Path-15

Menunggu bel istirahat pertama berbunyi hanya akan membuang waktu, jadi aku pura-pura sakit dan izin ke ruang kesehatan. Aku memanfaatkannya untuk pergi menuju lokasi Roh Jahat karena lagi-lagi Paman Evre, Bibi Mikaf, Attia, dan Senya mengalami kendala dalam transaksi pembelian 'tubuh manusia sementara'.

Entah aku yang sudah berkembang pesat, Roh Jahat-nya lemah karena belum memangsa, atau karena aku lagi stress banyak pikiran, tak membutuhkan waktu lama untuk meringkus Roh Jahat itu.

Aku menoleh ke kiri-kanan. Sepi. Tubuhku menghilang, muncul di Upside Down.

"Lho, Eir? Kau di sini." Attia mengernyit melihatku datang ke kedai es krim. "Baru 20 menit lalu Bibi Senya menghubungimu, kenapa kau sudah menangkapnya saja?"

"Wah-wah!" Paman Evre merangkul bahu yang diam saja. "Keeper rookie kita sudah menjadi super-rookie, ah, tepatnya pro."

Aku tersenyum ambyar, melepaskan rangkulan Paman Evre. "Bisakah kalian melakukan sesuatu dengan transaksi yang bermasalah? Aku juga punya kesibukan, sekolah misalnya. Aku tidak bisa fokus mengejar Roh Jahat saja... Eh, bukannya aku mulai bosan. Aku lagi banyak pikiran."

Mereka saling tatap. Senya menghela napas, menyuruhku duduk. "Sebenarnya kau sedang melakukan apa, Eir?"

Kutatap Senya, Attia, Paman Evre, dan Bibi Mikaf yang tersenyum hangat padaku. Aku bukan tipe yang suka bercerita jika ada masalah karena tidak mau merepotkan orang, tapi kalau pendengarnya mereka, mungkin mereka mau membantuku.

Aku pun menjelaskan semuanya. Hantu di kelasku tiba-tiba lenyap padahal Pak Maxel tidak datang menjemputnya. Lalu Putra Mahkota Martin yang (menyamar) masuk ke sekolahku, entah punya tujuan apa.

"Ya ampun, kau pasti kebingungan, Eir." Paman Evre mengusap-usap punggungku.

"Apa yang dilakukan seorang pangeran di sekolahan? Harusnya dia duduk manis saja di istananya." Bibi Mikaf membuatkanku secangkir susu cokelat. "Apa ini modus terbaru untuk membatalkan perjodohan Pangeran Pertama dengan Putri Mia?"

"Eh? Bibi Mikaf tahu soal itu?"

"Tentu saja aku tahu. Begini-begini kami sering keluar masuk ke dunia nyata. Kami tidak ketinggalan berita-berita di Tora."

Senya menoyor kepalaku. "Lagian kenapa kau membuatnya tertidur dengan teknik istimewa Keeper? Kau tak bisa menghapus ingatan. Dia pasti tertarik padamu bisa membuat manusia pingsan hanya dengan menyentuh kepalanya. Dasar ceroboh."

Aku menangis lebay. "Maafkannn akuuu!!"

*

Usai menghabiskan susu cokelatku, perasaanku membaik karena menceritakan masalahku. Aku keluar dari markas, bersiap untuk kembali ke sekolah. Tidak sebelum Rosania dan Amilya menegurku.

"Lho? Kakak berdua tidak jadi ke alam baka asli?" tanyaku bingung. Aku ingat Pak Kematian telah mengantar mereka.

Aduh, maksudku Pak Maxel. Padahal tadi aku mulai terbiasa menyebut namanya.

"Ah, kami datang ke sini sukarela. Kami ingin memberitahu sesuatu padamu, Eir. Kurasa kamu butuh informasi ini."

Aku mendengarkan.

Rosania menyerahkan secarik kertas kecil. Isinya adalah sebuah alamat. "Pergilah ke sana. Ada belasan hantu yang ditawan iblis. Hantu-hantu yang telah ternodai oleh iblis akan berubah menjadi monster... Diriku yang kau lawan malam itu, Eir."

Mataku terbelalak. Iblis?! Jangan-jangan itu iblis 666 yang disinggung oleh Pak Kematian dan Paman Evre tempo lalu.

"Kenapa kalian tidak beritahu ke Tuan Malaikat saja? Berita sepenting ini..."

"Kami sudah mencarinya. Tapi sepertinya beliau sibuk secara beliau kan malaikat. Jadi kami titip informasi itu ke kau, Eir."

"Terima kasih, Kak Amilya, Kak Rosania."

"Terima kasih kembali, Eir. Kalau begitu kami kembali ke alam baka dulu, ya! Jaga dirimu baik-baik. Jangan terluka."

Aku melambaikan tangan. Jika benar iblis yang mengubah rupa Rosania menjadi monster bayangan dan itu adalah si 666, mau tak mau aku harus segera melapor ke Paman Evre atau Pak Kematian.

"Eir, untunglah kau masih di sini."

Aku menoleh. "Ah, Kak Attia! Aku baru saja mau balik. Ada apa? Ngos-ngosan begitu. Mungkinkah Roh Jahat lagi?!!"

"Tidak, aku memang mengejarmu."

"Ehh??" Aku menelan ludah. "K-kenapa?"

"Eir... Apa kau mau kuajarkan cara menghapus dan membaca ingatan?"

.

.

Kedua kalinya aku membolos, empat jam dua mata pelajaran sekaligus. Aku tidak memperkirakan akan tertahan di Upside Down selama itu. Kalau saja Attia tidak mengusulkan ide yang menggiurkan, aku takkan berdiri di kantor guru saat ini.

"Perut saya sakit, Miss." Aku pura-pura mengerang kesakitan. "Tadi pagi saya lupa sarapan, jadi asam lambung saya naik."

"Kali ini saya maafkan. Berikutnya jangan lupa sarapan lagi. Kembalilah ke kelasmu."

Aku keluar dari ruang guru, mengepalkan tangan senang. Yes! Aku tidak disetrap!

"Eir Peaceful."

Tubuhku menegang, gemetar menoleh. Putra Mahkota Martin (atau haruskah aku memanggilnya Pak Guru?) bersama Risica berdiri di belakangku dengan tatapan menuntut penjelasan, ke mana aku pergi. Kenapa aku harus 'sakit' di mata pelajaran beliau--pangeran mengajari ekonomi.

"Kudengar kau membolos karena sakit perut. Tapi dari yang kulihat, sepertinya kau sudah baik-baik saja, ya?" Beliau menajamkan mata dan menekan per kata.

Aku menggaruk pipi. "I-iya, P-pangeran... Maksudku, Pak Guru!" Sialan. Ini namanya penyalahgunaan wewenang 'pangeran'.

Risica di sebelahnya menepuk tangan, cengengesan. "Jangan panik begitu, Eir. Pangeran kita ini sebentar lagi akan menjadi calon suami orang. Biarkan dia bersenang-senang melakukan apa yang ingin dia lakukan~" katanya, menepuk pundak Pangeran Martin seolah mereka teman yang sudah lama tak bertemu.

Kakak ini berani banget sama pangeran.

"Ngomong-ngomong," tangan Risica pindah ke bahuku, "temanmu dari tadi mencari..."

Aku tidak lagi mendengar perkataan Risica karena kilatan memorinya bermunculan. Tampak Risica mendekati seorang Lady bergaun mewah yang duduk di rumah kaca menikmati teh. Wajahnya samar.

"Terima kasih sudah mau mengabulkan permintaanku yang egois ini, Selyse."

Memori itu menghilang. Aku mengusap wajah. Bagaimana bisa? Kan baru tiga jam lalu aku diajari oleh Attia, kenapa aku sudah bisa mempraktekkannya? Memang hanya 5 detik, tapi itu lebih dari cukup.

Siapa Lady anggun yang berbicara dengan Risica? Wajahnya tidak terlihat.

"Eir? Apa kau baik-baik saja?" tanya Pangeran Martin. Aku langsung berkelit kala beliau ingin menyentuh lenganku.

"S-saya harus pergi sekarang. Permisi!"

*

Lolos dari Pangeran Martin, kini aku harus berhadapan dengan Roas dan Hunju yang berkacak pinggang. Air muka kesal.

"Jadi, apa terdakwa ingin mengatakan satu dua hal sebelum menerima hukuman?" tanya Hunju, berlagak seperti hakim.

"No commento."

"Hei! Kau harus menjelaskan ke mana kau pergi tiba-tiba tadi!" Hunju mencubit pinggangku. "Apa ada hantu darurat yang meminta pertolonganmu? Dasar. Kan kami sudah bilang, kalau ada sesuatu, beritahu kami. Aku dan Roas akan menolongmu!"

Ini bukan masalah yang bisa kukatakan segampang itu. Mengingat betapa berbahayanya Roh Jahat, Roas dan Hunju bisa tertimpa bahaya kalau aku melibatkan mereka berdua. Aku harus merahasiakan profesiku sebagai Keeper dan tentang UD.

—Itu sih yang kukatakan, namun aku tidak bisa melihat masa depan. Meramal apa yang akan terjadi nanti sore.

Aku berencana akan mengunjungi alamat yang diberikan Amilya dan Rosania, jadi aku, Roas, dan Hunju tidak pulang bareng karena aku ingin langsung berangkat guna menghemat waktu perjalanan.

"Jauhi hantu mesum, Eir! Jangan ladeni kalau hantunya wanita gadun!" seru Hunju. Kami berpisah di depan gerbang sekolah.

"Iya, iya. Kalian hati-hati pulang." Lagi pula yang kukejar Roh Jahat, bukan hantu.

Hawa dingin es berembus tanpa permisi.

Aku mendongak. Pintu Langit terbuka. Ada Roh Jahat yang keluar lagi? Astaga. Baru tadi pagi aku menangkap satu.

"Bibi Senya! Kak Attia! Paman Evre! Bibi Mikaf! Level berapa yang lolos?"

Tidak ada jawaban. Tidak ada suara balasan telepati Senya ataupun yang lain.

Aku mau bertanya sekali lagi, namun tiba-tiba terdengar suara teriakan. Aku menoleh, melotot. Roh Jahat yang keluar itu... muncul di depan Roas dan Hunju. Wahai! Kenapa dia harus jatuh di sini sih? Kenapa tidak di taman atau ibukota saja.

"Apa-apaan kau ini?! Tiba-tiba menyerang orang. Lepaskan temanku, dasar kau pria mesum!" Roas mencoba memukulnya, tapi terlempar lewat satu pukulan saja.

Beruntung Pangeran Martin datang menahan tubuh Roas agar tidak membentur dinding--Roas bisa mengalami patah tulang kalau sampai itu terjadi sebab kekuatan Roh Jahat di luar nalar.

"Risica, panggil polisi. Aku akan--"

Aku melewati Pangeran Martin, Roas, dan Risica yang masih mencerna situasi. Aku tahu aku dilarang memakai kekuatan di dunia nyata atau di depan khayalak, tapi temanku adalah prioritas nomor satu.

"HEI!" Roh Jahat itu menatapku. "Lepaskan tanganmu dari temanku," kataku tajam.

"Oh? Aku tahu siapa kau. Keeper baru yang diperbudak surga. HAHAHA! Apa kau berpikir kau adalah manusia spesial?"

Bagaimana mungkin seorang penjahat melafalkan dialog klasik seperti itu... Apa mereka tidak punya variasi kata?

"Takkan kubiarkan kau menangkapku!"

Roh Jahat menyebalkan itu mendorong Hunju ke jalan raya. Kebetulan, dari arah depan sebuah truk melintas. Sang Sopir tersentak kaget melihat murid perempuan tergeletak di jalan, telat menginjak pedal rem, telat juga membanting setir.

"HUNJU! TIDAK!" Roas berteriak.

Tanpa pikir panjang aku berlari mendekati Hunju. Truk itu melaju tepat ke arahku. Aku sepertinya sudah lupa, ada Pangeran Martin, Roas, Risica, murid-murid yang bubar dari sekolah, dan pejalan kaki di sekeliling. Tapi ini situasi tak terelakkan.

Crashhh!!!

Roda belakang truk sampai melayang 10 sentimeter. Bumpernya rusak. Jangankan patah, meringis pun tidak. Tanganku baik-baik saja bahkan setelah menahan truk seberat 15 ton--pribadi aku merasa sedang meninju samsak pasir yang keras.

Ah, sial. Aku tidak mau tahu apa yang akan terjadi setelah aksi nekatku ini.






Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top