Chp 88. Nasehat Leader
Maehwa keluar dari toilet dengan lutut bergoyang.
Astaga! Dia takut sekali! Cengkeraman Hangang kuat banget, sekelas dengan Jinyoung. Kalau tidak ada tongkat pel di sana, dia pasti kena hajar. Kenapa tubuh 'Maehwa' ini sangat letoy? Siapa yang merancangnya sih? Oh iya, Im Rae.
Maehwa merogoh saku, mengeluarkan penyadap pemberian Dain. Tadinya mau dia kasih ke Hangang alih-alih Daejung, tapi matanya sangat waspada dengan gerak-gerik Maehwa. Belum lagi susah menyelipkan benda ini ke sakunya.
Ya sudahlah, Maehwa fokus ke target utama saja. Hangang bisa diurus nanti, yang mendesak adalah Daejung. Nanti malam Maehwa harus menyelinap ke kamarnya untuk meninggalkan ini.
Lalu sekarang, hoammm!!! Maehwa ke kamar dulu deh. Kepalanya sudah jatuh-bangun dari tadi karena rasa kantuk tak kunjung hilang.
'Awas saja! Aku akan membalas hinaan yang kau berikan, Daejung! Beraninya kau bermain kotor seperti ini. Mau jadi idol macam apa kau?'
Setibanya di asrama, Maehwa berjalan menuju kamar dengan mata setengah tertutup hingga dia tersentak mendengar suara tangisan. Maehwa refleks mundur ke balik dinding, mengintip.
Tampaklah Jinyoung dan Kangsan di depan kamar dengan Kangsan yang menenangkan Jinyoung. Anak itu menangis sesegukan.
Apa ini? Tontonan live drama Korea tentang persahabatan yang retak? Maehwa dan Danyi memantau sambil makan pop corn bersama.
"Sudahlah, Jinyoung. Jangan memaksakan diri."
"Tapi... ini kesempatan terakhirku. Jika aku membuat kesalahan, aku takkan bisa debut. Aku harus debut, Kangsan. Aku tidak ingin adikku menderita lebih lama dengan semua pekerjaan paruh waktu yang dia lakukan. Kami harus segera membayar biaya rumah sakit ibu kami."
"Kenapa tidak minta bantuan pada agensimu?"
Jinyoung tertawa hambar. "Semenjak ceo-nya diganti, aku seperti manusia transparan di sana merujuk aku trainee yang dipilih ceo lama bukan membayar pelatihan seperti trainee lainnya."
Kangsan menghela napas pendek. Dia beruntung masih dipedulikan walau agensinya kecil-kecilan. Apa gunanya menaungi agensi besar jika eksistensimu tidak dianggap. Kangsan mengusap punggung Jinyoung untuk menghiburnya.
Maehwa melepaskan kacamata 3d. Sepertinya ini bukan masalah sepele yang patut ditonton. 'Jahat kau Danyi, menonton masalah yang sensitif.'
[Wah, tidak mengaca. Anda juga melakukannya. Ck ck ck. Berdosa sekali anda ini. Apa anda mau mencicipi simulasi api neraka?]
Maehwa mengabaikan umpatan Danyi, melangkah ke tempat mereka. Jinyoung dan Kangsan berhenti mengobrol, menoleh.
"Ah, Kak Maehwa. Kakak di sini."
Jinyoung menghapus air matanya, berusaha tersenyum dengan mata sembab. "Terima kasih atas tindakan kakak tadi! Aku sepertinya terlalu putus asa dan hampir mengeluh di depan mentor. Kalau kakak tidak menyela perkataanku, tim kita pasti akan dikritik oleh para mentor."
Maehwa diam, menyusun kata-kata di kepala.
Tubuh Jinyoung kembali gemetar. "Aku... aku hanya takut kalau tim kita gagal jika aku tidak membuat koreografi yang sempurna, Kak. Reaksi mentor juga tidak bagus. Tapi, kalau aku membuat koreo yang lebih sulit dari milik kita sekarang, tubuh kita akan sakit duluan karena terus berlatih dan berlatih lalu akhirnya tidak bisa tampil dengan sempurna di panggung."
"Kau mengatakan sempurna dua kali."
Jinyoung menundukkan kepala murung.
"Mau seputus asa apa dirimu, jangan sampai nyaris mengeluh seperti tadi. Mereka takkan tahu-menahu jika kita terluka, capek, frustasi, dan sebagainya karena yang dilihat adalah hasil bukan proses. Bahkan setelah kita memberikan apa yang terbaik di atas panggung, masih saja ada penonton yang merasa tidak puas.
"Sebuah mimpi takkan menjadi kenyataan melalui sihir. Itu membutuhkan keringat, tekad, dedikasi, dan kerja keras. Jangan mengeluh karena sampai sejauh ini saja kau sudah hebat.
"Kau tidak harus menjadi sempurna, Jinyoung. Ketidaksempurnaanmu membuatmu menjadi sosok yang menarik. Jika kau terobsesi mengejar kesempurnaan, itu artinya kau membunuh dirimu sendiri. Semua orang akan menuntutmu menjadi idol sempurna seperti yang kau tunjukkan. Kau akan kelelahan menuruti keinginan orang, depresi terhadap tekanan, dan timbullah keinginan untuk mati karena stres.
"Maka dari itu bersinarlah senormalnya saja, Jinyoung. Jangan menjadi bintang yang terlampau terang membuat mata sakit, tapi jadilah bintang kecil berkerlip indah di langit."
Eh? Maehwa mengerucutkan bibir. Apa ini, dia merasa seperti sedang menasehati diri sendiri.
Jinyoung kembali menangis. Anehnya, Kangsan ikut-ikutan menangis. Dengan ingus berserakan dan mata berkaca-kaca, mereka pun memeluk Maehwa yang mengernyit jijik.
"KAK MAEHWA SANGAT MEMAHAMI PERASAANKU! AKU MENCINTAIMU, KAK!"
"Aku senang bisa mengenalmu, Kak Maehwa! Kuharap kita setim di misi selanjutnya!!!"
'Ukh! Jorok! Tolong, aku tersiksa di sini.'
"Baiklah!" Jinyoung beranjak bangkit. "Berkat Kak Maehwa, aku jadi dapat ide. Aku akan pergi mencari Kak Jun-oh untuk membuat koreo! Tidurlah, Kak Maehwa. Kakak terlihat lelah."
"Aku akan lanjut berlatih," kata Kangsan.
Mereka berdua pun melenggang pergi.
Maehwa menggaruk kepala. Dia tidak tahu apa yang memotivasi mereka, tapi ya sudahlah. Justru bagus mereka kembali semangat.
♫♬
Malamnya, tidak ada tunda-menunda lagi.
Sebenarnya ini belum malam-malam amat, baru pukul sembilan malam. Beberapa trainee bahkan belum pergi ke kamar, masih berlatih di aula begitupun tim SOLDAT kecuali Maehwa yang berakting sakit dan hendak tidur duluan begitu memastikan Daejung diam di tempatnya.
Berkat bantuan Danyi mendeteksi cctv dan staf yang mondar-mandir seperti setrika, Maehwa bisa menyusup ke kamar Daejung dengan mudah.
Sungguh takdir tokoh antagonis karena nama Hangang dan Daejung berada dalam satu frame.
Mereka sekamar, ya? Itu kabar baik untuk Maehwa. Sekali dayung, dua tiga pulau terlewati. Dia pun melangkah masuk ke dalam.
Tidak sulit menemukan ranjang Daejung. Maehwa melihat jaket yang sering dipakai Daejung tergantung di susuran. Danyi membantu sekali lagi untuk 'mematikan' cctv di kamar itu, jadi dia bisa leluasa memasang apa pun.
Semoga Maehwa mendapatkan rekaman percakapan menarik dan bisa mengusir Daejung. Maehwa hendak menaruh penyadap tersebut. Tidak sebelum dia mendengar suara Hangang kejauhan.
"Astaga, Danyi! Bukannya kau bilang Hangang ada di Ruang Jurnal? Kenapa dia di sini?"
[Admin sedang di luar operator...]
Si kampret itu malah kabur!
Maehwa buru-buru bersembunyi di bawah ranjang, tepat saat Hangang membuka pintu sambil menelepon seseorang. Dia menutup mulut. Maehwa harap Hangang cepat selesai dan cepat pergi.
"Itu tidak jadi masalah untuk hacker sekelasmu, kan?" Hangang bermonolog, jauh dari cctv supaya obrolannya tidak terekam. Tadinya dia mau menelepon di gudang, tapi di sana petugas kebersihan berlalu lalang tidak aman.
Ayo rekam! Maehwa menyalakan penyadap.
"Buat Ha-yoon jatuh di pengumuman peringkat berikutnya dan pastikan aku masuk sepuluh besar. Ayolah, bukankah kita teman lama? Kau tidak ingin aku menjadi musuhmu, kan?"
Mata Maehwa terbelalak. Dia... apa dia mau melakukan manipulasi suara kepada Ha-yoon?!
Hangang tertawa. "Nah, begitu dong. Terima kasih. Aku takkan pernah melupakan kebaikanmu. Aku menunggu berita bagus."
Untungnya Hangang langsung keluar dari kamar begitu selesai menelepon. Maehwa menghela napas lega, menatap alat perekam di tangan.
Kena kau sekarang, Lee Hangang!
~To be continued~
Kita sudah tiba di penghujung arc 'Permusuhan Tiga Trainee' guys. Setelah ini, kita akan mengunjungi pelabuhan arc yang telah kunanti-nantikan. Arc 'The World Don't Believe Me'! Yang ini sih bakal lebih lebih seru~
Stay tune di Kafuusa channel! Don't forget like, comment, and subscribe! Eh, follow maksudnya.
♩✧♪●♩○♬☆
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top