Seventh Cage
Kaito memilih untuk menghabiskan waktunya di depan televisi. Dengan ibu jari yang sibuk menekan tombol remote, ia mengingat kembali percakapan dengan Emi sepulang sekolah. Bahkan, dia masih saja memarahi dirinya yang seceroboh itu melewatkan kesempatan untuk mendapatkan informasi dari seorang saksi.
Itulah yang sebenarnya menjadi alasan mengapa dia lebih memilih untuk membuang waktu selama hampir dua jam di depan benda elektronik yang tak pernah ia gunakan beberapa waktu terakhir. Dia berpikir barangkali keberuntungan masih berpihak padanya sehingga ada satu atau beberapa channel yang memberitakan penemuan mayat itu.
Namun sayang, harapan manisnya kali ini belum terkabul. Yang ia temukan hanya acara film, reality show, dan siaran berita lain yang tak memiliki hubungan dengan investigasi yang sedang dilakukannya. Kaito mendengkus sebal, melepas remote itu sembarangan. Ia sama sekali tidak peduli meskipun benda itu terjatuh dengan keras hingga terpisah dengan baterainya.
"Di sini rupanya kau!" Kaito tersentak dengan suara kakak perempuannya itu. Ia segera menoleh. Hanya dalam hitungan detik, ia menghela napas lega. Dia paham jika yang dimaksud Keiko bukan dirinya, melainkan remote TV yang terlempar.
Keiko mengambil posisi tepat di samping Kaito yang hanya memeluk bantal sofa dengan wajah masam. Gadis itu mengubah channel TV ke siaran drama yang sudah lama dia tunggu lalu membuka sekaleng kue kering. Ia fokus pada layar televisi hingga menyadari jika ada yang salah dari adiknya. "Kau ini kenapa, Kaito-kun?"
Kaito menoleh pada kakaknya yang dengan santai menghabiskan sisa kue kering yang dibeli Mitsuki. Beberapa detik kemudian kembali berpaling sembari memeluk bantal sofa. "Kau sudah buat PR?" tanya Keiko setelah menghabiskan sekeping pastry. Lelaki itu hanya mengiyakan dengan bergumam.
"Kaito, sebaiknya katakan apa yang membuatmu menjadi seperti itu?" Keiko kembali bertanya. Kali ini ia melepas toples kue di atas meja lalu menarik bantal dari genggaman adiknya. Kaito yang gagal mempertahankan posisi benda tersebut hanya berdecak. Dalam hati ia terus merutuki keadaan yang tak pernah berpihak padanya.
"Aku yakin Onee-chan tidak mau membahas ini," sahut Kaito seraya mengambil kue kering terakhir dari toples lalu menghabiskannya hanya dalam satu gigitan tanpa disadari oleh kakaknya. Tentu saja dia masih ingat jika Keiko memiliki fobia terhadap darah.
Keiko mengernyit, menaikkan posisi kacamata yang sedikit turun akibat aksi berebut bantal tadi. Masalah apa yang tidak akan pernah berminat dia bahas? Sebagai salah satu mahasiswi ekologi yang dikenal berwawasan luas, gadis itu tak pernah keberatan membahas isu-isu dunia, walaupun tidak termasuk dalam jurusannya. "Beritahu saja, Kaito. Tidak usah beralasan," desaknya.
Kaito kembali menghela napas panjang untuk ke sekian kali. Tentu ia tidak lupa jika kakaknya memang sedikit keras kepala jika sedang penasaran. Di sisi lain, dia tahu jika Keiko adalah seorang berpendidikan. Lelaki itu berpikir keras. Apa yang akan ia katakan agar kesempatan mendapat informasi ini tidak sia-sia.
"Apa Onee-chan tahu sesuatu tentang urban legend lagu 'Kagome Kagome'?" tanya Kaito. Walaupun sebenarnya itu bukan hal asing bagi pemuda itu, ia tetap menanyakannya. Dia berharap jika Keiko akan menambahkan beberapa hal yang belum diketahui, dan itu akan membantu penyelidikan mereka.
"Kupikir yang ingin kau tanyakan itu seputar perubahan iklim global dan kenaikan air laut." Keiko memasukkan tangan ke dalam toples, mencari keberadaan kue kering terakhir yang sudah dimangsa adiknya tanpa ia sadari. Gadis itu menghela napas panjang, memeluk bantal yang berhasil ia rebut dari Kaito.
"Aku tidak terlalu tertarik pada rumor. Tetapi karena kau bertanya, akan aku jelaskan sedikit. Ada beberapa versi yang beredar. Yang paling sering kudengar adalah tentang anak-anak panti asuhan yang dipaksa menjadi objek dari sebuah penelitian gila yang sangat tidak manusiawi. Yah, kau pasti sudah dengar yang itu.
"Ada juga versi lain yang mengatakan jika kisah lagu Kagome Kagome berhubungan dengan seorang wanita hamil yang didorong hingga jatuh dan keguguran oleh mertuanya. Jadi aku berpikir, dalam permainan Kagome Kagome, yang menjadi 'oni' sebenarnya harus menebak siapa yang mencoba membunuhnya," jelas Keiko yang rela mengabaikan film drama yang selalu dia nantikan setiap malam.
Kaito mengangguk-angguk. Dia merasa jika versi kedua yang dijelaskan Keiko cukup mirip dengan rumor Akai Michi. Dimana orang yang mendengar lagu tersebut benar-benar akan dibunuh jika mereka berbuat curang, yaitu dengan mencoba melihat langsung siapa yang ada di belakangnya.
"Bicara soal lagu Kagome Kagome, aku teringat temanku saat masih di sekolah dasar," gumam Keiko setelah cukup lama menunggu sesi jeda iklan berakhir. Kaito menoleh. Memang tidak aneh jika seseorang teringat akan teman masa kecil. Namun, yang membuat lelaki itu heran adalah nada bicara Keiko yang terdengar sendu.
"Ada apa dengan dia, Onee-chan?" tanya Kaito sembari mengumpulkan remah-remah kue kering yang tersisa dalam toples, lalu memasukkannya ke dalam mulut sebagai pengganti kue yang sudah habis.
"Aku masih ingat, namanya Kagome. Dulunya kami adalah sahabat baik. Dia sering berkunjung dan bermain bersamaku. Dia juga sering mengajakku ke perpustakaan pribadi milik pamannya. Aku juga masih ingat, dia pernah berkata jika dia ingin sekali menjadi seorang dokter.
"Suatu hari, ayahnya meninggal. Dia sangat sedih. Aku bermaksud ingin menghiburnya. Tetapi sejak hari itu, dia tidak pernah terlihat lagi. Sampai banyak yang berkata jika dia juga sudah meninggal," terang Keiko dengan mata yang tiba-tiba berkaca-kaca saat membayangkan sosok Kagome.
Kaito termenung melihat pemandangan itu. Tanpa pikir panjang, ia mengelus bahu sang kakak dengan wajah prihatin. Laki-laki itu tak tahu harus berkomentar apa. Dia sedikit merasa bersalah karena pertanyaanya justru membangkitkan kembali kenangan tidak menyenangkan.
"Sudahlah, Kaito-kun. Kenapa aku malah menjadi melankolis begini." Keiko tertawa kecil sembari melepas kacamata lalu mengusap mata yang sedikit berair. Membuat adiknya bingung akan perubahan emosi yang sangat cepat. Namun ia tidak peduli. Dia kembali fokus menatap layar televisi yang menampilkan wajah aktor drama favoritnya.
Kaito memilih untuk beranjak pergi. Daripada menganggu kakak perempuannya yang mulai terbawa dalam cerita drama, lebih baik dia mencari camilan lain di dapur. Lelaki itu malas melihat Keiko yang tertawa, sedih, marah, dan ... entahlah seolah terlibat dalam skenario film.
Pemuda itu berjalan gontai ke arah kamarnya yang terletak di lantai atas setelah menyadari jika semua camilan telah habis. Mungkin menonton beberapa episode anime - yang meskipun sudah diulang jutaan kali - bisa membuatnya melupakan kasus itu sejenak. Atau menyelesaikan satu misi dalam game bisa melakukannya lebih cepat.
Kaito meraih ponsel pintar miliknya lalu bersandar pada kursi meja belajar yang tepat menghadap ke jendela kaca yang sudah tertutup rapat. Suara angin yang bertiup kencang terdengar jelas saat dia mulai tenggelam dalam dunia game. Disusul suara petir yang sahut-menyahut.
Tanpa pikir panjang, laki-laki itu segera mematikan sambungan internet sebelum terjadi hal buruk pada perangkatnya. Kaito meletakkan benda pipih tersebut lalu menyingkap gorden yang menutupi jendela. Tampak titik-titik air mulai membasahi permukaan kaca. "Mengapa aku merasa tidak enak?" gumamnya.
------x---x------
Hampir seluruh area kota sedang diguyur hujan. Beberapa orang yang masih harus beraktivitas di luar segera membuka payung. Begitu juga dengan seorang mahasiswa yang terpaksa melalui sebuah jalan sempit yang relatif gelap. Pemuda itu berjalan cukup cepat tanpa sedikit pun rasa takut.
"Kagome kagome. Kago no naka no tori wa. Itsu itsu deyaru. Yoake no ban ni. Tsuru to kame ga subetta. Ushiro no shoumen daare."
Hampir sama seperti orang-orang yang tewas di Akai Michi, laki-laki itu segera menoleh untuk memastikan suara yang terdengar samar di antara rintik hujan. Orang misterius berjubah hitam yang mengikuti pemuda itu tersenyum jahat, kemudian menyiksanya seperti korban yang lain.
Orang berjubah hitam itu memastikan korbannya benar-benar mati kemudian tertawa jahat dengan volume yang lebih kecil daripada suara hujan yang kian deras. "Satu burung lagi, telah tertangkap."
*
[1] Oni: sebutan bagi pemain yang kalah dalam permainan Kagome Kagome.
Maaf, updatenya agak telat. Kebetulan wi-fi di rumah lagi gangguan 😅. Maklumi aja ya. Yang penting update, wkwk ... 🤣
Maap juga kalo menurut kalian versi urban legend yang Ichi jelasin itu salah. Kalo kalian tau yang bener, kasi tau ya 😉.
BTW, makasih buat rinarini0210 yang udah bantu promosiin cerita Ichi. ☺
Dan ... jangan lupa tinggalkan vote dan comment ya 😊.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top