14. No Kiss Between Us Ever!

Naura berhasil menyeret Rafisqi ke bibir pantai setelah bersusah payah berenang sambil menarik pria itu. Rafisqi sendiri sudah tidak sadarkan diri entah sejak kapan.

"Rafisqi! Woy! Rafisqi!" Setelah membaringkannya di atas permukaan pasir yang agak datar, Naura langsung menepuk-nepuk pipi Rafisqi dan berharap bisa langsung menyadarkannya.

Dia mendekatkan telinganya ke hidung Rafisqi dan mulai panik saat menyadari pria itu tidak bernapas. Sambil berusaha untuk tetap tenang, Naura mengecek nadi Rafisqi dan merasa agak lega karena masih ada denyut disana walaupun lemah. Tanpa pikir panjang, dia langsung memberi napas buatan dan kembali panik saat mendapati belum ada pergerakan naik turun pada dada pria di depannya.

Biasanya Naura bisa tetap tenang menghadapi pasien dengan kondisi segawat apa pun. Kenapa disaat begini dia malah terserang panik? Wajah Dharma, Syila dan yang lain berputar-putar di kepalanya. Apa yang harus dia katakan pada mereka nanti?

Tidak! Tidak boleh panik! Naura berusaha untuk tetap fokus pada usaha pertolongan pertama.

Naura mengulangi memberi napas buatan dan bahkan lanjut melakukan CPR. Tepat setelah memberi napas buatan untuk yang ketiga kalinya, Rafisqi akhirnya terbatuk dan mulai memuntahkan air laut yang sempat tertelan.

Naura menghembuskan napas lega dan langsung memundurkan tubuh demi memberi pria itu ruang bernapas yang lebih luas.

"Welcome back," sahutnya sambil duduk selonjoran di samping Rafisqi. Akhirnya dia bisa rileks. "Apa yang kau rasakan?"

"... Mual." Dan seolah mengonfirmasi perkataannya barusan, Rafisqi memiringkan tubuhny dan kembali muntah.

"Baiklah. Kau belum baik-baik saja. Jangan banyak bergerak dulu."

Sekarang setelah masa-masa kritis terlewati, Naura kembali teringat dengan ponselnya. Dia buru-buru mengeluarkannya dari saku dan mendesah pasrah saat benda itu malah mengeluarkan air dari sela-sela casing begitu Naura menggoncang-goncangnya.

Well, sepertinya kondisi Rafisqi sudah agak membaik dan sedikit omelan pasti tidak akan membuatnya pingsan lagi.

"Padahal kau sudah merusakkan ponselku dan sebagai gantinya aku malah menyelamatkanmu?" Sambil berkata begitu, Naura berakting menghela napas berat. "Yang benar saja, Rafisqi. Orang yang punya trauma tenggelam tidak seharusnya nekat berenang di laut seperti tadi! Merepotkan! Membuat orang panik saja!"

"Kau... apa yang barusan kaulakukan?" tanya Rafisqi yang suaranya masih serak.

Naura mengernyit bingung saat mendapati pria itu menutup mulutnya dengan punggung tangan.

"Masih nanya? Aku menyelamatkanmu!" jawabnya ketus.

"Siapa yang memberimu izin untuk menciumku?!"

Satu detik.

Dua detik.

Tiga detik.

Dan tawa Naura langsung meledak ketika akhirnya dia berhasil mencerna perkataan Rafisqi barusan. Dia bahkan sampai harus memegangi perutnya sendiri dan hampir saja dia berguling-guling di pasir saking hebohnya.

"Tidak tahu yang namanya napas buatan?" balasnya sarkatis begitu berhasil meredakan tawa. "Dan tolong jangan bersikap seperti anak perawan yang baru saja kehilangan ciuman pertama. Menjijikkan tahu!"

"Siapa yang kau bilang anak perawan? Apanya yang ciuman pertama?" Rafisqi malah sewot sendiri. Tidak bisa dipercaya kalau pria ini adalah orang yang beberapa saat lalu terkapar tidak berdaya dan nyaris tidak bernapas.

"Oh? Berarti kau sudah punya ciuman pertama." Naura mengambil kesimpulan asal-asalan. Rafisqi 'kan pernah tinggal di Amerika. Sedikit-banyaknya, dia pasti terpengaruh pergaulan disana. Tapi bukan berarti Naura peduli. "Lalu, kenapa kita malah membicarakan ciuman? Tidak ingin berterimakasih?"

Tentu saja Rafisqi 'The Almighty' tidak mengucapkannya. Dia hanya diam telentang di tempatnya sambil berusaha menstabilkan napas. Tapi Naura bisa merasakan tatapan tajam Rafisqi masih tertuju padanya.

"Kenapa? Masih mengkhawatirkan ciuman?" tebak Naura dengan cuek. Dia agak membungkuk menghadap pria itu dan memasang ekspresi sungguh-sungguh. "Dengar, Rafisqi. Itu bu-kan ci-um-an. Itu hanya pertolongan pertama. Kalau kau bersikeras menyamakan napas buatan dengan ciuman, maka aku juga tidak tahu lagi sudah berapa banyak orang yang kucium. Dan dari awal kita sama-sama tahu kalau diantara kita tidak akan ada yang namanya ciuman. Aku tenaga medis profesional. Tenang saja."

Rafisqi tidak mengatakan apa-apa dan membuang pandangan ke arah lain. Selama beberapa saat tidak ada yang bicara dan Naura memilih untuk membiarkan Rafisqi menenangkan diri sebentar.

"Jangan beritahu Mas Dharma dan Kak Syila."

Naura kembali menoleh. "Apa?"

"Jangan beritahu mereka kalau aku... nyaris tenggelam." Wajah Rafisqi bertambah pucat hanya karena mengucapkan kalimat 'tenggelam'. Tidak salah lagi, kejadian barusan berhasil membuat phobianya bertambah parah berkali lipat.

"Oke," putus Naura. Mau tidak mau dia merasa kasihan juga.

"Makasih."

Naura tidak tahu itu 'makasih karena tidak memberitahu' atau 'makasih karena menyelamatkanku'

Ya sudahlah. Setidaknya satu-satunya yang jadi korban disini hanya ponselku. Naura hanya bisa menghela napas berat.

Angin dingin tiba-tiba bertiup ke arahnya dan Naura refleks menekuk lutut kemudian memeluknya erat-erat. Tubuh dan pakaian yang basah total membuat angin laut terasa berkali-kali lipat lebih dingin baginya. Dia bahkan mulai menggigil dan bersin-bersin. Dari dulu dia memang tidak tahan suhu dingin.

"Ayo balik," ajak Rafisqi yang sudah mengambil posisi duduk.

"Yakin sudah tidak apa-apa?" tanya Naura penuh selidik. Untuk lebih amannya, korban tenggelam sebaiknya tidak banyak bergerak dulu.

Rafisqi mengangguk dan mulai berdiri. Setelah yakin pria itu bisa berdiri stabil tanpa sempoyongan, Naura ikut berdiri dan mengikuti Rafisqi kembali ke pondokan.

***

"SELAMAT ULANG TAA-hun."

Koor serentak itu langsut surut begitu empat orang yang ada di ruang tamu mendapat penglihatan utuh mengenai kondisi Naura dan Rafisqi saat ini.

"Ya ampun! Apa yang terjadi?! Kenapa basah kuyup begitu?" Syila yang pertama kali berteriak heboh.

"Kenapa Fiqi yang sama sekali nggak mungkin dekat-dekat pantai juga ikut-ikutan basah?" selidik Dharma.

Sementara itu Balqis buru-buru pergi ke ruang tengah dan kembali dengan handuk-handuk di tangan. Dia langsung membagi-bagikannya pada Naura dan Rafisqi.

"Terima kasih, Mbak," tukas Naura yang langsung mengeringkan rambutnya. Dengan penuh perhatian, Balqis menyampirkan handuk lainnya di bahu Naura. "Tadi ponselku jatuh dan... Rafisqi membantuku mengambilkannya. Lalu ombak besar datang dan... kami basah kuyup."

Bohong total. Terlalu berkebalikan dengan realita.

Rafisqi tidak mengatakan apa-apa.

"Benarkah?" Dharma masih terdengar curiga dan menatap Naura lekat-lekat.

Naura mengangguk sambil berusaha menyembunyikan kegugupannya.

"Dan ngomong-ngomong, SELAMAT ULANG TAHUN, NAURAA!" Untunglah sorakan yang berasal dari Jay berhasil mengalihkan fokus Dharma dari Naura.

Akhirnya Naura sadar dengan kondisi ruang tamu saat ini. Balon gas warna-warni sudah memenuhi langit-langit ruangan. Lalu ada kertas karton bertuliskan "Happy Birthday, Naura!" ditambah sebuah cheesecake besar dengan banyak lilin di atasnya. Dia bahkan baru sadar dengan topi ulang tahun warna-warni di kepala empat orang dewasa di depannya.

Di tengah kondisi basah kuyup dan menggigil kedinginan, Naura sempat-sempatnya merasa terharu. Dia baru mengenal mereka semua selama beberapa minggu dan mereka malah bersedia mempersiapkan kejutan seperti ini untuknya.

Seolah Naura memang bagian dari mereka.

Dan itu malah membuatnya semakin merasa bersalah.

"Terima kaa-haatchi!" Naura malah bersin sebelum menyelesaikan ucapannya. "Terima kasih banyak," ulangnya lagi.

"Oke. Oke. Pestanya bisa menunggu. Sekarang kau mandi dulu. Terus ganti baju." Balqis langsung menuntunnya ke dalam. "Kau juga, Fiqi."

"Ya, Mbak."

Naura menyempatkan diri menoleh sekilas pada Rafisqi dan mendapatinya masih tetap sepucat sebelumnya. Tatapan pria itu tidak fokus dan genggamannya pada handuk terlihat terlali kuat, sampai-sampai buku-buku jarinya terlihat memutih. Tatapan Naura berubah khawatir.

Dia... tidak apa-apa?

***

Ditunggu ya komentar dan tanggapannya


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top