31. Welcome, Karma (1)
Holaa, selamat malam minggu 💕
Perhatian:
Ini chapter yang suuper panjang :'')
Makanya kubagi jadi dua part
***
Setelah meminta pihak catering untuk mengisi-ulang sirup, Naura memutuskan untuk tidak kembali dulu ke aula. Jangan salah, tadi sirup di meja 1 memang sungguhan hampir habis dan dia segera memanfaatkannya agar bisa menjauh dari Angel. Naura tahu dia tidak bisa selamanya terus menghindar dari Angel. Sayangnya dia juga belum cukup berani untuk melakukan aksi konfrontasi langsung. Itu namanya cari mati.
Setelah melangkah tidak tentu arah, Naura berakhir di salah satu bangku yang ada di taman panti asuhan. Di sana sangat sepi karena semua orang sedang berkumpul di tempat pesta dan dia ragu Angel bakal menemukannya disana, berhubung tempatnya cukup jauh dari aula. Tempat yang teduh, rindang, dan penuh angin sepoi-sepoi itu sukses membuat Naura terkantuk-kantuk. Dia nyaris terlelap dininabobokan suara gemericik air yang berasal dari kolam disana, tetapi seseorang mengagetkannya.
"Ternyata disini."
Oke. Angel mungkin tidak akan bisa menemukannya, tapi lain halnya dengan Rafisqi.
"Apa-apaan?" Naura mendengus sebal. Kantuknya menguap seketika karena efek kaget. "Kau ini bisa melacakku lewat GPS atau gimana?" Dia heran saja. Kenapa Rafisqi selalu saja tahu dia sedang dimana dan menemukannya dengan mudah. Belum lagi kebiasaan suka muncul tiba-tiba miliknya yang tidak sehat untuk jantung Naura.
Rafisqi sama sekali tidak menanggapi sarkasmenya barusan. Alih-alih bicara, pria itu malah memandangi Naura lekat-lekat dengan kening berkerut samar. Dia terlihat seperti ingin mengucapkan sesuatu tapi merasa ragu.
"Jadi? Angel bilang apa?" tembak Naura langsung. Bisa dipastikan Rafisqi baru saja mendengar sesuatu dari Angel. Entah gosip buruk apa lagi yang disebarkan Malaikat Iblis itu kali ini.
"Kau punya masalah dengan Angel?" Rafisqi akhirnya bicara. Dia tetap berdiri di depan Naura, tidak terlihat berniat untuk ikutan duduk.
Nah, dugaan Naura tepat kan?
"Memang kenapa?"
"Kenapa dia menyuruhku menjauhimu?"
Oh, jadi Angel belum menyerah juga?
Naura heran saja. Memangnya Angel dendam karena apa, sampai seniat itu menjelek-jelekkannya. Padahal Naura merasa tidak pernah membawa kerugian untuk gadis itu, dulu maupun sekarang. Mereka sudah sama-sama 26 tahun loh, kok masih kekanak-kanakan begini?
"Ide bagus." Naura memutuskan untuk menanggapi pertanyaan barusan dengan santai. "Kenapa tidak kau turuti saja?"
"Naura," tegur Rafisqi, memperdengarkan nada capek. Dia meraih lengan Naura, membuat Naura mau tidak mau menengadah menatapnya. "Ada apa 12 tahun lalu?" Setelah sekian lama, akhirnya Rafisqi kembali menanyakan itu. "Kali ini jawab aku!"
Naura segera berkelit melepaskan lengannya dari Rafisqi.
"Kau tidak tahu, pura-pura tidak tahu, atau memang tidak peduli?" tanya Naura sambil memberi pria itu tatapan tajam. "Tapi, ya sudahlah, semua cuma masa lalu."
Rafisqi tiba-tiba meraih tas yang Naura taruh bangku kosong di sampingnya. Naura merebut kembali tasnya sambil berteriak protes, tapi Rafisqi keburu menemukan benda yang dia cari.
"Mau apa?!" tanya Naura waktu melihat Rafisqi mulai mengotak-atik ponsel ungu miliknya.
"Nanya ke yang bisa cerita semuanya," jawab Rafisqi sambil mendekatkan ponsel Naura ke telinga kirinya. "Halo. Lesty?"
Tentu saja Naura langsung shock.
Kenapa tidak terpikir olehnya kalau Rafisqi akan langsung tanya ke Lesty? Mengingat tabiat Lesty, sahabatnya itu pasti akan dengan senang hati menceritakan semuanya selayaknya keran bocor.
"Ini Rafisqi." Rafisqi kembali bicara. "Ada yang mau kutanyakan."
Naura sontak berdiri dan berusaha merebut ponselnya kembali, tapi Rafisqi keburu mengangkat benda itu tinggi-tinggi. Rasanya seperti deja vu. Apa jangan-jangan setelah ini Rafisqi bakal melempar ponselnya ke kolam ikan? Tatapan was-was Naura tertuju ke kolam kecil yang cuma berjarak 5 meter dari tempatnya.
"Aku harus tahu, Naura," seru Rafisqi tegas. Terlihat jelas di matanya kalau apapun yang terjadi dia harus tahu kejadian 12 tahun lalu saat itu juga.
"Kau tahu pun tidak ada gunanya!" bantah Naura. "Aku tidak butuh kasihan darimu. Kembalikan ponselku!"
Tanpa buang-buang waktu, Rafisqi melangkah meninggalkan Naura dan berjalan cepat meninggalkan area taman. Naura segera menyusulnya, tapi tetap saja dia kepayahan mengikuti langkah lebar-lebarnya Rafisqi.
Rafisqi ternyata menuju ke arah tempat parkir dan Naura tidak bisa berbuat apa-apa waktu pria itu masuk ke mobil dan mengunci pintunya dari dalam.
***
Sudah lebih dari seperempat jam, tapi Rafisqi belum juga selesai menelepon. Entah apa yang pria itu bicarakan dengan Lesty sampai membutuhkan waktu selama itu. Sementara itu, Naura tidak bergesar sedikitpun dari tempatnya di samping mobil. Dia mengamati wajah Rafisqi lekat-lekat, berharap bisa mengetahui apa yang sedang mereka bicarakan.
Di menit-menit pertama, beberapa kali Rafisqi balas memandanginya dari balik kaca mobil. Ekspresinya sama sekali tidak terbaca. Naura tidak bisa memastikan apakah pria itu sedang kaget, marah, sedih, atau emosi lainnya. Setelah beberapa saat, ekspresi tersebut menghilang, digantikan oleh wajah dingin yang tetap awet hingga sekarang.
Akhirnya, setelah nyaris 20 menit, Naura melihat kunci mobil terbuka. Dia buru-buru membuka pintu mobil dan mengulurkan tangannya.
"Kembalikan!" perintahnya, meminta ponselnya kembali.
Namun Rafisqi tetap mematung dengan pandangan tertuju lurus ke depan. Dia tidak mengatakan apa-apa, sementara tangan kanannya yang masih memegang ponsel Naura terkulai lemas di atas pangkuannya. Kali ini Naura dapat merebut kembali benda itu dengan mudah.
Dia berencana melepon Lesty lagi, tapi Rafisqi malah menahan tangannya yang sedang memegang ponsel.
"Masuk ke mobil."
"Kenap-"
"Masuk, Naura!"
Oke. Naura mulai takut lagi. Apa timer bom waktu itu mulai mendekati nol? Apa sebentar lagi dia meledak? Tepat di hadapannya, Rafisqi tengah memandanginya tajam. Dari ekspresinya terlihat jelas kalau pria itu sedang tidak mau menerima penolakan apa pun. Misalnya Naura mengikuti perintahnya untuk masuk ke mobil, apa yang akan terjadi? Tatapan itu jelas sekali itu bukan jenis tatapan yang akan diberikan seorang pria pada wanita yang dicintainya. Naura mulai mempertimbangkan untuk lari saja dari sana.
Tapi sampai kapan dia terus-terusan kabur?
Naura memejamkan mata sebentar dan menghela napas berat. "Iya," serunya pada akhirnya, sambil tidak lupa memperdengarkan nada sebal. "Aku masuk. Lepaskan tanganku."
Rafisqi melepaskan cengkraman tangannya dan Naura langsung berjalan mengitari mobil, kemudian membuka pintu samping. Rafisqi sepertinya tidak berniat membuang-buang waktu sedetik pun. Baru saja Naura menutup pintu mobil, pria itu ikut membanting pintu di sebelahnya hingga menutup, menyalakan mesin dan membawa mobil keluar dari parkiran.
"Kemana?"
Naura akhirnya membuka pembicaraan, karena sejak tadi Rafisqi terus membisu dengan pandangan tetap fokus ke depan. Mobil sudah keluar dari area panti asuhan dan melaju cepat di jalan raya. Naura tidak tahu apa boleh mereka meninggalkan pestanya Rosy seperti ini, tapi itu bisa dipikirkan nanti. Sekarang dia cuma perlu mempersiapkan diri untuk apapun yang akan dihadapinya setelah ini.
"Rafisqi." Rasa sebal lagi-lagi menyelinap di hati Naura. Dia tidak mengerti. Tadi pria itu membentak dan menyuruhnya masuk ke mobil, tapi sekarang dia malah didiamkan seperti makhluk tak kasat mata. "Aku lagi ngomong. Tolong ditanggapi."
Bukannya mendapat jawaban, Naura malah merasakan kecepatan mobil meningkat secara drastis. Harrier hitam itu mulai menyalip mobil di depannya satu per satu dengan kecepatan yang membahayakan. Mobil-mobil yang datang dari arah yang berlawanan terlihat berlalu secepat kilat dan Naura mulai pusing memandangi pepohonan yang berjejer di bahu kiri jalan. Dengan was-was, dia melongok ke arah speedometer.
100 km/jam.
Refleks Naura adalah meraih sabuk pengaman dan buru-buru mengenakannya.
"Kau mau mati?! Pelankan mobilnya!" Naura makin panik waktu melihat jarum speedometer mulai mendekati garis 110 km/jam. Jalanan tidak bisa bisa dibilang sepi, tapi Rafisqi memacu mobilnya secepat ini.
Apalagi namanya kalau bukan cari mati?
Rafisqi tetap tidak menunjukkan tanda-tanda kalau dia mendengarkan. Pria itu tetap menyetir gila-gilaan. Ekspresinya masih terlihat seram. Seolah dia sedang diburu sesuatu atau... memburu sesuatu? Naura tidak tahu yang mana. Namun dia tahu kalau menyetir kesetanan seperti ini sama sekali bukan gayanya Rafisqi. Setelah sekian kali semobil dengan pria itu, Naura bisa menyimpulkan kalau Rafisqi termasuk orang yang tenang dan berkepala dingin dalam menyetir. Tapi kenapa sekarang....
Satu trigger saja bisa sangat berbahaya
Salah satu pesan Dharma waktu itu kembali terngiang-ngiang di telinga Naura. Bukankah mengemudi gila-gilaan seperti ini termasuk salah satu tindakan impulsif dan pelampiasan emosi?
Ingin rasanya Naura mengumpat. Dia ingin tahu apa saja yang Rafisqi dengar dari Angel dan Lesty sampai-sampai ter-trigger seperti ini.
"Rafisiqi, berhenti!" Suara Naura berbaur dengan suara klakson yang terdengar bersahut-sahutan. Jelas sekali penghuni jalan raya yang lain merasa terganggu dengan mobil yang melaju gila-gilaan ini. "Berhenti atau aku lompat!"
Dari sekian banyak hal yang bisa diucapkan, malah ancaman terkesan cengeng itulah yang terlontar dari mulut Naura. Otaknya tidak bisa berpikir lagi untuk mencari bujukan yang masuk akal. Lagian dia tidak berniat lompat sungguhan kok, serius.
Tidak lama kemudian terdengar bunyi klik dari arah sampingnya dan Naura cuma bisa berdecih kesal. Rafisqi baru saja mengunci semua pintu mobil dengan menggunakan central lock dan secara tidak langsung membuat ancaman Naura jadi tidak berguna.
Namun Naura belum berniat untuk menyerah.
"Oke. Kalau begitu aku juga akan diam. Jangan harap aku mau bicara lagi denganmu!"
Satu lagi ancaman kekanak-kanakan.
Perlahan Naura merasakan kecepatan mobil menurun drastis dan dia tidak tahan untuk menoleh ke samping demi memberi Rafisqi tatapan heran. Like, seriously? Jadi ternyata Rafisqi lebih takut didiamkan dibanding ditilang polisi ataupun kecelakan lalu masuk rumah sakit?
Kenapa tidak dari dulu saja Naura menggunakan ancaman barusan?
Mobil akhirnya berhenti di pinggir jalan. Naura buru-buru melepaskan sabuk pengaman dan membuka kunci pintu mobil. Pokoknya sebelum Rafisqi berubah pikiran dan kembali menggila, dia harus keluar dari sana.
"Tetap di mobil." Kalimat pertama Rafisqi setelah diam cukup lama lagi-lagi berbentuk perintah.
"Nggak! Aku tidak mau dibawa kebut-kebutan lagi!" bantah Naura. Tangannya sudah siap untuk membuka pintu mobil.
Di sampingnya, Rafisqi menghela napas berat. Tanpa bicara apa-apa, dia mematikan mesin mobil. Namun bagi Naura itu masih belum cukup meyakinkan.
"Mana kuncinya?" Naura mengulurkan tangan kanannya. Pokoknya dia harus benar-benar memastikan nyawanya tidak lagi terancam.
Lagi-lagi Rafisqi patuh. Dia mencabut kunci mobil dan barulah Naura bisa bernapas lega waktu benda itu berpindah ke tangannya.
"Apa yang saja kau dengar?" Naura langsung ke inti pembicaraan.
"Kenapa tidak pernah cerita?" Rafisqi malah balas bertanya. Jelas sekali dia berusaha menjaga nada suaranya agar tetap tenang. Sayangnya Naura tahu kalau pria itu sedang berjuang menahan diri untuk tidak langsung membentaknya.
"Karena tidak ada gunanya." Naura masih kekeuh pada pendiriannya.
"Serius?!" Sepertinya usaha Rafisqi untuk tenang hanya bertahan selama 10 detik. "Hal sebesar itu? What the-"
Belum selesai pria itu bicara, Naura langsung memberinya tatapan tidak suka dan sukses membungkam kalimat umpatan apa pun yang tadi nyaris terlontar.
"Jadi semua salahku, begitu?" Naura ikut-ikutan merasa panas. Padahal dilihat dari sisi mana pun, dia adalah korban dan dia sangat berhak untuk tidak mengungkit-ungkit lagi kejadian yang membuatnya trauma. "Kau marah padaku? Aku membuatmu kesal?" Kemudian Naura mendengus sebal dan tertawa sarkatis. "Lucu."
Baiklah. Sepertinya juga mustahil bagi Naura untuk tetap tenang.
Sekali lagi, Rafisqi menghela napas berat. "Ya," jawabnya sambil menyandarkan punggungnya ke jok mobil. Naura sudah ngeri duluan melihat kedua tangan Rafisqi yang mencengram kemudi kuat-kuat, seolah ingin meremukkan benda itu. "Aku kesal padamu. Pada Angel. Pada teman-teman di SMP. Pada guru-gurunya sekalian. Kalian semua berhasil membuatku marah. Dan aku paling kesal pada diriku sendiri. Semuanya bercampur aduk dan aku cuma ingin...."
Rafisqi membiarkan kalimatnya menggantung dan Naura tidak ingin menebak-nebak hal mengerikan apa yang ingin dilakukan pria itu.
***
Masih kuat kah? 😂
Kalo masih, boleh langsung lanjut ke bagian selanjutnya ➡➡➡
Kalau nggak, istirahat dulu juga gapapaa~
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top