Extra Chapter: Kore wa Nan no Crossover

BOOM! Adakah yang kaget dengan update-an Inside the Cage yang sebenarnya udah tamat? Enggak, enggak kok. Ini bukan pengumuman kalo cerita ini bakal di-unpublish.

Dalam rangka mengikuti project ke-11 dari Blackpandora_Club Ichi menghadirkan karakter baru yang merupakan crossover dari cerita member lain, yaitu Aesyzen-x.

Karena ini bonus chapter, mungkin ada beberapa bagian yang agak ngawur. Dan kalo seandainya suatu hari cerita ini mau diterbitkan (aamiin ...), bagian ini enggak akan aku masukin saking kacaunya logika di sini. Maklum, ini udah mepet deadline sedangkan aku belum mulai nulis apa pun 😅.

Oke, semoga kalian bisa menikmati extra part ini, apa pun yang terjadi.

Happy reading, Mina-san.

***

Udara semakin dingin dan membekukan tulang. Gemintang tampak berkilauan menghiasi langit Tokyo yang beberapa minggu lagi harus berpamitan dengan musim gugur, kemudian menyambut dinginnya Desember dengan tangan terbuka. Ya, tak lama lagi merahnya tikar daun maple akan memudar.

Di kamarnya yang terletak di lantai dua, Kaito sibuk menghitung lembaran uang serta koin yang dia tumpuk berdasarkan nominal tertentu. Itu adalah uang saku yang dia kumpulkan sejak tahun pertamanya di SMA. Hasilnya cukup membuat senyum tipis terbit di wajah oriental itu. Tanpa pikir panjang, ia pun menyisihkan sebagian yang dia letakkan di tempat khusus lalu merebahkan tubuh di atas tempat tidur.

Lamunannya terputus ketika ponsel yang diletakkan begitu saja di atas meja belajar berdering pelan. Sembari menguap lebar, diraihnya benda persegi panjang yang mengeluarkan beberapa pop up notifikasi. Matanya semakin menyipit hingga pupil matanya tak lagi tampak ketika melihat nama orang yang mengirimkan beberapa pesan singkat.

"Besok akan ada sesuatu yang berbeda. Bersiaplah."

Kening laki-laki itu seketika terlipat menjadi beberapa bagian. Baru saja jemari Kaito hendak mengetikkan balasan, sebuah pesan kembali masuk ke aplikasi untuk mengirim pesan tersebut. Orang yang menggunakan foto seorang perempuan berambut pendek bergelombang itu tampaknya tak sedikit pun memberi ia kesempatan untuk meminta penjelasan.

"Tidak usah tanya dulu. Tidak akan seru kalau kau mendapat spoiler."

Kaito menghela napas dalam-dalam lalu kembali merebahkan tubuh dengan kedua lengan yang digunakan sebagai pengganti bantal. Matanya menerawang langit-langit. Dia hanya bisa berharap semoga rencananya untuk pergi bersama kedua temannya besok tidak hancur karena ulah si pengirim pesan barusan.

------x---x------

Honoka tampak begitu ceria walaupun cuaca hari itu cukup untuk memaksa orang-orang mengenakan sweter sebelum keluar rumah. "Jadi, semuanya sudah siap?!" dia berseru demikian sekalipun dia hanya bersama dua orang teman. Sehingga, respons yang didapat tidak lebih semangat dari dirinya.

Beberapa hari yang lalu, gadis itu mencoba untuk mendekati Kaito seperti minggu-minggu sebelumnya. Dia bertanya tentang apa rencananya pada hari Minggu. Kaito sama sekali tidak peduli dengan apa pun maksud tersembunyi dari pertanyaan itu tanpa pikir panjang menjawab akan pergi ke Akihabara.

Tak diduga, Honoka dengan semangat berkata jika dirinya akan ikut. Ichiro yang juga tidak sengaja menguping pembicaraan itu menyatakan antusiasmenya untuk ikut serta. Akhirnya, meski dengan berat hati Kaito merelakan rencananya untuk berburu merchandise sendirian untuk dibatalkan.

"Aku benar-benar tidak sabar. Aku ingin membeli beberapa light novel untuk persediaan bacaan selama libur musim dingin, pergi ke maid café, lalu berfoto dengan kostum cosplay. Aah, rasanya seperti aku akan terbang," ungkapnya. Untung saja orang lain di stasiun tersebut sibuk dengan kegiatan masing-masing. Sehingga tak ada yang berminat memerhatikan Honoka.

Ichiro mengangguk-angguk setuju. "Kau benar. Aku juga sudah tidak sabar. Kurasa tidak ada salahnya kita mengikuti Kaito. Oh, sebentar. Biar kulihat dulu kita sebaiknya ke mana dulu." Dia mengeluarkan sebuah memo dengan list yang memenuhi tiga lembar buku catatan.

Kaito mendelik ke arah mereka dengan wajah sebal sembari berkacak pinggang. "Memangnya kalian punya cukup uang untuk itu semua? Jangan sampai kalian memintaku untuk membayar. Uangku hanya pas untuk pulang pergi, dan membeli beberapa merchandise."

"Ah, jangan remehkan kami. Kau pikir kami ini tidak bisa memperhitungkan semua?" balas Ichiro tidak mau kalah. Kaito mengembuskan napas panjang. Sebisa mungkin ia berusaha untuk menahan diri agar kesenangan di hari yang sudah ia tunggu sejak lama ini tidak hancur.

Tak lama setelahnya, jadwal berangkat kereta pun tiba. "Sudahlah. Ayo kita pergi. Akihabara, tunggu kami!"

------x---x------

Matahari mulai tinggi. Seperti yang direncanakan, mereka mengunjungi tempat-tempat ikonik dari Akihabara. Berulang kali keluar masuk toko hanya untuk melihat-lihat. Tentu saja, untuk apa siswa SMA seperti mereka membeli banyak barang elektronik yang tidak dibutuhkan.

Selanjutnya, mereka pergi ke sebuah toko yang paling diincar Kaito seharian ini. Ichiro yang sama sekali tidak tertarik malah mengajak Honoka untuk mencari mesin penjual otomatis yang khusus menjual barang-barang misterius. Niat awalnya memang untuk mengalihkan menghilangkan bosan akibat terlau lama menunggu Kaito yang tenggelam dalam dunianya sendiri. Namun, tanpa sadar waktu kebersamaan yang begitu singkat itu berhasil menyembuhkan luka akibat cinta yang tertolak waktu itu.

Beberapa lama kemudian, Kaito mencari kedua temannya yang tiba-tiba menghilang dengan kedua tangan menjinjing bungkusan berisi merchandise dan action figure untuk menambah koleksi. Setelah bertemu, mereka berdua malah menyeret pemuda itu menuju salah satu toko penyewaan kostum cosplay.

Kaito hanya pasrah saat kedua tangannya ditarik paksa oleh kedua orang itu. Menyadari uang sakunya mulai menipis, dia pun hanya bisa merelakan diri menjadi fotografer saat Ichiro dan Honoka menghampiri dengan pakaian yang membuat dahinya terlipat.

"Jadi seperti ini rasanya punya rambut panjang? Seandainya aku tahu sejak dulu, aku tidak akan pernah memotong rambutku lagi," ungkap Honoka sembari memilin wig yang panjangnya menyentuh pinggang berwarna hijau muda kebiruan itu. "Nee, Kaito-kun. Bagaimana menurutmu?" Ia berputar-putar pelan.

Yang ditanya hanya mengangkat alis. "Lumayan," balasnya singkat dengan legan terlipat di depan dada. Gadis itu mendengus kesal. Bukan respons seadanya dan memiliki makna yang tidak jelas itu yang dia inginkan.

Akhirnya, setelah cukup lama berkeliling, mereka mengunjungi sebuah maid café berdasarkan rekomendasi dari salah satu situs di internet. Sesekali Honoka melirik Kaito sembari tersenyum tipis. Meskipun laki-laki tampak berusaha keras menyembunyikan rasa senangnya, ia tahu jika Kaito begitu menikmati liburan itu.

Sementara di salah satu sisi kota yang sibuk, seorang gadis bersurai hitam pekat hanya membisu sembari menatap sekeliling. Segala yang ada di sini benar-benar asing baginya. Jika saja dia tidak menemukan beberapa tulisan berbahasa Inggris, dia pasti sudah mengira tempat ini adalah bagian dari dunia lain.

Dia tidak mengerti apa yang terjadi. Mengapa dan bagaimana dia bisa tiba-tiba berada tempat asing, tidak ada yang bisa dia tanyai. Ia akhirrnya memilih untuk berjalan tanpa arah yang pasti mengikuti arus kerumunan. Semua orang tampaknya terlalu sibuk untuk sekadar menggubris seorang gadis kecil yang kebingungan mencari letak pusat informasi.

Honoka yang semakin tidak mengerti dengan 'obrolan lelaki' antara kedua temannya itu memilih untuk keluar dan menunggu di luar toko yang mereka kunjungi. Matanya tidak sengaja menangkap sosok perempuan yang entah mengapa terlihat menonjol tengah berdiri mematung sembari bersandar di dinding toko.

"Nee." Gadis berambut bob itu tersentak ketika orang yang dia coba sapa langsung menoleh, menunjukkan manik matanya yang serupa awan di barat ketika matahari terbenam. "Kau tidak apa-apa?" tanyanya ragu-ragu. Yang ditanya sama sekali tidak merespons, bahkan walaupun dengan anggukan.

Kedua mata Honoka mengamati penampilan gadis itu dari kepala hingga kaki. Meski rambut panjangnya terlihat berwarna hitam legam, wajahnya sama sekali tidak menunjukkan adanya garis keturunan Asia Timur. "Kau bukan orang Jepang, ya? Namamu siapa?" ia bertanya lagi. Tentu saja tidak akan ada respons.

Beberapa detik kemudian, ia menyadari kesalahan tersebut dan menepuk dahi sembari bergumam, "Honoka, kau bodoh." Dia menjadi benar-benar gugup. Mengingat pengucapan bahasa Inggrisnya masih disertai aksen lokal. "I'm Honoka. What's your name?" tanyanya disertai dengan gerakan tangan seperti sedang berbicara dengan seorang tunarungu.

Setelah beberapa saat mencoba memahami, gadis itu akhirnya menjawab. "Neve Natalie. Just call me Neve," senyumnya seraya mengulurkan tangan. Honoka mengerjap-ngerjap, sebelum akhirnya menyambut uluran tangan pucat itu dengan berbagai asumsi dalam kepalanya.

Honoka menggaruk tengkuk yang tidak gatal. Situasi ini amat sangat canggung. Ia merasa dirinya tidak akan bisa menciptakan obrolan nyaman dengan pengucapan bahasa Inggris yang sulit dimengerti. "A-ano ... Neve-san, please stay here. Just a moment." Tanpa berpikir panjang, ia pun segera berlari kembali memasuki toko. Bahkan tidak sadar jika dia baru saja menambahkan kata 'san' yang tidak dimengerti sebagian warga negara asing.

------x---x------

Untung saja Kaito sukarela membantu dengan 'perfect english'-nya. Gadis berambut gelap itu pun tampak lebih nyaman karena menemukan orang yang bisa menemaninya bicara selama perjalanan pulang dari Akihabara menggunakan kereta cepat. Sebaliknya, Honoka yang berada tepat di sebelah laki-laki itu seolah diasingkan karena tidak mengerti pembicaraan mereka.

"Aku ingin ke tiolet sebentar." Honoka segera berlalu sesaat setelah Kaito memberi tanggapan berupa anggukan pelan. Ichiro yang menyadari perubahan suasana hati temannya yang semula ceria diam-diam mengekor. Sayangnya, tindakannya ketahuan bahkan sebelum mencapai gadis itu sampai di toilet.

Honoka menoleh dengan tatapan dingin. "Kenapa kau mengikutiku?"

"Karena aku tahu kau sebenarnya tidak benar-benar ingin ke toilet," balas Ichiro apa adanya. Dia berjalan mendekat ketika gadis itu hanya membisu tanpa ada niat membalas dengan ucapan dingin lagi. "Aku sungguh-sungguh tidak mengerti dengan perasaanmu. Bukankah kau juga bisa berbahasa Inggris? Mereka juga tidak pernah membatasi ruang bagimu untuk ikut mengobrol."

Ichiro menarik napas panjang. "Kau mungkin tidak peduli dengan perasaanku. Ya, kau memang tidak perlu memikirkannya. Tetapi jangan lakukan itu pada dirimu sendiri. Menjebak diri dalam cemburu itu hanya akan membuatmu menderita." Cukup aku saja yang merasakannya, dia melanjutkan dalam hati.

Seketika itu berbagai kepingan memori tentang segala hal yang sudah mereka bertiga lalui selama seharian ini kembali berputar dalam otaknya. Rasanya sia-sia saja jika harus melenyapkan kesenangan hari dengan menaruh prasangka negatif tak berdasar. Honoka tersenyum kecil lalu bergumam, "Maafkan aku."

Cukup jauh dari dua orang itu, Kaito masih tampak asyik berbincang dengan gadis bernama Neve itu. "Asrama itu, kupikir akan menjadi tempat yang indah. Ternyata itu tak jauh lebih baik dari neraka sekalipun." Laki-laki itu mendengarkan setiap penuturan dengan saksama.

"Tempat ini pun tidak seindah yang terlihat. Yah, untung saja kau datang sekarang. Kalau tidak, mungkin kau harus memasang penutup telinga agar tidak perlu mendengar orang-orang membicarakan rumor tentang 'the Red Path', atau lebih dikenal 'Akai Michi'," balasnya.

Percakapan itu pun segera terputus saat Honoka yang mengaku pergi ke toilet kembali bersama Ichiro. Kaito mengernyit bingung. "Kenapa kalian berdua bisa kembali bersamaan?"

Honoka memilih untuk tidak menggubris tatapan curiga dari manik berwarna cokelat kemerahan itu. "Neve-san, kalau tidak keberatan, maukah kau ikut kami pergi ke Tokyo Tower?" Berkat sedikit bantuan dari Kaito, tawaran itu pun mendapatkan respons positif hingga Honoka kembali tampak ceria.

------x---x------

Awan yang semula menyelimuti langit perlahan mulai bergerak menjauh hingga matahari yang mulai tumbang ke arah barat menciptakan pemandangan indah dari tempat observasi khusus untuk para pengunjung. Neve yang baru menyadari jika dirinya berada di sebuah negara yang selama ini hanya terlihat dari peta pun tak bisa menahan kagum.

Hamparan kota tampak seperti sebuah diorama yang begitu realistis. Tak terkecuali gunung Fuji yang menjulang tinggi jauh di sana. Seperti halnya pengunjung lain, Honoka sibuk mengambil foto dari berbagai sudut. Walaupun sudah pernah datang ke sana, memotret pemandangan sama sekai bukan hal yang membosankan untuknya.

Setelah cukup puas, ketiga anak muda itu pun mengajak Neve menuju berbagai tempat ikonik di Tokyo, termasuk berburu kuliner. Gadis berambut bob itu tampak paling ceria di antara yang lain, seakan sudah lupa pada perasaan yang pernah menyiksa hatinya tanpa ampun.

"Kamu akan tersiksa saat pulang nanti. Jadi, tidak usah ragu. Nikmati saja waktu santai ini," saran Ichiro dengan pronounciation yang tidak jauh lebih baik dari Honoka. Sebuah keajaiban, Neve mulai bisa memahami ucapan mereka setelah menghabiskan waktu selama beberapa jam di sana.

"Itu benar. Ayo kita bersenang-senang," sahut Honoka sembari menggenggam erat jemari Neve.

Gadis itu pun terdiam beberapa saat, kemudian mengangguk mantap. "Iya, tentu saja."

Waktu sore pun berlalu dengan cepat. Hari semakin tampak gelap. Rasa lelah mulai menghinggapi keempat remaja itu. Akan tetapi, mereka rasa itu bukanlah sebuah bayaran yang mahal untuk satu hari yang menyenangkan bersama teman-teman.

Ketika mereka berempat memutuskan untuk beristirahat di sebuah bangku taman, smartphone Kaito tiba-tiba berdering. Pemuda itu pun tanpa pikir panjang melayani si penelepon, yang tak lain adalah si pengirim pesan pada malam sebelumnya.

"Bagaimana? Hari kalian menyenangkan?" Ichiro dan Honoka terperanjat dan beringsut mendekat ketika mendengar suara yang begitu familiar dari ponsel Kaito.

"Yah, begitulah. Jadi ini yang kau maksud 'sesuatu yang berbeda'?" balas Kaito yang menyalakan mode loudspeaker pada panggilan. Terdengar kekehan pelan dari penelepon yang menyebabkan dua teman sekelas Kaito semakin penasaran.

"Yah, begitulah. Karena kurasa kalau kuberitahu kalian, hari ini tidak akan menjadi lebih menyenangkan." Kekehan itu kembali terdengar. "Yah, aku tahu kalian mungkin belum mau berpisah. Tetapi, Mama Neve tidak bisa menunggu lebih lama," jelasnya.

"T-tapi, Hikaru-san ...," protes Honoka yang merebut ponsel Kaito.

"Aku juga tahu. Neve hanya akan tersiksa oleh kehendak 'Mamanya'. Tetapi di sini bukan dunianya. Kalian tolong antarkan dia ke stasiun terdekat, ya," pinta suara perempuan dalam panggilan itu. "Sudah ya. Paket internetku pasti sudah terkuras habis. sebaiknya Kita akhiri saja chapter berisi crossover ini."

Sepanjang perjalanan menuju stasiun shinkansen, Honoka memilih untuk tidak bicara sama sekali. Hatinya sungguh merasa berat untuk mengucapkan kalimat perpisahan. Tetapi benar apa yang dikatakan oleh orang yang menelepon Kaito tadi. Neve pasti akan lebih bahagia di tempat aslinya.

"Bye bye. Terima kasih atas hari yang menyenangkan. Aku benar-benar senang bisa mengenal kalian," ungkap Neve sembari melambaikan tangan saat jadwal keberangkatan kereta telah tiba.

Tanpa pikir panjang, Honoka berjalan mendekat dan memeluk gadis berambut panjang itu erat-erat. Ujung ibu jarinya mengusap setitik cairan hangat di sudut matanya. "Jaga dirimu baik-baik. Semoga kita bisa bertemu lagi, ya." Neve hanya mengangguk pelan kemudian melangkah masuk ke dalam kereta.

Gadis berambut bob itu melambai pelan sampai kapsul kereta dengan cepat bergerak meninggalkan mereka. "Ini ... benar-benar hari yang menyenangkan."

***

7 Maret 2021, 16:15 WITA.

Buat kalian yang anime lovers, pasti udah tau lah ya Akihabara itu di mana dan ada apa. Buat uang enggak tau, Akihabara (sering disingkat Akiba) adalah sebuah daerah di Jepang yang menjadi "surga" para otaku. Karena di sana banyak toko yang menjual merchandise, atau tempat-tempat ikonik bertema anime dan manga.

Aku sebenernya udah lama berencana bikin chapter mereka liburan ke Akihabara. Tapi baru bisa kesampean sekarang setelah ada project. 😅

Apakah aku kepengen ke sana?

Yaa sejujurnya enggak terlalu. Tapi kalo ada kesempatan, why not? Ya kan. 🤣

Iya, orang yang nelpon Kaito itu ceritanya aku sendiri. Wkwkwkwk .... 🤣 Sekarang kalian tau kan seberapa absurd bab ini.

Dan 'Mama' dari Neve yang kumaksud udah pasti Aesyzen-x. Maaf kalo alur chapter ini enggak sesuai ekspektasi. Aku cuma pengen bikin Neve bahagia 😂.

Oke, sekian dulu chapter crossover penuh ke-absurd-an ini. Jangan lupa tinggalkan jejak berupa vote dan comment 😁.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top