Path-05

"Humuh, jadi dia si Istimewa?"

Jangan berekspetasi karena realita itu pahit. Sekarang aku tahu apa arti pepatah itu. Kukira perawakan malaikat menawan seperti yang ada di khayalanku, punya sayap di punggung, punya wajah tampan membahana. Tahunya om-om.

Aku menelan ludah. "H-halo, Tuan Malaikat."

"Aish! Kau terlalu sopan, Eir. Si kunyuk ini tak pantas mendapatkannya," ujar Senya, menampol kepala beliau. "Panggil saja dia Kematian."

B-bukankah panggilannya terlalu mengerikan?!

"Sikapmu tak berubah, Senya. Inilah mengapa surga selalu menolak surat pensiunmu." Beliau tersenyum ramah padaku, mengabaikan Senya yang sumpah serapah. "Hai, Eir. Aku Maxel."

Aku menjabat uluran tangannya, berseru dalam hati. Wah, tak kusangka malaikat memiliki nama.

Maxel mengeluarkan sebuah kredit dari balik kantong jas putihnya. "Adanya kau di Keeper bisa menguntungkan cecunguk-cecunguk lemah ini," ucapnya menunjuk Attia, Mikaf, Evre, dan Senya. "Nih, upah jasamu hari ini. Saldonya akan bertambah tiap kau menangkap roh jahat."

"Apa maksudmu menunjuk kami seperti itu?!"

Aku menerimanya dengan gugup, mendelik. 200 utra?! Hanya untuk menghentikan roh jahat?? Ini lebih praktis daripada menjadi seorang kuli!

"Yo, Kematian!" Evre merangkul bahu Maxel, tertawa bisnis. "Tidak bisakah kau memperkuat segel antara dunia nyata dan Upside Down? Belakangan ini utra kami terus terkuras karena makin kuatnya roh jahat dan kabur ke Tora."

"Kau pikir Upside Down hanya ada di Tora saja, hah? Kemarin terdeteksi UD baru di Afrika."

Percakapan mereka berdua semakin samar karena terkikisnya jarak. Sepertinya itu bukan obrolan yang boleh kudengar. Aku mengedikkan bahu. Yah, aku juga tidak tertarik. Lebih baik memperhatikan kartu berharga di tanganku. 

Aku punya 200 utra, jadi aku bisa beli makanan yang layak. Huhu! Bahagia itu sederhana.

Tapi, sudah kuduga, aku bingung. Upside Down kan dunia orang mati. Apa materi masih berlaku di tempat ini? Dari mana mereka memperoleh utra? Pak Maxel malaikat keuangan kali, ya.

"Kenapa wajahmu tertekuk begitu?" cetus Attia.

"A-ah! Aku hanya penasaran, dari mana utra yang kita dapatkan berasal. Apa hal-hal berbau duniawi masih ada fungsinya di alam lain?"

"Di Tora ada yang namanya Sistem Poin, kan? Upside Down menyesuaikan segala tata negara yang ia tiru dan Kematian adalah penanggung jawab UD Tora. Sebelum koit, dia anggota kerajaan yang ikut andil dalam pembentukan program Sistem Poin. Dia mantan bangsawan."

Aku senang Attia mau sukarela menjelaskan panjang lebar, namun aku tidak senang dengan kata-katanya yang pedas, tajam, dan dingin. Hik. Apakah anggota Keeper pada galak semua?!

"Baiklah, waktuku habis. Aku harus kembali ke surga. Ngomong-ngomong, Istimewa..."

Kukira untuk apa Maxel memanggilku, ternyata untuk memukulku. Senya dan Evre menahan tawa melihat mataku berkaca-kaca. "Kenapa aku dipukul...? A-aku tidak ngapain-ngapain..."

"Buat apalagi memangnya?" Maxel santai mengelap tangannya yang habis menghajar pipiku. "Memberimu kekuatan akhirat lah."

Aku mendapat kekuatan dari pukulan? Aturan di dunia arwah terlalu barbar dan tak berhati.

"Eir Peaceful, ada banyak ranah aturan yang perlu kau simak merujuk kau satu-satunya Keeper yang hidup. Tapi itu bukan tugasku karena aku harus pergi sekarang. Ingat dan ikuti baik-baik perintah dari seniormu. Aku akan memantau perkembanganmu dari atas sana."

Sebelum benar-benar pergi, beliau berbisik padaku, "Jangan terlalu percaya pada mereka."

Aku mengerjap. Mereka siapa yang dia maksud?

*

"HEI, PEACEFUL!"

Aku menoleh sebal. "Apa sih? Teriak-teriak di lorong itu tidak baik lho." Padahal aku sengaja datang pagi-pagi sekali agar tidak berpapasan dengan Hunju dan Roas, tapi mereka peka.

"Kenapa ekspresimu seperti itu, heh? Kami lah yang seharusnya kesal! Pergi ke mana kau kemarin? Kau bilang mau ikut kami ke Taman Melawa. Kenapa tiba-tiba berubah pikiran?"

Aku manyun. Aku kan tak pernah setuju ingin ikut mereka ke sana. Setiap tahun, aku selalu melewati perayaan Tebar Bunga. Daripada membuang waktu dengan acara itu, lebih baik aku mencari uang. Aku juga belum tertarik mencari pasangan. Aku hanya memikirkan uang.

"Nope. Aku sakit perut," jawabku ngasal.

Aura dingin menjamah kulitku. Aku berhenti melangkah, tepat di depan kelasku. Perasaan ini sama seperti yang kurasakan di Upside Down.

"Kenapa kau berhenti?" Hunju mengernyit.

Sial! Perasaan merinding yang dikeluarkan oleh Hantu dan Roh Jahat itu sempurna sama, jadi aku tidak tahu arwah jenis apa yang ada di dalam kelasku. Tapi jika itu roh jahat, pasti ada laporan dari Senya dengan teknik telepatinya.

Aku akan mencoba peruntunganku. Kalau itu roh jahat, aku kan sudah punya kekuatan super, aku pasti bisa melawannya. Jangan takut, Peaceful—

"Minggir! Kau menghalangi pintu!" celetuk murid lain yang baru datang, menyenggol bahuku lantas menerobos masuk. "Bikin badmood saja."

Fiuh! Ternyata hantu si Murid Tanpa Nama. Dia duduk di kursinya, memandang langit dengan tatapan kosong. Rutinitasnya seperti biasa.

"Kenapa sih, Eir? Kau membuat kami takut," ucap Roas karena aku tak kunjung bergerak.

"Kalian," aku menatap dua sahabatku itu, "pasti tahu kan rumor tentang siswa yang diduga korban kebakaran Patur turut bersekolah di sini tanpa pernah diabsen satu pun guru?"

"Tentu saja. Siapa yang tak tahu rumor legend  itu? Seantero Semenat ini mengetahuinya."

"Nah!" Aku menepuk tangan, beringsut ke dekat mereka. "Kalian juga tahu aku bisa mendengar suara-suara aneh, kan? Itulah yang membuatku tidak jadi pergi kemarin. Aku akhirnya sadar bahwa aku punya kemampuan indigo. Dan...!"

Telunjukku terarah ke meja Murid Tanpa Nama.

"Aku bisa melihat rupa hantu itu! Dia cowok—" Roas memegang bahuku, sedangkan Hunju terisak pelan. "Kenapa kalian menatapku dengan tatapan prihatin begitu? Aku tidak bercanda."

"Aku tahu kita bertiga pernah chunni dulu, tapi kita bukan anak kecil lagi, Eir. Remaja. Apa kau punya proyek cerita baru? Pahlawan Indigo?"

"Penyakitmu semakin parah, Eir," gumam Hunju.

"Woi! Aku tidak sakit dan tidak berbohong!"

Mereka geleng-geleng kepala, menyuruhku agar cepat sembuh dari sindrom chuunibyou dan mulai berpikir dewasa. Astaga! Aku tertawa tak percaya. Baru saja dua sahabat masa kecilku menolak percaya kalau aku bisa melihat hantu.

"Apa ini balasan kalian?! Aku berkata jujur—"

"Eir! Eir! Apa kau bisa mendengarku?"

Aku terbelalak, buru-buru mundur dari pintu kelas. "Bibi Senya? Ya, aku dengar. Ada apa?"

"Coba kau perhatikan langit."

Tanpa babibu aku langsung membuka jendela di lorong, melongokkan kepala ke luar. Aku refleks berseru melihat awan melingkar bagai pusaran air dan mengeluarkan cahaya aurora.

"Wow! Indahnya! Apa itu, Bibi Senya?"

"Pintu Langit. Perbatasan antara Tora dan Upside Down. Kau lihat ada cahaya, kan? Roh jahat level 7 berhasil kabur ke dunia nyata dan terdeteksi berada di Ibukota Melawa."

"APA?" Aku menutup mulut ngeri. "L-level 7? Itu artinya musuh kuat banget, kan?"

"Ya. Dia akan bertambah kuat kalau dia sampai membunuh manusia hidup dan melahap jiwanya. Eir, pergilah ke sana sekarang juga."


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top