Chp 149. Penasehat: Han Maehwa

Maehwa kesal. Danyi dan GM memberi misi tidak tanggung-tanggung susahnya. Apa yang mereka pikirkan, menyuruhnya membuat lagu padahal dia tidak punya pengalaman? Dia terhitung pemula. Belajar rap masih bisa diatasi, namun menciptakan sebuah lagu ada di tingkatan berbeda. Ini bukan event main-main.

Atau sebaiknya Maehwa tunggu sampai Danyi mendapatkan misi baru? Danyi bilang dia akan mencarikan misi yang lebih mudah.

Tapi kapan? Bagaimana kalau Danyi tidak mendapatkannya? Besok Maehwa sudah harus pergi mencari referensi bersama timnya. Dia sudah harus disibukkan dengan rancangan lagu, konsep, koreografi, dan segala macam tetek bengeknya. Tidak ada waktu menunggu.

Kalau Maehwa diam saja, si Dokter Lema itu pasti akan senang karena merasa menang.

Kenapa masalahnya jadi berat begini? Kenapa bajingan-bajingan ini tidak bisa membiarkannya tenang beberapa saat? Menyebalkan!

"Aku sudah menerima filenya."

Maehwa berhenti mengacak rambut, berhenti mendumal. Itu Kyo Rim. Dengan siapa dia bicara? Maehwa menelusuri sumber suara, mendapati Kyo Rim berdiri di samping vanding machine sambil menelepon. Wajahnya terlihat respek terhadap orang yang dia hubungi.

"Terima kasih sekali lagi, Pak." Kyo Rim mematikan ponsel, menoleh. Astaga! Jiwanya hampir melayang melihat Maehwa berdiri di belakangnya menatapnya datar. "Maehwa? Ya ampun, sejak kapan kau berdiri di sana?"

"Barusan. Kenapa kau sekaget itu?"

"Tentu saja aku kaget! Kau berdiri seperti hantu tanpa bicara sepatah kata pun. Dengar, kau membuat jantungku degdegan."

"Siapa yang kau hubungi? Tampaknya penting sekali. Wajahmu serius banget soalnya."

Kyo Rim menelan ludah. "P-Pamanku! Ibuku sedang sakit dan beliau selalu mengirim file riwayat medis ibuku secara rutin."

"Kau sopan ya, memanggil pamanmu dengan embel-embel 'pak'. Anak-anak zaman sekarang ternyata masih mengerti sopan santun."

"Kenapa gaya bicaramu seperti orang tua?"

Giliran Maehwa yang kikuk. "B-benarkah? Aku dibesarkan oleh nenekku. Makanya gaya bicaraku terkadang kayak orang berumur," ucapnya berbohong dengan natural.

Dan hening. Bagus, suasananya jadi canggung.

"Omong-omong, apa kau sedang tertekan?" Untungnya Kyo Rim mengusir keheningan itu. Dia menunjuk kepala Maehwa. "Rambutmu berantakan tuh. Setiap orang selalu punya tindakan khas dalam keadaan tertekan atau stress. Contohnya menggigiti kuku, menggigit bibir, atau mengacak-acak rambutnya."

Kenapa banyak sekali makhluk peka di sini? Maehwa pikir hanya Jun-oh satu-satunya yang perasa, rupanya ada kembarannya.

"Aku tahu pertanyaanku aneh, namun tolong jawablah dengan jujur. Apa aku... tampan?"

Maehwa mengumpat dalam hati, malu setelah melontarkan pertanyaan menggelikan itu. Tidak seharusnya Maehwa membiarkan dirinya terprovokasi tuduhan Dokter Lema.

Tapi Kyo Rim tidak tertawa, mengernyit pun tidak. "Apa kau tidak pernah bercermin sebelumnya? Ini aku punya cermin. Lihat saja sendiri. Kau itu menawan tahu. Kalau kau diam, kau terlihat tampan. Kalau kau tersenyum, kau terlihat manis. Begitulah menurutku."

Maehwa mengusap leher belakang. Malu juga mendengarnya terang-terangan begitu.

"Apa ini karena artikel tadi? Dokter Lema menuduhmu oplas. Kau pasti kepikiran." Kyo Rim menepuk-nepuk bahu Maehwa. "Hiraukan saja. Aku percaya kau tidak oplas kok."

"Kenapa kau seyakin itu?"

"Karena kau miskin," jawabnya polos.

Sebuah panah menancap ke jantung Maehwa.

"Biaya oplas itu sangat mahal. Kau takkan sanggup membayarnya. Maehwa, kau mungkin tidak menyadarinya, tapi kau ini tidak punya aura idola melainkan aura gembel. Kau bahkan sudah meloncat bahagia mendapat penanak nasi. Aku yakin kebahagiaanmu sederhana—"

"Aku tahu aku miskin. Tidak usah diteruskan."

Kyo Rim terkekeh. Dia hanya bercanda. Suka sekali melihat tampang julidnya Maehwa. Bawaannya gemas ingin menghajar.

"Aku percaya kau tidak oplas atau memasang implan karena kau sangat merawat tubuhmu. Aku tahu setiap malam kau rajin memakai losion, menjaga kulitmu. Kau memperlakukan tubuhmu secara hati-hati seolah itu bukan badanmu melainkan tubuh orang lain."

Maehwa terdiam. Kalimat itu jauh lebih menusuk dibandingkan disebut miskin.

"Aku ingat harus melakukan sesuatu. Aku pergi dulu. Kau cepatlah kembali ke kamarmu."

"Eh? Tunggu, tunggu, Maehwa!"

Kyo Rim menggaruk kepala bingung. Apa dia salah bicara? Anak itu terlihat tegang saat Kyo Rim bilang tubuh orang lain.

***

Di lorong yang sepi, Maehwa bersandar ke dinding. Dia menatap kedua telapak tangan, mengunyel pipinya. Perkataan Kyo Rim terngiang-ngiang di benaknya.

Maehwa saat ini mengalami krisis identitas. Dia jelas tersinggung dengan tuduhan Dokter Lema dan perkataan Kyo Rim barusan menamparnya membuat Maehwa tersadarkan. Dia yang sekarang, siapa sebenarnya?

Han Maehwa atau Im Rae?

Jika dia Han Maehwa, dia seharusnya lebih percaya diri menghadapi fitnah Dokter Lema dan tidak canggung terhadap tubuh sendiri. Jika dia Im Rae, dia seharusnya mengabaikan semua manusia syirik dan fokus ke tujuan. Tapi dia malah mengambil kedua-duanya.

Danyi benar. Lama-kelamaan mentalnya tidak stabil, menyesuaikan umur tubuh itu. Kalau terus begini, dia akan kehilangan jati dirinya.

"Apa yang harus kulakukan...?"

"Pertama, kau harus jujur pada dirimu sendiri. Dengan begitu kegelisahanmu akan mereda."

"Jujur? Apa maksudmu, Danyi?" jawabnya tanpa mengalihkan pandangan.

"Apa kau menyukai semua ini?"

"Bicaralah dengan jelas. Aku tidak mengerti."

"Apa kau benar-benar ingin menjadi idol?"

Maehwa mengernyit. Pasalnya pertanyaan Danyi ambigu. Bukankah Danyi yang paling tahu jika Maehwa ikut acara ini karena sistem yang menyuruhnya? Demi menguak misteri kematian dan demi menangkap pelaku pembunuhan Im Rae. Hanya itu tujuannya.

"Jika kau tidak bersungguh-sungguh dalam bidang ini dan bekerja dengan setengah hati, bahkan jika kau menang, kau takkan paham rasa bangga terhadap perjuanganmu. Tapi jika kau serius mencintai pekerjaanmu, kau akan menjadi seorang profesional. Apa gunanya tersenyum tapi sebenarnya mati di dalam? Niat jangan dipaksakan. Biarkan saja mengalir."

Maehwa akhirnya menoleh. "Dari tadi kau bicara apa sih? Tidak sepertimu... Eh?"

Tidak ada layar pop-up biru mengambang di sebelahnya. Maehwa menatap sekitar, mendongak berkali-kali. Biasanya Danyi jahil dan muncul secara mendadak membuat Maehwa terjungkal. Tapi Danyi tidak ada!

Jadi siapa yang berbicara? Wah! Maehwa mengusap lengan yang merinding. Di film horor Barat, ada adegan berdiri sendirian di tempat kosong akan mengundang makhluk halus lalu diganggu. Ternyata itu betulan.

"Maehwa, sedang apa kau di sana?"

"Jun-oh! Kebetulan sekali." Maehwa berlarian kecil ke tempat Jun-oh, enggan menoleh ke belakang. "Temani aku ke kantin. Aku lapar."

Tunggu, jangan salah paham. Maehwa bukannya pergi karena takut hantu. Selama ini dia menganggap hantu itu tidak ada. Pemikiran itulah yang membuatnya menjadi pemberani. Tapi tiba-tiba sebuah suara tanpa wujud apa pun mengajaknya berbicara. Siapa yang tidak merinding? Bagaimana kalau dia kerasukan?

Berhenti mikir yang aneh-aneh! Hantu itu nggak ada! Aku sepertinya kecapekan.

Begitu Maehwa dan Jun-oh kelok di patahan lorong, jendela status muncul tanpa peringatan. Ini adalah data statistik milik Maehwa, bukan layar yang biasa digunakan Danyi untuk mengobrol dengannya.

Nama: Han Maehwa (Penasehat: Im Rae)

Kalimat itu dihapus lalu diperbaharui.

Nama: Han Maehwa (Penasehat: Han Maehwa)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top