Sixteenth Cage
Matahari telah terbenam, disusul awan kemerahan yang warnanya mulai memudar. Bintang yang semula kalah oleh sinar mentari mulai menampakkan diri. Bersama bulan purnama bagaikan cermin bundar yang memantulkan sinar sang surya. Tetap bercahaya meskipun awan-awan tipis mencoba untuk menghalangi.
Di sebuah ruangan dengan jendela besar yang tepat menghadap meja yang dupenuhi dokumen penting, seorang pria tampak sedang melihat keadaan kota lewat kaca jendela itu. Berbagai macam pekerjaan sebagai seorang Kepala Polisi telah membuat wajahnya tampak lebih tua lebih cepat dari orang normal dengan rambut yang mulai memutih.
Pria itu meletakkan kedua lengan di belakang tubuh seraya menggenggam pergelangan tangan kiri. Kasus demi kasus yang yang belum terselesaikan telah membuatnya menjadi penat baik secara fisik maupun mental. Namun, semua itu masih belum ada apa-apanya dibandingkan kasus empat belas tahun lalu yang membangkitkan perasaan bersalah kemudian pada akhirnya membuat pria itu sempat menjadi depresi.
Terdengar tiga ketukan pelan dari pintu yang terbuka sedikit. "Satoshi-sama [25], makan malam Anda sudah saya siapkan." Pria itu menoleh sedikit kemudian tersenyum pada wanita berusia sekitar tiga puluhan tahun yang sudah lama menjadi pelayan di rumah itu.
"Biarkan saja Misaki dan Kanna untuk makan terlebih dahulu. Beritahu mereka. Aku akan menyusul nanti," ucapnya. Wanita itu hanya mengangguk patuh lalu meninggalkan ruangan kerja tuannya menuju ke arah dapur.
Pria bernama Satoshi itu kembali berbalik ke arah jendela. Keadaan ruangan yang hanya diterangi cahaya remang-remang lampu jalan serta dari balik pintu membuat bulan menggantikan posisi lampu di ruang kerja itu sebagai sumber cahaya. Dia memang sengaja mematikan lampu untuk menikmati suasana ini sejenak.
Sosok wajah polos Kagome -- korban dari kasus pembunuhan empat belas tahun lalu yang gagal diselesaikan oleh pria itu -- tiba-tiba muncul. Membuat perasaan berdosa itu kembali muncul, menguasai setiap ruang di lubuk hati. Dia benar-benar khawatir jika arwah anak itu tidak bisa tenang. Tapi, apa daya. Meskipun si pelaku sudah mendapat hukuman setimpal atas perbuatannya, gadis kecil itu takkan bisa kembali hidup.
Satoshi memilih untuk kembali ke meja kerjanya. Menyelesaikan pekerjaan yang sudah menunggu lama. Walaupun begitu, perasaan aneh yang menghinggapi hatinya seolah tak berniat pergi. Dia telah gagal, meskipun sebenarnya kasus itu seharusnya tak terlalu rumit. Membuat dia merasa tak pantas menduduki jabatan sebagai Kepala Polisi. "Maafkan aku, Kagome."
------x---x------
Sementara itu, di kediaman keluarga Ishida.
Mitsuki sibuk di depan layar laptop mengerjakan laporan yang tidak selesai-selesai. Ditemani secangkir teh dengan uap mengepul, dia mencoba untuk fokus pada deretan angka serta grafik yang salah sedikit saja bisa membuatnya diomeli atasan. Karena itu, ia tetap berusaha keras meskipun sebenarnya volume televisi yang terus dinaikkan oleh Keiko benar-benar mengganggu.
Ia berdecak kesal. "Keiko, apa telingamu bermasalah? Cepat turunkan volumenya sebelum aku memotong kabel televisi itu," titah Mitsuki yang mulai kesal. Keiko yang mendengar itu mencebik, dengan begitu terpaksa menurunkan volume. Hancur sudah perasaan berbunga-bunga ketika melihat aktor idolanya berakting melamar sang pemeran utama.
"Bagus," gumam Mitsuki lalu melanjutkan pekerjaan. Ruang tengah yang awalnya dipenuhi suara dari televisi, sekarang terdengar lebih tenang. Hanya ada suara ketikan jari Mitsuki yang menari di atas keyboard.
Gadis berkacamata itu mendengus kesal seraya memeluk lutut. Ia melampiaskan kekesalan pada remote yang tidak bersalah. Tidak terima dengan keegoisan kakaknya yang membuat suasana sempurna untuk menonton film dramanya menjadi runyam. Ia berpikir, itu salah Mitsuki sendiri yang memilih untuk mengerjakan laporan di ruang tengah. Sementara masih banyak ruangan yang lebih nyaman di rumah itu.
Keiko membuang napas panjang. Film drama seharusnya bisa menjadi 'pelarian' untuk gadis itu. Dengan adegan-adegan manis, ia bisa melupakan kemarahan pada Kazuhiko yang menganggapnya seperti anak kecil. Namun, kali ini tidak. Itu semua karena sang kakak malah menambah rasa kesal itu.
Dia tahu, sudah seharusnya ia bersukur. Tidak semua orang seberuntung dirinya karena bisa diterima sekaligus menjalin hubungan dalam waktu yang cukup lama dengan kakak kelasnya ketika masih SMA. Terlebih lagi, popularitas Kazuhiko di mata para siswi dulu sempat membuat nyali untuk menyatakan perasaannya menciut. Namun, sekarang mengapa dia malah ingin memukul lelaki itu walau hanya sekali?
Tiga ketukan di pintu depan membuat keduanya yang tenggelam dalam pemikiran masing-masing segera kembali ke alam sadar. Kedua kakak beradik itu serempak menoleh. Kemudian saling menyuruh untuk membuka pintu dengan isyarat mata. Meskipun pada akhirnya selalu Keiko yang mengalah.
"Keiko-chan, selamat malam," sapa seseorang di depan pintu. Kedua mata Keiko melebar. Gadis dengan selisih umur yang tidak terlalu jauh dengan Mitsuki itu tampak membawa sebuah kantong yang entah apa isinya dengan sebuah senyuman mengembang.
"Sayaka nee-chan, lama tidak bertemu. Ayo masuk," ajak gadis berkacamata itu. Perempuan bernama Sayaka yang tak lain adalah sepupu mereka itu mengangguk setuju. Ia melepas sepatu lalu berjalan di belakang Keiko.
"Mitsuki nii-chan, sudah lama kita tidak bertemu," ungkap Sayaka. Sebagai respons, Mitsuki tersenyum lebar sembari mematikan laptop. Ia benar-benar menyambut sepupunya dengan ramah. Keiko mencebik. Baginya ini tidak adil. Mengapa dirinya yang merupakan adik kandung selalu dihadapi dengan galak, sementara di depan sepupunya dia terlihat sangat ramah?
"Mama memintaku membawa ini untukmu. Kau sangat suka apel, kan?" tanya Sayaka membuka pertanyaan sembari meletakkan bawaannya di depan kakak sepupunya. Pembicaraan itu benar-benar hangat karena Mitsuki menanggapinya dengan ramah.
Keiko yang sedikit sebal pada kakaknya memilih untuk pergi. Melintasi kamar Kaito yang sudah seperti 'istana' bagi anak bungsu keluarga Ishida itu. Awalnya Keiko tidak peduli dan memilih untuk tetap pergi ke kamarnya. Namun, setelah berpikir lagi, mungkin tidak ada salahnya menyapa laki-laki itu sesekali.
Ketika pintu terbuka, ia menemukan adiknya tengah sibuk mencoba menghubungi seseorang yang nomornya tertulis pada secarik kertas. Keiko mengernyitkan dahi ketika memerhatikan Kaito yang tampak serius melakukan aksinya, berdecak frustasi ketika tidak ada yang mengangkat setelah dirinya menantikan akhir dari nada tunggu hingga satu setengah menit.
"Nee, Kaito-kun. Kau tidak turun? Di bawah ada Sayaka nee-chan," ucap Keiko yang hanya bergeming di ambang pintu.
"Ya, sebentar aku ke sana," sahut lelaki itu. Keiko yang semakin kesal karena merasa diabaikan oleh kedua saudara kandungnya sendiri segera pergi. Meninggalkan Kaito yang memperlihatkan wajah penuh kemenangan ketika nomor telepon yang ia coba hubungi berkali-kali akhirnya mengangkat.
"Halo," sapa seseorang di seberang telepon.
"Halo, Mori ... eh, maksudku Emi-san. Ini aku, Kaito," ucap pemuda itu. Kembali terdengar sahutan ramah dari seberang sana yang membuat Kaito hanya bisa menggaruk tengkuk yang tidak gatal.
"Emi-san, apa aku bisa bertemu denganmu besok? Ada yang ingin kubicarakan." tanya Kaito yang bosan digoda soal Honoka to the point.
"Entahlah, aku tidak tahu pasti. Jika penting, akan kuberitahu kapan aku sempat," kata wanita paruh baya itu. Kaito tersenyum senang. Setidaknya itu sudah menjadi jawaban jika kesempatan untuk mendapatkan informasi tentang kasus itu masih ada.
"Terima kasih, Emi-san. Oh ya. Kata Okaa-san, kau sulit sekali dihubungi akhir-akhir ini. Dan tadi, kenapa kau lama sekali mengangkat teleponku?" tanya pemuda itu lagi dengan penuh rasa ingin tahu.
"Aku sedang memasak. Jadi aku tidak dengar jika ada yang menelpon," jelas wanita itu.
"Lalu, kenapa ...."
"Sudah dulu ya, Kaito-kun. Aku sibuk." Pertanyaan Kaito seketika terpotong karena ucapan Emi yang kemudian segera menutup telepon. Laki-laki itu mengedikkan bahu. Setidaknya, masih ada kemungkinan untuk bisa menemui teman lama Fumiko.
Kaito melangkah menuju ruang tengah. Apa yang dikatakan Keiko memang benar. Sayaka masih ada di sana mengobrol dengan Mitsuki. Alih-alih pergi mendekat, kaki pemuda itu seolah tertahan beberapa langkah di belakang mereka. Entah apa yang membuatnya tiba-tiba ingin menyimak pembicaraan mereka dari jauh.
"Aku dengar, sebentar lagi Mitsuki nii-chan akan menikah. Apa itu benar?" tanya Sayaka. Yang ditanyai hanya mengiyakan sambil tertawa kecil, seolah lupa dengan laporannya yang belum selesai.
"Itu bagus. Aku akan segera menyusulmu, Mitsuki nii-chan. Dan aku yakin, itu pasti akan menjadi perayaan meriah jika kita berdelapan semua hadir dalam acara," ungkap Sayaka. Mitsuki kembali tertawa, sebelum akhirnya menemukan sesuatu yang janggal dari ucapan adik sepupunya.
"Tunggu sebentar. Kenapa delapan?" tanyanya.
"Delapan, itu kan jumlah kita, cucu dari Soichiro Ishida," jelas gadis itu.
"Bukannya yang benar ada sembilan? Kau pasti salah hitung," balas Mitsuki.
Sayaka tertawa mendengar penuturan laki-laki itu. "Sembilan itu angka yang tidak bagus [26]. Karena itu aku hanya menyebut delapan. Lagi pula, bukankah lebih baik kalau satu yang paling akhir dianggap tidak ada demi menyelamatkan yang delapan?" uangkapnya.
Kaito termenung cukup lama. Ia tahu maksud dari ucapan Sayaka. Tentu saja itu karena keluarga pamannya itu tidak mau mengakui satu orang anggota keluarga lagi yang memang berhak atas sepertiga harta warisan. Dia menghela napas panjang seraya mengepalkan tangan geram.
Gadis itu tidak memiliki salah apa-apa pada kalian. Tetapi kenapa kalian malah membuatnya yang sudah menyimpan terlalu banyak rasa sakit menjadi semakin menderita dengan cara membencinya? batin laki-laki itu.
*
[25] -sama: memiliki arti tuan/nyonya. Merupakan panggilan kehormatan yang diberikan untuk raja, atau seseorang yang posisinya jauh lebih tinggi.
[26] angka sembilan dipercaya merupakan angka pembawa sial, karena pengucapannya (kyuu/ku) yang mirip dengan "kurushi" yang artinya "penderitaan".
Kalo kalian tebak 'gadis' yang dimaskud sama Kaito itu Kira, selamat kalian bener.
Dan entah kenapa, tiba-tiba Ichi dapet ide buat bikin cerita horror yang temanya tentang anak kecil yang punya imaginary friend. [Woi, tamatin yang ini dulu!] 😂
Oke, udah ya, capek ngetiknya. Ichi tunggu vote dan comment dari kalian 😁.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top