Second Cage

"Kaito, daripada kau bosan mengulang anime yang sama setiap hari, lebih baik bergabung denganku ... menyelidiki 'Akai Michi'," Ichiro menyarankan.

Kaito memandang datar laki-laki yang memberi usulan yang menurutnya sangat konyol. "Jalan yang dirumorkan itu?" Ichiro mengangguk mantap. Dengan penuh antusiasme ia menunggu jawaban. Dia tidak tahu jika dalam hati Kaito bergumam, Lebih baik aku pergi ke Akihabara mencari merchandise anime.

"Bagaimana? Kau pasti sudah tahu jika kemampuanmu sebagai detektif terkenal di wilayah Kanto." Kaito mendengkus samar. Sudah pasti ia tidak percaya pada pernyataan hiperbol yang dilontarkan Ichiro. Ia bahkan berpikir jika tidak semua orang di SMA Shirotsuki mengetahui hal itu. "Hei, ayolah. Kau pikir kakek buyutmu tidak akan murka kalau tahu perjuangannya sia-sia?"

Menurutnya, menemukan seseorang yang membuat laboratorium kimia seperti baru saja terkena gempa bukanlah hal sulit. Menganalisis ciri-ciri orang yang terlihat di kamera CCTV sekolah bisa dilakukan semua orang. Yang menjadi masalah hanya ketelitian. Dan kebetulan sekali, Kaito-lah yang menemukan petunjuk terkecil yang tidak dilihat orang lain.

"Hei, Ichiro. Kenapa kau susah-susah merayu Kaito yang sebenarnya hanya meniru gaya detektif dalam film? Sedangkan aku yang sejak awal sudah penasaran dengan rumor itu kau abaikan!" protes Honoka yang seolah diabaikan selama setengah menit.

Ichiro mengalihkan pandangan pada gadis itu. Dalam sekejap, sebuah ide cemerlang terlintas dalam otaknya. Sebuah ide yang ia yakini tidak akan bisa ditolak Kaito. "Nee, sekaligus kau boleh mengajak kekasihmu ini."

Honoka tersentak menyadari jika dirinyalah yang dimaksud lelaki itu. Jantungnya tiba-tiba berdetak kencang. Ia tahu jika Kaito tidak akan membuang-buang waktu untuk menyelidiki rumor bersama dirinya. Namun disebut sebagai kekasih saja sudah cukup membuatnya senang. Ia benar-benar berharap, Kaito tidak lagi marah mendengar sebutan itu.

Sementara itu, Kaito menghela napas sembari melirik musuh bebuyutannya. Melihat gadis itu saja dia enggan, apalagi melakukan investigasi bersamanya. Akan tetapi, persahabatan orang tua mereka membuat laki-laki itu tak punya pilihan lain. Karena membiarkan Honoka dalam bahaya berarti bunuh diri, lebih baik dia menahan diri untuk tidak bosan selama penyelidikan.

"Apa yang kalian harapkan dariku? Aku bukan apa-apa. Menemukan pelaku sabotase hari itu bukanlah hal hebat," dalih Kaito. Ia sadar jika Ichiro berkata 'Mengajak kekasihmu.' Artinya, jika dia tidak ikut, Honoka juga tidak perlu ikut. Sudah pasti itu jauh lebih baik daripada repot-repot menjaga musuh bebuyutannya.

"Tidak usah beralasan, Baka-ito. Kau pikir kami lupa siapa yang menangkap pelaku pembunuhan di kolam renang sekolah waktu itu?" ujar Honoka sembari mengarahkan telunjuknya pada Kaito. Tidak peduli apa pun yang terjadi, dia ingin pemuda itu berkata 'ya.' sekalipun alasan sebenarnya adalah memastikan gadis itu baik-baik saja dengan tidak mendekati kandang singa.

Kaito kembali menghela napas panjang. "Aku benar-benar menyesal melakukan itu," batinnya.

------x---x------

Angin berembus sepoi-sepoi. Pemuda itu tersenyum tipis saat rambutnya bergerak-gerak oleh tiupan udara. Semua masalahnya seolah ikut terbang bersama bunga sakura yang gugur dari pohon. Ia menarik napas panjang. Usahanya mencari ketenangan sampai ke atap sekolah membuahkan hasil.

"Kaito! Tolong aku!" Laki-laki itu terperanjat. Jeritan dari belakangnya itu benar-benar membuat jantungnya bekerja tiga kali lebih cepat. Tak peduli dengan ketenangan yang hancur seperti kaca terkena hantaman, ia segera berbalik kemdian berlari menuju sumber suara.

Namun baru beberapa langkah, larinya seketika terhenti saat nyaris menabrak seorang gadis dengan serta hanya mengenakan pakaian renang sekolah. Tidak salah lagi, itu memang Honoka. Kaito memalingkan pandangan sembari melepas gakuran-nya. Ia tidak seperti laki-laki lain yang berminat melihat pemandangan kurang sopan itu. "Pakai ini."

Menyadari keadaan tubuhnya yang bisa memancing orang-orang untuk berbuat jahat, Honoka lekas menerima seragam kebanggan SMA Shirotsuki itu untuk menutupi beberapa bagian tubuh atasnya. "Kau ini kenapa? Untung kau tidak bertemu preman sekolah dengan pakaian seperti itu."

Mendengar itu, Honoka kembali teringat akan tujuannya mencari teman sekelasnya sampai ke atap sekolah. Napasnya kembali terengah seperti seseorang yang kekurangan oksigen. "K-Kaito! A-ada .... Di kolam ... ada ...." Kepanikan kembali menguasai dirinya hingga gadis itu tidak bisa berbicara dengan lancar.

Kaito mengernyit. Ada masalah apa dengan anak ini, batinnya. Namun karena tak kunjung mendapat jawaban, ia segera menarik lengan gadis berambut bob itu menuju tempat yang ia sebut samar-samar. 'Kolam renang sekolah.'

Honoka adalah salah satu anggota klub renang. Hari ini dia mengaku ada kegiatan klub, walaupun tidak pernah ditanyai. Namun, Kaito sama sekali tidak peduli. Karena sekarang ia tidak ada kegiatan dengan klub karate, dia memilih untuk pergi ke atap sekolah setelah pusing melihat soal-soal matematika.

Sekarang, gadis itu tampak panik hingga lupa jika ia hanya mengenakan pakaian renang sekolah. Kaito sangat yakin ada hal yang tidak biasa yang dialami Honoka. Walaupun biasanya ketua klub karate itu selalu terlibat perdebatan dengannya, entah mengapa kali ini ia merasa terdorong untuk membantu.

Sementara itu, mau tak mau Honoka hanya mengikuti lelaki itu dari belakang. Perhatiannya justru tertuju pada lengan yang digenggam erat olehnya. Tentu saja ia menyadari raut wajah khawatir dari Kaito saat melihatnya berlari ke atap sekolah dengan pakaian seperti itu. Hatinya tiba-tiba merasakan kehangatan. Apakah Kaito benar-benar peduli padaku? pikirnya.

"Hei, ini kolam renang sekolah!" Seruan itu lekas mengembalikan gadis itu dari fantasi liarnya. Honoka mengerjap-ngerjap. Tentu saja di sana hanya ada Kaito yang mengenakan kemeja putih. Wajahnya nampak seperti seseorang yang kebingungan. "Kita sudah sampai. Apa yang sebenarnya membuatmu seperti dikejar-kejar hantu?" tanya Kaito.

"Di sana!" jerit Honoka menyadari keberadaan sesuatu yang sebelumnya membuat ia pucat pasi. Honoka yang tiba-tiba lemas memilih untuk tetap bergeming. Kaito memutar bola mata bosan. Tanpa pikir panjang, laki-laki itu menuju ke arah pinggir kolam. Hingga ia menemukan sesuatu yang hampir membuat dirinya muntah.

Air kolam yang biasanya terlihat jernih dicermari cairan kental berwarna merah. Tak jauh dari tempatnya berdiri, tampak tubuh seorang gadis yang sudah tak bergerak mengambang dan bergerak perlahan sesuai irama riak air. Wajahnya berada di atas air dengan eskpresi yang tampak kosong.

Bibirnya yang sedikit terbuka tampak pucat seperti seseorang yang tidak kuasa menahan dinginnya air yang terus mencoba menenggelamkan. Seragam yang dikenakan robek di bagian perut yang merupakan sumber cairan yang menodai air kolam renang hingga sebuah luka tusukan yang cukup dalam terlihat jelas.

Tubuh laki-laki itu seakan membeku. Berbagai dugaan muncul seketika dalam pikirannya. Seakan-akan ia tidak bisa menyaring mana yang masuk akal dan mana yang tidak. "K-Kaito ...," lirih Honoka melihat teman sekelasnya yang hanya mematung.

"Tidak salah lagi, ini pasti pembunuhan," gumamnya dengan wajah yang tak menampakkan emosi.

*

[1] Kakek buyut Kaito merujuk kepada Ishida Mitsunari, tokoh pada zaman Sengoku yang cukup terkenal dalam sejarah Jepang.

[2] Gakuran adalah seragam (sejenis blazer) yang biasa dikenakan anak sekolah di Jepang yang biasanya digunakan di bagian luar. Singkatnya kalo kalian tau seragamnya SMA Ekoda, SMA Kamiyama, atau SMP Shingeki, nah itulah gakuran 😁.

Ini belum konflik utama ya. Tapi bentar lagi juga muncul. Ditunggu aja.

Jangan lupa vote dan comment ya 😊.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top