa dibawa main-main. Tidak seperti gosip tentang ketua OSIS yang dikabarkan menjalin hubungan dengan siswi dari luar sekolah.

Biasanya dia memang selalu tertarik dengan topik yang sedang hangat dibicarakan layaknya siswi lain. Namun, akhir-akhir ini dia mulai meninggalkan kebiasaan lama tersebut dan berusaha membantu investigasi demi merebut ketertarikan Kaito. Walaupun pada akhirnya Honoka merasa diri terlalu menyusahkan lelaki itu, alih-alih membantu.

Setelah berdiri selama dua menit di depan tiga orang siswi itu, tanpa bisa menyimpulkan topik pembicaraan, dia memutuskan untuk bertanya. "Kalian sedang membicarakan apa?" Ketiganya spontan menoleh dengan ekspresi terkejut, setengah detik kemudian menghela napas lega karena yang mendengar mereka bukanlah guru atau seseorang yang akan membawa mereka kepada masalah besar.

"Honoka-chan, syukurlah. Aku pikir kau ini guru konseling," ujar salah satu dari mereka. yang lain merespons dengan anggukan.

"Maaf mengejutkan kalian. Tapi ... bisa beritahu aku, apa yang membuat kalian tampak seperti pembawa berita membosankan di televisi?" pinta gadis berambut bob itu dengan wajah penuh rasa ingin tahu.

Ketiganya saling berpandangan, menyuruh salah satu dari mereka untuk menjelaskan. Sampai akhirnya siswi yang berdiri paling dekat dengan Honoka mengembuskan napas panjang, mengalah. "Jadi begini. Menurutku ini terlalu mengerikan untuk diceritakan. Ketua klub sastra, Haruki-senpai menghilang dari rumah," bisik perempuan itu.

Honoka tertegun. Pasalnya, sang kakak kelas dikenal sebagai siswi teladan. Tidak mungkin ia memiliki sesuatu yang membuatnya harus kabur. Akan tetapi, memang tidak menutup kemungkinan terjadi konflik internal yang membuatnya memilih meninggalkan kenyamanan rumah. "Bagaimana bisa? Apa sebelumnya dia punya masalah keluarga?" tanya gadis itu dengan berbisik.

"Kami dengar, Haruki-senpai tidak ada masalah apa-apa. Dia anak yang baik, selalu menuruti kata orang tuanya," jawab perempuan yang memberitahu Honoka sebelumnya.

Salah satu siswi yang mengenakan jepit rambut oranye di kumpulan itu menyahut. "Yang membuatku merinding, rumah Haruki-senpai dekat sekali dengan Akai Michi, jalan yang dirumorkan itu. Jangan-jangan dia ...."

"Jangan konyol, Mayu-chan. Itu hanya urban legend kuno. Lagipula, para polisi tidak pernah menemukan mayatnya di tempat itu," sanggah satu yang lain.

Gadis yang dipanggil Mayu itu mendelik tidak terima. "Aku tidak mengatakan sesuatu yang konyol, Naomi-chan. Nyatanya setiap hari Polisi selalu menemukan mayat di sana. Ada juga rumor yang mengatakan jika kau mendengar nyanyian 'Kagome Kagome' maka kau akan menghilang secara misterius."

"Akai ... Michi?" lirihnya. Honoka tertegun. "Aku harus memberitahu Kaito." Tanpa pikir pajang gadis itu berlari menuju kelas 2-2 yang berada tak jauh dari tempatnya berdiri. Meninggalkan tiga siswi yang berdebat tadi tanpa sepatah kata pun.

Ia langsung membuka pintu kelas yang masih belum terlalu ramai. Hanya ada Kaito, Ichiro, dan juga Seira yang entah mengapa hari ini berangkat lebih awal darinya.

"Baguslah, kau akhirnya datang juga."

*

27 September 2020, 13:33 WITA

Kaito, Honoka, Ichiro, Seira, Kazuhiko, Keiko, Mitsuki, Erika, Seijiro, Mai, Kagome (?), Katsuo, Emi, Inspector Kiyomizu, Asami, Mayu, Naomi, and other characters that I can't mention one by one. There is 1 impostor among us 🤭.

Ichi sebenernya gak tau apa-apa soal game itu. Cuma karena tiap kali buka ig isinya kebanyakan tentang Among Us, lama-lama jadi bosen (dan ketularan) 😆 //plak.

Jadi gimana chapter kali ini? Cukup gereget kah untuk sebuah opening setelah chapter filler nan panjang? 😅

Jangan lupa tinggalkan jejak berupa vote dan comment ya 😁.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top