Chp 189. Masalah yang Kunantikan
Empat hari lagi sebelum final.
Pagi-pagi sekitar jam tujuh, tim The Boys sudah pemanasan untuk bersiap latihan. Ha-yoon dan Eugeum sibuk merancang penataan panggung yang lucu. Siyoon sibuk memperhatikan tarian rekannya, memastikan tidak ada yang keluar dari formasi. Sesekali Ahyun membantunya.
Maehwa di pojok ruangan, asyik menyambung lirik. Memang pilihan bagus memainkan piano. Idenya lancar jaya. Dan dia bertekad untuk menggabungkan ketiga elemen yang mereka diskusikan kemarin ke dalam pertunjukan.
Maaf-maaf saja ya Wondrous Night, tapi Maehwa akan mengubah lagu ceria mereka jadi emosional namun tidak terlalu menyedihkan. Seperti ballad yang bukan ballad. Bittersweet ending.
Anak itu tertawa jahat dalam hati. Tulisannya ikut berubah jadi font horor. Eugeum yang melihat hal itu, menelengkan kepala bingung. Apa Maehwa biasa memasang ekspresi mencurigakan?
Tapi omong-omong Maehwa tidak melihat Kangsan. Apa dia terlambat ke pusat pelatihan?
"Kau mencari Kangsan?" celetuk Eugeum, peka terhadap Maehwa yang memperhatikan pintu. "Dia bilang dia ingin menemui seseorang. Paling bentar lagi datang. Tunggu saja."
"Geum! Pak Bunga! Lihat ini!"
Mereka berdua menoleh ke Ha-yoon yang bertingkah imut dengan memposisikan kedua tangannya yang terkepal ke dagu, memasang raut wajah memelas. Bagaimanapun lagu itu memang punya koreografi yang manis. Tapi melihatnya secara langsung begini, rasanya...
Tangan Maehwa gemetar menahan hasrat untuk tidak memukul muka Ha-yoon yang sok imut. Eugeum pun sepertinya juga merinding. Apa yang dia lakukan? Latihan membuat ekspresi?
Kalau diingat-ingat, sudah lama juga Maehwa tidak tampil dengan konsep menggemaskan. Koreografi yang dirancang Wondrous Night mengharuskan mereka untuk melakukan banyak senyuman dan gerakan yang lucu.
Sial, Maehwa sudah lupa bagaimana cara tersenyum lebar yang tulus karena kebanyakan mengernyit ketiban segudang masalah.
Pria itu memainkan jarinya, menusuk pipinya untuk membuat sebuah senyuman. Tapi percuma, mimik mukanya kembali datar bagai tembok. Sepertinya latihan tersenyum akan lebih sulit daripada menulis lanjutan lirik lagu.
Panjang umur. Kangsan memasuki ruang latihan sebelum Maehwa menjitak kepala Eugeum dan Ha-yoon yang menggodanya untuk tersenyum. Tapi, ada yang aneh. Dia terlihat gusar dan takut.
Tercium! Bau masalah dari anak itu! Maehwa menyeringai. Apakah sudah datang, masalah yang akan dia hadapi di Evaluasi Debut? Dia sudah menunggunya sejak pembentukan tim.
[Sial! Apa kau benar-benar menjadi masokis?]
Maehwa mengedikkan bahu cuek. Rasanya ada yang kurang jika tidak terjadi sebuah insiden. Dia sudah lelah bersikap santai lalu diterjang masalah tanpa persiapan. Lebih baik menunggunya datang dengan tangan terbuka lebar dari awal.
"Kau baik-baik saja?" tanya Eugeum, menyadari ada yang salah dengan sikap Kangsan. Dia mirip kelinci lesu yang kelaparan tidak diberi wortel.
Baiklah, coba kita dengar alasannya. Apakah dia akan berterus terang ke mereka atau memilih memendamnya seperti yang dilakukan Ha-yoon.
Kangsan menggeleng kepala, mengepalkan tangan semangat. "Tidak ada apa-apa, Kak! Aku hanya kepikiran sesuatu. Ayo kita latihan."
Di luar dugaan, Kangsan tampaknya tidak ambil pusing dengan apa pun yang membuatnya resah saat ini. Maehwa mengangguk-angguk. Ternyata mental anak ini jauh lebih kuat dari yang dia kira.
Apa itu artinya masalahnya tidak sedarurat Ha-yoon? Maehwa menggaruk kepala. Baguslah. Dia tidak harus terjun melibatkan diri.
Itulah yang kupikirkan. Tapi aku lagi-lagi tertipu.
.
.
Capek anjir! The Boys latihan koreo berjam-jam untuk menyempurnakan formasi, lalu dilanjutkan dengan pembagian part. Tidak ada waktu untuk santai. Istirahat hanya saat jadwal makan.
Maehwa memukul-mukul pelan pahanya yang pegal. Apakah ini barak militer? Setelah latihan menari, sekarang latihan menyanyi. Kemudian siang nanti diteruskan dengan latihan formasi.
Ini keliru. Maehwa pikir hidupnya sudah sulit mencari uang dari bermain game, tapi menjadi seorang trainee masih sama sulitnya. Menjadi bintang memang tidak mudah prosesnya.
"Aku akan menyerahkan bagian high note ke Maehwa," cetus Eugeum memutus lamunannya.
"Tapi kau main vokal lho."
Maehwa setuju dengan Siyoon. Dia sudah nyaman sebagai sub vokalis kedua, apalagi dia center. Tidak perlu ditambahi mengambil high note.
Eugeum tetap menggeleng. "Nada tinggi Maeh sangat bersih dan jernih ketimbang milikku. Lagipula aku sudah repot dengan killing part."
"Bilang saja kau tidak mau menambah pekerjaan karena rempong dan mengopernya ke Maeh. Ngapain bicara berbelit-belit?" celetuk Ha-yoon mendengar percakapan kecil itu. Dia langsung diberi hadiah jitakan kasih sayang dari Eugeum.
"Tapi apa Maeh-nya tidak apa-apa dengan itu?"
"Aku tidak keberatan," kata Maehwa.
Ya sudahlah, jalani saja dulu. Bukankah bagus mendapat bagian ekstra? Lagipula high note hanya ada tiga kali. Di refrain pertama, bridge, lalu terakhir outro. Ada jeda, tidak terlalu sering.
*
Hari kedua menjelang final berlalu cepat. Seharian diisi dengan latihan, latihan, dan latihan. Maehwa capek luar-dalam. Fisiknya lelah karena menari, suaranya sedikit parau karena bernyanyi. Eugeum cepat-cepat memberinya minuman energi untuk mencegah terjadinya nodul pita suara.
Kedinamisan tim The Boys untuk pertunjukan final tanpa sadar mempengaruhi Maehwa.
Tadinya Maehwa berniat ingin mencuri kunci ruang latihan sekali lagi untuk bermain piano diam-diam, namun eh, kuncinya tersedia begitu saja di keranjang seakan sengaja ditinggalkan.
Apa ada yang mendukungnya bermain piano? Siapa pun itu, Maehwa berterima kasih. Dia masih dilema akan memakai piano atau biola di final. Permainan dari kedua alat musik itu sama-sama menawan, jadi susah untuk memilihnya.
Tapi sebelum itu, mari makan ramyeon sambil menunggu trainee lainnya tidur di ranjang. Maehwa tidak ingin ketahuan menyelinap sekaligus dia mendadak lapar di malam hari.
"Makan ramyeon malam-malam? Tidak takut wajahmu bengkak?" Ha-yoon berkata.
"Aku lagi ngidam," jawabnya sekenanya.
"Benarkah?" Ha-yoon menatap Maehwa prihatin, mengusap perutnya. "Sudah berapa bulan?"
"Enyah sana!" Maehwa melempar danmuji di piring kecil sebelah mangkok ramyeonnya ke Ha-yoon yang sigap menghindar. Terbahak.
Ketika Maehwa ingin membanting kotak tisu untuk menimpuk kepala Ha-yoon yang gesit menghindar, suara gedoran pintu menginterupsi. Mereka berdua saling tatap. Siapa yang datang ke kamar trainee lain malam-malam begini?
Lupakan sejenak pertengkaran barusan. Ha-yoon membukakan pintu, seketika syok melihat Kangsan berdiri di lorong sambil menangis.
"A-ada apa, Kangsan? Apa yang terjadi?"
"Bagaimana ini...? Sepertinya stalker yang menguntit Kak Ha-yoon berpindah menguntitku. Aku takut dan bingung sekali. Tolong aku..."
Kan? Tidak ada hari libur dari masalah.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top