Chp 161. Konsep Kelahiran Anak
Maehwa dengar Jun-oh sudah kembali ke asrama bersama timnya. Dia tidak terlalu dekat dengan Kangsan, jadi dia malu meminjam benda yang diinginkan. Kalau pinjam barang Dowoo, takutnya mereka berpikir Maehwa punya solusi menghadapi tantangan ini. Dia tidak mau mereka berandai-andai di situasi yang ambigu.
Jun-oh cengengesan keluar dari kamarnya sambil menyerahkan keyboard synthesizer miliknya ke Maehwa. Jun-oh senang karena dia yang Maehwa cari pertama saat mengalami kesulitan. Apakah Maehwa akhirnya menganggapnya sebagai kakak?!
"Aku pinjam dulu bentar ya."
"Nope! Apa pun yang kau butuhkan selalu bilang pada abangmu ini, adikku!"
Sudahlah, senyumin saja. Rasanya tidak beradab meninju pria itu setelah dia meminjamkan barangnya tanpa syarat tertentu. Apalagi ibunya adalah gebetan Maehwa. Dia harus bersikap baik!
Kamar Maehwa kosong. Dia memilih bereksperimen di sana daripada di pusat pelatihan karena tidak ingin dikira aneh. Danyi leluasa kembali ke bentuk dewasa, menatap bingung Maehwa menyiapkan lima gelas. Dia mengisinya dengan setengah air.
"Kau ini sedang ngapain?"
"Jangan banyak tanya deh. Lihat saja."
Meski dua buah idenya hilang karena satu dibawa burung, satu lagi pecah karena tersungkur, Maehwa masih mengingat poinnya. Tema keluarga dan harapan. Cocok sekali untuk nuansa ballad.
Alat musik yang sering digunakan untuk ballad cenderung instrumen string atau piano. Tapi Maehwa ingin menggabungkan beberapa alat musik sekaligus.
"Jadi kau ingin bilang gelas bisa menjadi alat musik? Hmm, kurasa itu menarik. Tapi hanya itu saja tidak cukup untuk membuat lagu. Setelah intro, lalu apa?"
Maehwa mendengus masam. Dia kan tidak bilang mendapatkan ide untuk keseluruhan lagunya. Hanya saja berkat dentingan gelas yang dia dengar di restoran tadi memberinya ide untuk bagian intro. Mana tahu itu bisa mengtrigger imajinasi Dowoo.
"Kau kalau nggak mau bantu mending keluar deh. Aku mau sendirian!" usir Maehwa mendorong Danyi keluar.
"Eh, eh, kok aku diusir? Aku bisa memberi satu dua masukan! Begini-begini aku admin sistem idol. Berhenti mendorongku!"
Maehwa tidak percaya. Adanya Danyi di sana hanya akan mengganggunya. Danyi berusaha menahan dorongan Maehwa. Tanpa sengaja dia menyenggol tas di kasur, menjatuhkan beberapa kain.
"Kan! Barang-barangku jadi berantakan!"
"Kau yang mendorongku, sialan!"
Maehwa mengomel, mengabaikan Danyi yang menceloteh bahwa dirinya lah yang salah karena mendorong Danyi. Dia memungut selimut di lantai, tersentak menemukan sebuah kain selendang halus.
Tunggu ini... kain pemberian Dahlia, kan? Sepertinya tercampur dengan selimut.
Danyi terdiam, melongo. Maehwa juga terdiam. Mereka menatap lampu ide keluar dari kepala Maehwa. Sungguh? Itu lebih terang daripada sebelum-sebelumnya.
"Tunggu, Danyi! Jangan sentuh! Pastikan tali sepatumu terikat dan tidak ada unggas di sini. Aku trauma kehilangan ide."
Danyi mengangguk, mengecek sepatunya. Begitupun Maehwa. Mengingat lokasi mereka saat ini di kamar, jelas tidak ada burung di sana. Mereka berkali-kali memeriksa sampai ke sudut ruangan.
Mantap. Tidak ada pengganggu lagi. Langsung saja Maehwa menyambar lampu itu dan segera pergi ke ruang latihan.
*
Suasana ruang latihan tampak murung begitu Maehwa sampai di sana. Rekan timnya kehilangan semangat tempur. Besok sudah harus setor lagu. Tapi mereka tidak mempunyai lagu. Sudah jelas mereka akan didiskualifikasi dari misi produksi.
"Maafkan aku, teman-teman. Semua ini salahku. Andai aku mendengarkan saran kalian dan membuat lagunya sama-sama..."
"Sudahlah, Kak Kyo Rim. Itu yang ke berapa kalinya kau minta maaf? Semua terlanjur terjadi. Kita sudah selesai. Kami juga salah tidak inisiatif membantumu."
Maehwa berdiri di depan mereka. "Kenapa atmosfernya melankolis begini? Dunia takkan berakhir besok. Kalian lagi puber?"
Dasar Maehwa tidak peka. Di situasi genting begini dia masih bisa bercanda. Apakah dia tidak lihat anggota timnya tengah putus asa? Haedal penasaran cara Jun-oh menghadapi karakter anak itu yang naik-turun seperti rollercoaster.
"Aku sudah menentukan konsepnya."
Kyo Rim berhenti menundukkan kepala, refleks menatap Maehwa. "Kau bilang apa?"
"Aku bilang aku sudah dapat konsepnya. Karena kita mengambil tema keluarga..."
"Tunggu dulu. Meski kita memiliki konsep, kita masih buntu masalah lagu."
"Bisa tidak jangan potong penjelasanku?
Yang penting saat ini adalah konsep. Aku ingin memakai konsep Kelahiran Anak." Maehwa menyodorkan kain selendang pemberian Dahlia pada mereka. "Dan yang cocok jadi center adalah kau, Lantern. "
"E-eh? Aku?" Lantern menunjuk diri.
Kyo Rim berdiri. "Tunggu, Maehwa! Kau tak bisa asal membagi peran begitu saja."
Ini bocah masang telinga baik-baik tidak sih? Dibilang jangan potong penjelasan Maehwa, dia masih saja melakukannya. Sabar, sabar. Ada kamera sedang merekam. Jangan kelepasan menamparnya.
"Aku akan melakukan sesuatu. Kalian bisa mulai merancang kostum dan panggungnya. Usahakan pelatarannya putih ya."
"Kita bahkan tidak memiliki lagu!"
Maehwa menarik napas panjang. "Aku tahu kau gelisah, Kyo Rim, karena waktu kita sangat tipis. Tapi aku sudah bilang akan mengusahakan sesuatu, kan?"
"Apa kau ingin bilang kau akan membuat lagunya dalam beberapa jam saja?"
"Siapa bilang 'beberapa jam'? Tidak mungkin aku bisa melakukannya, apalagi aku tidak punya bakat memproduksi. Percaya saja padaku. Kau hanya perlu melakukan apa yang kuminta."
Kata Danyi fungsi waktu di dunia virtual jauh lebih lambat daripada waktu di dunia nyata. Satu jam di Bumi bisa jadi sehari di sana. Itu fakta yang menguntungkan. Maehwa akan menggunakan tempat itu dalam proses memproduksi lagu.
Masalahnya, selama dia mendekam di sana, pertarungan antar player takkan bisa dielakkan. Apa boleh buat? Ini satu-satunya jalan keluar yang terpikirkan oleh Maehwa.
"Apa kau yakin? Sekali kau masuk ke ruang tarung, kau akan bertemu player. Apalagi membuat lagu tidaklah mudah. Kau akan melawan puluhan player sampai kau menyelesaikan pekerjaanmu."
Maehwa menghela napas, menonaktifkan kunci dunia virtual. "Tidak ada pilihan yang lebih baik dari ini. Terkadang kau harus berani memilih walaupun pilihan itu yang terburuk untuk mendapat kepuasan."
[Anda telah memasuki zona player.]
.
.
Besok paginya, Kyo Rim menunggu dengan cemas Maehwa yang hilang entah ke mana. Dia sudah berpetualang mencarinya ke seluruh bangunan asrama dan pusat pelatihan, namun Maehwa tak kunjung tampak. Anak itu pergi ke mana?
Haedal menangkap kekhawatiran Kyo Rim. Pria itu pasti menyalahkan dirinya atas apa yang terjadi pada tim empat. Maehwa sukarela mengambil beban itu.
"Tenanglah, Maehwa akan segera kembali. Lagipula masih sejam lagi mentor akan datang. Kita masih punya waktu."
"Ini salahku. Aku sangat bodoh."
"Jika kau merasa bersalah, maka tebuslah dengan mempercayainya."
Tapi mereka tidak bisa menunggu lagi karena sejam berlalu tanpa disadari. Dan Maehwa masih belum menunjukkan tanda-tanda akan datang di saat seluruh trainee telah berkumpul di aula.
Sementara itu, sepuluh hari telah berlalu menurut jam di dunia virtual. Kubah virtual itu lulur begitu Maehwa keluar sambil berjalan menggunakan tongkat mikrofon. Penampilannya kacau sekali. Seperti habis wamil, habis pulang dari perang.
Maehwa menjatuhkan diri ke tanah. Tidak peduli dilihat oleh para pejalan kaki. Jam berapa sekarang? Apa dia terlambat? Tahu ah. Dia sangat capek. Mau tidur...
[Quest terselesaikan! Selamat! Anda mendapatkan 100+ poin status.]
"Oh ya? Berikan semuanya ke vokal."
[Pilihan bijak! Nilai anda saat ini XSR+!]
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top