Thirty Fourth Cage
Kaito melirik layar ponsel yang bergetar di saku celana. Keningnya terlipat begitu melihat bahwa ada surel dari kekasih kakaknya itu. Dengan segera, ia mengecek pemberitahuan tersebut. Tak butuh waktu lama untuk membuat dia kesal. Di saat-saat seperti ini, dirinya masih dibuat bosan melihat garis yang terus menerus berputar membentuk lingkaran. Mendung menjadi peyebab sinyal menjadi terganggu.
"Kau ini kenapa? Kelihatannya seperti orang yang belum sarapan pagi saja," Ichiro yang baru saja datang berkomentar seraya meletakkan tas. Sebenarnya sejak pagi dia juga terus bermalas-malasan. Hal itu sepertinya wajar di hari Senin yang mendung. Akan tetapi setelah melihat seseorang yang mukanya jauh lebih kusut di kelas, lelaki itu menjadi sedikit bersemangat.
"Diamlah. Kalau kau tidak bisa membuat sinyalnya mejadi jauh lebih bagus, sebaiknya kau tinggalkan saja aku," balas Kaito dengan mata yang sama sekali tidak berpindah dari layar ponsel yang masih memperlihatkan lingkaran yang tidak mau hilang, tetapi terus berputar.
Ichiro merebut benda itu dari tangan temannya. Diam saja meski pemiliknya protes. Dengan segera ia membuka jendela kelas lebar-lebar kemudian naik ke atas tempat duduk Honoka. Dengan wajah tanpa ekspresi, ia mengangkat benda itu tinggi-tinggi keluar jendela. "Dengan begini, mungkin sinyalnya akan lebih baik."
"Hei, kembalikan! Nanti kalau kau tersambar petir bagaimana?" protes sang pemilik setengah berteriak. Mendengus sebal karena tidak ada repons berarti dari laki-laki yang mulai menarik perhatian siswa lain yang ada di halaman sekolah. "Ya sudahlah. Aku tidak peduli. Asalkan para pembaca sudah tahu resikonya dan tidak akan meniru, terse- ...."
"Dapat!" Ichiro sedikit pun tidak mengindahkan ucapan teman, sekelasnya melompat turun dari tempat duduk gadis berambut bob itu. Dengan bangga dia menunjukkan layar putih yang menampakkan isi pesan yang sempat membuat Kaito jengkel dan ingin melempar benda pipih itu jauh-jauh.
From: Kazuhiko
Kaito, bagaimana investigasi kalian? Apakah ada kemajuan? Asami-senpai menyarankan untuk memberitahumu tentang informasi terkini tentang perkembangan kasus itu (atau mungkin lebih pantas disebut penurunan).
Mungkin ini sedikit tidak masuk akal. Tapi ini memang fakta yang diperoleh di lapangan dan sudah kami konfirmasi. Kemarin, terjadi peningkatan jumlah kasus yang sangat berbeda jauh dari biasanya. Lima korban ditemukan sekaligus dengan kondisi serupa di tempat yang berbeda-beda serta estimasi waktu kematian yang berdekatan, bahkan ada yang hampir bersamaan. Dan salah satu lokasinya adalah Akai Michi.
Tim penyidik menemukan kanji 'shi' di lima TKP. Tiga di antaranya setelah dianalisis memiliki gaya penulisan yang persis sama seperti yang pernah kami temukan jauh sebelumnya. Sedangkan dua sisanya, termasuk yang ditemukan di Akai Michi tampak berbeda dari yang lain.
Kau pasti berpikir ini aneh. Aku pun begitu. Tapi semoga ini bisa membantu. Kami juga sedang berusaha keras mencari bukti yang lain.
Keduanya menghela napas dalam-dalam. "Hee ... apa-apaan ini? Kenapa kasusnya semakin aneh saja," ujar Ichiro yang masih memegang ponsel Kaito. "Kupikir ini akan mudah karena kau ada bersama kami," gerutunya sambil mengembalikan benda berharga itu kepada si pemilik asli.
"Bisa beritahu aku apa yang terjadi? Mungkin aku bisa membantu." Keduanya terkejut dengan kehadiran perempuan berwajah paling datar di kelas 2-2. Kaito memandangi gadis itu lamat-lamat dengan tampang sama persis. Sementara Ichiro bergantian menatap keduanya, berharap laki-laki itu sadar dengan apa yang dia pikirkan.
"Oh, baguslah kalau ada yang mau membantu," kata pemuda itu seraya menyerahkan ponsel canggihnya, berbanding terbalik dengan ekspektasi Ichiro. "Kau selalu menjadi sainganku dalam ujian. Jadi, aku yakin kau pasti bisa menemukan titik terang di balik semua ini, kan?" Kaito meyakinkan. Tidak peduli dengan suara tepukan dahi dari belakang.
"Baiklah, kalau kau mengizinkan." Seira menerima benda itu dan mulai membaca. Dia benar-benar fokus sehingga tidak terlalu memerhatikan dua laki-laki yang membicarakan dirinya di depan.
"Baka-ito, kenapa kau memberikan sumber informasi kepada tersangka? Bagaimana jika dia mengubah rencana seperti yang kau bicarakan beberapa hari yang lalu?" bisik Ichiro dengan wajah kesal.
"Hah, apa maksudmu?" Kaito pura-pura tidak mengerti. Sukses membuat Ichiro menepuk kening frustasi. "Aku sudah tidak mencurigai dia. Jadi, dia bukan tersangka lagi bagiku," terangnya singkat. Temannya hanya mengembuskan napas berat sambil memukul jidat, entah untuk yang keberapa kali.
"Kaito, aku yakin kau tidak sebodoh julukanmu. Kau hanya perlu membuka mata lebar-lebar. Musuh bisa saja ada di sekeliling kita," bisiknya lagi sambil menarik lemah kerah baju lawan bicara. Kaito pun mengangkat kelopak mata atasnya tinggi-tinggi. Tindakan itu lagi-lagi membuat dahi Ichiro menjadi sasaran emosi.
"Sudah kulakukan. Tapi tetap saja hanya ada kita bertiga di tempat ini," ujarnya ringan seperti orang yang tidak tahu tentang makna konotatif. Ichiro yang sudah bosan menatap datar, melepaskan cengkeraman pada kerah baju seragam Kaito yang menjadi sedikit kusut karena dia.
"Terserah kau sa–" Ucapan Ichiro seketika terhenti saat mendengar suara pintu yang tiba-tiba terbuka, juga napas yang terengah dari arah sana. "Oh! Baguslah, kau akhirnya datang juga."
Honoka yang sebenarnya bingung tidak membuang lebih banyak waktu. Dengan segera, ia berjalan mendekati mereka bertiga dengan raut wajah serius. "Apa kalian sudah tahu?" tanya gadis itu tanpa basa-basi sehingga kening kedua pemuda di hadapannya terlipat dengan raut wajah yang semakin kusut seperti kerah baju Kaito.
"Haruki-senpai ... dia menghilang dari rumah dua hari yang lalu. Padahal sebelumnya, dia tidak punya masalah apa-apa," lanjutnya dengan napas yang masih terengah. Seira yang merupakan anggota klub yang dipimpin oleh Haruki baru saja selesai membaca pesan dari Kazuhiko, langsung mengangkat wajah tanpa ekspresi miliknya.
"Oh, begitu ya?" Mereka tersentak, spontan memfokuskan mata kepada seseorang yang baru saja bicara. Kaito melipat kedua lengan, hanya menunggu penjelasan tanpa sepatah kata pun.
Ichiro mengernyit. Kecurigaan semakin terlihat dari sorot mata lelaki itu. "Apa yang kau maksud 'oh begitu ya'?" Seira menatap balik seraya memiringkan kepala penuh tanda tanya. "Maksudku ..., kau membicarakan pesannya atau Haruki-senpai?"
Seira terdiam selama beberapa saat. "Keduanya," ia menyahut singkat. Honoka yang tidak tahu apa-apa soal pesan terkejut. Ia ingin sekali bertanya. Akan tetapi, atmosfer yang semakin terasa dingin — selain karena cuaca yang tidak besahabat — membuat gadis itu bungkam.
Ichiro mengepalkan kedua belah tangan. Berusaha tetap tenang meski keinginan untuk langsung menyerang kepercayaan diri perempuan itu dengan cara memojokkan semakin menggebu-gebu. Dia mengatakan itu tanpa emosi. Kaito, kenapa kau tidak sadar? pikirnya.
"Kenapa?" tanya Ichiro lagi belum puas tanpa intonasi berarti. Namun, es yang seolah menutupi wajah Seira tidak juga melebur.
"Apanya yang 'kenapa'?" gadis berambut sepunggung itu mengembalikan ponsel milik Kaito. Ichiro terbungkam beberapa saat. Jika sedang terbawa emosi, ia bisa saja lupa akan hal-hal penting. Termasuk apa yang mendasari pertanyaannya beberapa saat lalu.
"Mungkin maksud Ichiro, kenapa kau berkata begitu untuk pesannya? Apa kau menemukan titik terang, atau sesuatu yang lain?" sambung Kaito setelah membisu cukup lama seperti orang yang sedang pingsan.
"Ah, soal itu. Sejujurnya aku tidak menemukan apa pun. Kecuali, kemungkinan pelakunya lebih dari satu orang. Sesederhana itu," jelas Seira seraya mengambil posisi duduk dengan salah satu kaki di atas kaki yang lain. "Untuk masalah Haruki, aku hanya tidak tertarik. Lagipula, tidak ada yang bisa kulakukan jika dia kabur dari rumah," katanya tanpa emosi.
"Sudah kuduga," angguk Kaito pelan. Dia memejamkan mata, kembali berkutat dengan dugaan-dugaan baru yang bermunculan. Honoka yang masih belum juga mendapat kejelasan memasang wajah antusias. Masih setia menunggu laki-laki bermanik cokelat kemerahan itu menjawab. "Aku ...."
Ichiro memandangi keduanya bergantian. "Kaito, jangan bilang kau ...," ia berbisik pada diri sendiri. Ekspresi dingin di antara kedua orang itu membuatnya ikut menumbuhkan berbagai spekulasi. "... sudah tahu siapa pelakunya."
"... berhenti dari investigasi ini," lanjut Kaito mantap. Baik Ichiro maupun Honoka serempak memekik kaget. Berharap jika lelaki itu sedang bercanda. Sayang, itu hanya akan menjadi angan-angan kosong melihat keseriusannya saat ini.
Seira tersenyum sinis. "Tak kusangka kau juga kenal pada kata menyerah, Ishida-san. Kupikir ini akan semudah membelah balok kayu dengan tangan kosong bagimu," ujarnya ringan. Kaito tidak menjawab, ia justru berjalan menjauhi ketiganya.
"Tak ada gunanya mengejar si pelaku. Polisi pasti akan segera menemukan orang itu. Percayalah, ini tidak ada hubungannya dengan urban legend," ucapnya sembari mengedikkan bahu tak acuh kemudian berlalu begitu saja.
"Kau ini ...." Honoka yang selama kurang lebih sepuluh menit hanya sebagai pemain figuran memandangi punggung Kaito yang semakin menjauh, menunduk dalam-dalam. Giginya bergemertak. "... benar-benar mengecewakan. Baka-ito!" geramnya seraya mengepalkan kedua tangan.
*
1 Oktober 2020, 05:45 WITA.
Hmm ... aku merasakan hawa keberadaan seseorang di sini. 😌 Apa kalian juga?
Hayoloh, masih belum tau juga pelakunya?
Oke, jangan lupa vote dan comment 😁.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top